Featured Video

Minggu, 18 Maret 2012

Makan tak bersisa bisa selamatkan dunia?


(ANTARA/Andika Wahyu)

Menghabiskan makanan sampai piring Anda bersih mungkin tidak dapat membantu anak-anak kelaparan hari ini, tetapi nasihat lama itu ternyata bisa mengurangi sisa makanan dan memudahkan usaha untuk memberi makan populasi dunia yang terus tumbuh.

Data-data sedang dikumpulkan, namun para ahli yang berkumpul dalam "Reuters Food and Agriculture Summit" di Chicago pekan ini memperkirakan 30 persen hingga 50 persen makanan yang dihasilkan di dunia berakhir tanpa dimakan.

Menurut The Natural Resources Defense Council Amerika Serikat (AS), setiap penduduk negara itu rata-rata membuang 33 pound (1 pound= 0.45359237 kilogram) makanan setiap bulan atau senilai 40 dolar AS.

Artinya dalam setahun setiap orang di negara itu membuang hampir 400 pound makanan, yang sama beratnya dengan seekor gorila jantan dewasa.

Sementara Badan Perlindungan Lingkungan (Environtmental Protection Agency/EPA) AS menyatakan sebanyak 33 juta ton sampah makanan dibuang ke tempat pembuangan sampah dan insinerator pada 2010, itu adalah limbah padat terbanyak. 

"Kami lupa bahwa kami punya semua buah dan sayuran segar, dan pada akhir minggu kami harus membuangnya. Sekarang saya tidak membeli produk segar sebanyak dulu," kata Esther Gove, seorang ibu dari tiga anak kecil di South Berwick, Maine, seperti dikutip Kantor Berita Reuters.

Namun dampak limbah makanan memanjang jauh sampai ke luar dapur karena sebagai penghasil pangan utama, sektor pertanian merupakan pengguna air dan energi terbesar di dunia dan menghasilkan banyak gas rumah kaca selama masa produksi dan distribusi.

Para ahli mengatakan mengurangi limbah pertanian merupakan cara sederhana untuk mengurangi tekanan pada lingkungan sekaligus mengurangi tekanan pada petani, yang bertugas memberi makan tujuh miliar penduduk dunia tahun ini.

"Tidak peduli bagaimanaun pertanian dilakukan secara berkelanjutan, jika makanan tidak dimakan, itu tidak mencerminkan keberkelanjutan dan itu tidak baik untuk penggunaan sumber daya kita," kata Dana Gunders, spesialis pertanian berkelanjutan di NRDC.

Di negara-negara kaya, buah dan sayuran layak makan berakhir di tempat pembuangan sampah karena mereka tidak cukup cantik untuk memenuhi standar pengecer, menjadi busuk di lemari es rumahan atau tidak makan di restoran.

Sementara di negara-negara berkembang, banyak makanan menjadi buruk sebelum makanan sampai ke pasar karena jalan yang buruk dan kurangnya fasilitas pendingin. 

"Ini bukan situasi di mana Anda harus besar-besaran meningkatkan produksi. Bahkan di 2008, ketika ada bencana kelaparan di seluruh dunia, ada makanan yang cukup untuk memberi makan orang, hanya saja itu terlalu mahal," kata Patrick Woodall, Direktur Riset dan Penasehat Kebijakan Pengawasan Makanan dan Air.

Para ahli EPA telah menyampaikan berbagai rekomendasi untuk mengatasi masalah itu. Mereka antara lain menyarankan, klarifikasi tanggal "dijual oleh" dan "digunakan oleh" supaya konsumen punya tanggung jawab untuk menghindari membuang makanan terlalu cepat.

EPA juga menyarankan agar makanan yang bisa "diselamatkan" digunakan lagi, sementara sisa makanan tertentu digunakan sebagai pakan ternak.(Uu.I027/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar