Featured Video

Rabu, 21 Maret 2012

MELIHAT EFEKTIFITAS PENGAJIAN DI MASJID RAYA SUMBAR


Minangkabau me­ru­pakan negeri yang sa­ngat kental keisla­man­nya. Ajaran adat yang sejalan dengan Islam dimaklumatkan di Bukik Sati Marapalam pada abad ke-19 yang mela­hirkan sebuah ikrar yang disepakati oleh seluruh alam Minangkabau, adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah.

Sampai saat ini, ikrar tersebut masih belum berubah dan masih menjadi “bumbu” dalam setiap ucapan bangsa Minangkabau saat mengaji adat dan syarak. Akan tetapi, sudahkah masyarakat Minang­kabau ini menjalankan syariat Islam secara kaffah dan menjalankan adat istiadatnya dengan benar?
Sebagai kultur yang kental keislamannya hampir di seluruh pelosok nagari dapat ditemukan su­rau dan masjid. Kadangkala ke­beradaannya tidak dalam jarak yang terlalu jauh, sehingga dalam hal ini Minangkabau sering juga dijuluki dengan Nagari Seribu Masjid. Tapi apakah masjid-masjid tersebut sudah menjadi “makmur”, setiap  saat dipenuhi  oleh umat dalam men­jalankan ibadah pada waktunya?
Fungsi masjid di Minangkabau tak hanya sebagai sarana untuk melakukan peribadatan, namun juga dijadikan sarana menimba berbagai pengetahuan agama. Oleh sebab itu pada setiap masjid, baik di pelosok kampung maupun di kota, selalu diadakan kegiatan pengajian.
Kegiatan ini setidaknya dilak­sanakan dua kali dalam seminggu oleh masing-masing masjid. Mala­han ada juga masjid yang melak­sanakan pengajian tiap hari yang dilak­sanakan pada waktu selesai sholat subuh. Intensitas yang padat dengan pengajian ini sebagai penanda bahwa orang Minangkabau haus akan ilmu agama. Tapi apakah arus keilmuan yang mereka lahap hampir setiap hari benar-benar telah berhasil merobah akhlak dan keimanan umat dalam menja­lankan syariat dalam kehidupan sehari-hari?
Sebuah masjid besar agaknya akan menjadi masjid paling terme­gah di Sumatera Barat, sudah hampir selesai pembangunannnya. Masjid tersebut konon kabarnya dinamakan dengan Masjid Raya Sumatera Barat. Walaupun belum sepenuhnya rampung masjid ini sudah kelihatan sangat megah, apalagi kalau dilihat dari udara,  masjid yang dibangun dengan anggaran milyaran rupiah ini diprediksi mampu menampung ribuan umat islam yang ingin melaksanakan ibadah disana.
Kurang lebih hampir satu bulan Mas­jid  Raya Sumatera Barat yang be­rada di jalan Khatib Sulaiman ini setiap Jumat pagi telah dipadati oleh para pegawai negeri sipil dari SKPD provinsi. Agaknya pihak Pemrov Sumbar ingin memulai untuk memanfaatkan penggunaan Masjid Ra­ya ini. Setiap Jumat pagi para pe­gawai negeri sipil di lingku­ngan Pem­rov melaksanakan kegia­tan wirid dan siraman rohani tentunya. Di sam­ping untuk kegia­tan siraman rohani tentu saja Masjid Raya ini juga dimanfaatkan sebagai ajang silatu­rahim antar­pegawai SKPD, yang barangkali karena kesibukan di masing-masing SKPD di  hari biasa momen ini sulit mereka dapatkan.
Apa yang telah digagas oleh pihak Pemrov sangat menarik dan mengandung nilai positif, di samping telah memakmurkan masjid dengan sendirinya juga terjalin ukhuwah antar pegawai sehingga di antara mereka dapat saling mengenal dan saling silahturahmi.
Sungguhpun demikian, kegiatan positf ini bukan tanpa kendala. Yang jadi pertanyaaan apakah kegiatan ini menjadi efektif jika dilaks­a­nakan tiap hari jumat itu, dimana para pegawai harus meninggalkan kantor berbondong-bondong menuju Masjid Raya, yang jaraknya dari masing-masing SKPD lumayan jauh?
Lalu bagaimana dengan kinerja pegawai dalam melaksanakan ke­giatan layanan masyarakat? Ka­takanlah jika pengajian dimulai pukul 7.30 dan diakhiri pukul 09.00,  dengan alasan jarak, belum sempat sarapan dan sebagainya kegiatan kantor akhirnya bisa dimulai pukul 10.00, bahkan 11.00 siang. Belum sempat melaksanakan apa-apa, maka jadwal salat Jumat pun sudah datang.
Pertanyaan yang tak kalah pentingnya benarkah para pegawai Pemprov tersebut datang karena keinginan untuk menimba penge­tahuan atau hanya sekadar men­jalankan perintah dan absensi? Bahkan, sebagian di antara mereka ada juga yang meninggalkan masjid sebelum kegiatan siraman rohani dimulai. Berikutnya, kegiatan setiap Jumat pagi di Masjid Raya Sumbar ini juga berpotensi mematikan kegiatan wirid pengajian yang sudah ada sebelumnya pada ma­sing-masing SKPD, dan kegiatan ini juga sudah berjalan cukup lama dan terlaksana dengan baik.
Pengajian pada  masing- masing SKPD ini lebih diminati  para pegawai karena lebih fokus tidak dihadiri banyak orang. Dalam kegiatan ini dapat dilaksanakan interaktif dengan para narasumber. Sementara wirid setiap Jumat yang terjadi di Masjid Raya, jangankan interaktif, ceramah oleh ustad  saja apakah didengar atau tidak, tidak terlalu menjadi penting.
Kegiatan di Masjid Raya gagasan Pemrov Sumbar adalah sebuah gagasan brilian demi kemajuan spiritual para pegawai agar dapat mengubah akhlak dan perilaku dalam menjalankan tugas. Akan tetapi apakah cita-cita ini bisa tercapai dengan baik jika hal ini dilaksanakan masih berdasarkan perintah, belum lagi berangakat dari nurani yang tulus para pegawai negeri sipil tersebut? Lebih ironi lagi jika para PNS ini datang ke Masjid Raya Sumatera Barat hanya karena absen semata agar tun­jangan daerah mereka tidak dipo­tong. Jika ini yang terjadi alangkah mubazirnya sebuah kegiatan rohani yang akhirnya mungkin tidak memberikan nilai apa-apa dan menjadi sia-sia. Kalaulah kegiatan ini akan menjadi sebuah bentuk kegiatan rutin alangkah baiknya diselenggarakan sekali saja setiap bulannya. Allahuallambisawab.

SYUHENDRI DATUAK SIRI MARAJO
http://www.harianhaluan.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar