Featured Video

Senin, 26 Maret 2012

PEMEKARAN NAGARI, APAKAH SUDAH DIPERLUKAN?


Judul di atas terins­pirasi oleh karena mun­culnya pada akhir-akhir ini beberapa pendapat bahwa dengan kem­balinya Sumatera Barat menetapkan nagari se­bagai unit pemerintahan terendah semenjak ta­hun 2000 sudah memerlukan peninjauan kembali karena dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian apabila dilihat dari segi bantuan dana pembangunan untuk Sumatera Barat. Apalagi terdapatnya wacana bahwa Pemerintah Pusat akan memberikan bantuan dana per desa atau setingkat sebagaimana yang telah dilaksanakan pada waktu yang lalu dengan istilah bantuan desa.

Di beberapa kabupaten dilaku­kan pemekaran nagari, sehingga jumlah nagari bertambah dari nagari sebelumnya. Pemekaran nagari tersebut ditetapkan melalui Peratu­ran daerah kabupaten yang bersang­kutan. Sampai saat ini, bagi masyarakat di kabupaten tersebut tidak ada reaksi dan berjalan dengan baik, bahkan organisasi pemerintahannya telah tersusun dan menjalankan tugas serta dalam menjalankan roda pemerintahan, seperti kantor, pembiayaan rutin maupun pembangunan.
Ada juga berpendapat peme­karan nagari tidak perlu dilakukan, dengan alasan bahwa dengan adanya pemekaran nagari dikha­w­atir­kan akan menimbulkan efek yang negatif terhadap kesatuan masyarakat hukum adat yang ada, kesatuan masyarakat yang telah berurat berakar di nagari akan terganggu. Apalagi hal yang serupa sebagai­mana yang telah dilak­sanakan pada tahun 1981-1999 yang lalu yaitu menjadikan jorong menjadi desa sebagai unit pemerin­tahan terendah telah menim­bulkan permasalahan di tengah tengah masyarakat.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim Pengkajian Pengembalian Sistem Pemerin­tahan Desa Kepada Pemerintahan Nagari di Sumatera Barat  tahun 1999 antara lain dikemukakan bahwa dengan dijadikannya jorong menjadi desa (Pemerintahan Desa), maka rasa banagari makin lama makin berkurang, termasuk pembi­naan adat juga tidak menjadi perhatian, kegotong-royongan mele­m­ah. Padahal aspek-aspek tersebut yang memperkokoh pemerintahan dan pembangunan di tingkat peme­rin­tahan terbawah.
Itu pulalah yang mendorong pemerintah daerah, DPRD dan dengan dukungan masyarakat Sumatera Barat serta adanya peluang peraturan perundangan, yaitu keluarnya Undang-Undang No 22 tahun 1999, untuk menetapkan peraturan daerah Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari yang diikuti pula oleh peraturan daerah kabupa­ten sebagai pelaksanaan pem­berlakuan pemerintahan nagari, maka mulailah pemerintahan desa diubah menjadi pemerintahan nagari, sehingga unit pemerintahan terendah di Sumatera Barat dikem­balikan menjadi nagari, di samping kelurahan yang ada di perkotaan.
Penataan kembali kepe­merin­tahan nagari berjalan baik, walau­pun dalam pelaksanaannya mema­kan waktu lebih kurang satu tahun. Berhasilnya kembali ke peme­rintahan nagari itu karena adanya dukungan penuh dari masyarakat dan tokoh tokoh masyarakat baik di daerah maupun di perantauan. Selanjutnya, pada tahun 2007, Perda No.9 tahun 2000 tersebut diganti dengan Perda Provinsi Sumatera Barat No. 2 tahun 2007, dimana materinya tidak jauh berbeda.
Kembali ke pemerintahan nagari atau menjadikan kembali nagari sebagai unit pemerintahan terendah tidak hanya sekadar perubahan kelembagaan, tetapi juga dimak­sudkan untuk menjalankan peme­rintahan berdasarkan prinsip-prinsip yang dianut dalam berna­gari (bana­gari) yang intinya adalah demo­kratis, kebersamaan dan keman­dirian. Prinsip prinsip ini belum dapat berjalan dengan baik, karena pembinaan kearah itu tidak intensif dilakukan.
Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan masih seperti yang dilaksanakan pada waktu sistem pemerintahan desa, karena itu terkesan hanya perubahan nama saja. Pemerintahan nagari lebih banyak menjalankan kebijakan pemerintah atas dari pada menum­buhkan kegiatan kegiatan sendiri dengan prakarsa pemerintah nagari bersama masyarakatnya.
Hal ini terjadi karena lembaga yang ada di nagari baik lembaga pemerintahan nagari maupun lembaga kemasyarakatan belum berfungsi sebagaimana mestinya, ataupun kerja sama antar­kelem­bagaan di nagari belum terjalin dengan baik. Potensi yang ada di nagari belum dimanfaatkan untuk menjadi peluang dalam membangun nagari, potensi tersebut dapat berupa alam maupun manusia, begitu pula kewenangan untuk memanfaatkannya belum diserah­kan oleh pemerintah kepada nagari.
Pada kondisi pemerintahan nagari sebagaimana yang dikemu­kakan di atas, beberapa kabupaten antara lain Kabupaten Padang Pariaman dan Pesisir Selatan melakukan pemekaran nagari, bahkan ada kabupaten yang meme­karkan nagari sama banyaknya dengan jumlah jorong/desa lama. Alasan yang dikemukakan antara lain karena wilayah nagari yang cukup luas, sehingga menyulitkan dalam menjalankan pemerintahan nagari terutama dalam memper­dekat pelayanan masyarakat. Hal lain juga karena adanya keinginan dari masyarakat untuk dimekarkan, ataupun juga untuk menampung bantuan pemerintah yang didasar­kan pada jumlah unit terendah ( walaupun ini baru rencana ).
Jika kita ikuti perkembangan pemerintahan nagari sampai saat ini, memang ada beberapa nagari sudah waktunya untuk diadakan suatu penataan kembali wilayah nagari sebagai unit pemerintahan terendah, hal tersebut disebabkan oleh karena penduduk nagari   telah ber­tambah jumlahnya dan untuk le­bih memperdekat pelayanan ma­syarakat. Kedua alasan ini saya kira yang dapat dijadikan pertim­bangan dalam melakukan pemeka­ran nagari, bukan karena untuk memperbanyak jumlah nagari guna memperoleh bantuan dari peme­rintah.
Dengan demikian, maka peme­karan nagari dapat dilakukan den­gan memperhatikan; 1). Penduduk nagari sudah melebihi jumlah  yang disyaratkan untuk satu desa yaitu 500 kepala keluarga atau 2500 jiwa; 2). Wilayah yang luas yang menyulitkan untuk melakukan pembinaan ataupun pemberian pelayanan oleh pemerintahan nagari; 3). Tidak akan menimbul­kan perpecahan hubungan kema­syara­katan ataupun hubungan adat  yang dianut oleh masyarakat; 4). Kehen­dak dan persetujuan dari masya­rakat dalam hal ini bukan hanya penduduk nagari tetapi juga dari anak nagari; 5). Kesepakatan atau persetujuan dari  niniak mamak ataupun Kerapatan Adat Nagari (KAN ); 6). Potensi  yang ada dan yang mungkin dapat digali untuk menghidupkan pemerintahan naga­ri, termasuk juga potensi sumber daya manusianya.
Sementara itu pemekaran nagari haruslah pula diikuti dengan; 1). Mendudukkan tentang KAN, teruta­ma yang berkaitan dengan kewe­nangannya dan hubungannya de­ngan pemerintahan nagari sehing­ga tidak terjadi dualisme kekuasaan dalam menyelenggarakan peme­rintahan; 2). Menyediakan fasilitas untuk menjalankan roda peme­rintahan, baik dalam bentuk kantor dan peralatannya, maupun dana operasional yang diperlukan; 3). Melakukan pembinaan yang lebih intensif khususnya bagi sumber daya manusia yang dipertang­gungjawab­kan untuk melaksanakan pemerin­tahan nagari; 4. Mendudukkan masalah aset nagari, seperti pasar nagari, masjid nagari, lapangan olahraga nagari, balai nagari, tanah/hutan nagari dan sebagainya sehingga tidak menimbulkan konflik; 5). Batas wilayah nagari yang dimekarkan diperjelas.
Sebagai kesimpulan, bahwa pemekaran nagari pada nagari-nagari tertentu sudah diperlukan karena itu pemekaran nagari  tidaklah dengan pertimbangan untuk  sekadar mendapatkan bantuan pemerintah, sehingga  persoalan sebagaimana yang diala­mi pada waktu jorong menjadi desa tidak terulang.
Pemekaran nagari hendaknya tidak menghilangkan karakteristik dari  sistem banagari yaitu demo­kratis, kebersamaan dan keman­dirian. Pemerintah kabupaten harus melakukan pembinaan yang lebih intensif pada nagari yang dime­karkan dan sekaligus menye­diakan dana untuk menyelenggarakan roda pemerintahannya. Usaha/langkah langkah untuk menyelesaikan asset nagari harus segera dilakukan dan  pembuatan pedoman hubungan antara lembaga KAN dengan pemerintahan nagari  segera disu­sun oleh pemerintah kabupaten  bersama pemuka adat.
Pemerintah provinsi sebagai  pembina penyelenggaraan peme­rintahan desa (nagari) sebagaimana yang digariskan pada pasal 98 Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang Desa, perlu menge­luarkan pedoman tentang peme­karan nagari di Sumatera Barat yang disesuaikan dengan kondisi Sumatera Barat, sehingga peme­karan nagari  sejalan dengan tujuannya yaitu memperlancar roda pemerintahan dan mempercepat pelaksanaan pembangunan.

RUSDI LUBIS
http://www.harianhaluan.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar