Featured Video

Rabu, 07 Maret 2012

UNAND BERULAH (LAGI)


Baru seumur jagung rektor baru Unand Werry Darta Taifur dilantik. Berbagai macam polemik dan kontroversi ber­munculan. Semakin tinggi suatu pohon semakin ken­cang angin menerjan­gnya. Rektor Unand saat ini pun pasti akan merasa “adem ayem” saja menanggapi keadaan yang terjadi saat ini jika memiliki pegangan seperti pepatah di atas.

Tentunya menjadi hot issue apapun permasalahan yang terjadi di Unand menjadi pembicaraan dan komsumsi publik. Unand adalah kampus besar di Sumatera dan tertua di luar Pulau Jawa. Dengan slogan “ untuk kedjajaan bangsa” dan visi menjadi world class university tentunya Unand tidak akan memasang dan mengambil langkah tang­gung-tanggung.
Apalagi intelektual alma­mater Unand menguasai ham­pir semua posisi stra­tegis di Sumbar. Ekspansi intelektual pun mulai merambah ke level nasional. Dari intelektual tua Unand atau intelektual muda Unand sudah mengisi pos-pos yang penting level nasional. Ada suatu keselarasan terjadi antara will and real jika melihat gambaran di atas.
Tak ada gading yang tak retak. Keindahan dan nilai jual tinggi pun pasti ada keku­rangannya. Dahulu kita per­nah dengar tentang persolan korupsi bus kampus Unand. Kasus yang saat ini hanya menghiasi lemari berkas di kejaksaan negeri padang yang berka­but. Ada juga kasus indikasi korupsi dana pengem­bangan institusi yang disingkat dana PI dan terakhir tentang peraturan rektor yang yang merupakan produk hukum yang represif dan berusaha mematikan kritik maha­siswa. Ketiganya sampai saat ini tidak ada kejela­sannya dan tidak ada niat untuk menye­lesaikan.
Kasus korupsi bus kampus masuk lemari berkas dengan alasan alat bukti yang tidak cukup. Sedangkan kasus dana PI yang sudah sempat menelan korban dengan san­ksi kepada empat orang maha­siswa dan membekukan se­buah lembaga mahasiswa, masih menjadi perdebatan yang hangat.
Unand meskipun ber­sta­tus BLU (Badan Laya­nan Umum) yang seharusnya mempublikasi laporan ke­ungan­nya setiap tahun namun tidak melakukannya (PP 23 tahun 2005). Namun semenjak tahun 2009 Unand menyan­dang status BLU tidak pernah melak­ukan itu sekalipun. Dan ketika diminta dengan lan­dasan UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Infor­masi Publik Unand juga menolak. Unand berdalih karena KIP tidak menjangkau perguruan tinggi negeri. Pada­hal UU KIP menjangkau seluruh instansi yang mem­peroleh sumber dana seluruh atau sebagaian dari APBN atau menghimpun dana dari masyarakat.
Sedangkan kasus peratu­ran rektor baru sampai jawa­ban seorang birokrat. Akan di bahas lagi ditataran senat (titik). Meskipun taka­nan kuat berdatangan dari luar dan dalam untuk men­cabutnya. Namun sampai saat ini hanya terdiam. Tidak ada tanda-tanda akan dicabut.
Itu segelintir persoalaan yang menjadi pekerjaan ru­mah dari rezim yang lama. Semua­nya harus cepat terselesaikan jika memang ingin mendapat status world class university. Rezim memang telah berganti. Rezim baru menjadi hara­pan membuat langkah-langkah gebrakan dan progresif. Tapi diragukan jika permasalahan ini telah menja­di perma­salahan yang terinstitusi.
Persoalan Baru
Belum selesai masalah lama timbul lagi masalah baru. Pekerjaan rumah terha­dap kasus indikasi korupsi bus kampus, indikasi korupsi dana PI dan peraturan rektor belum juga selesai. Rektor baru saat ini malah mengambil kebija­kan baru dan kontro­versi. Dengan landasan dari pera­turan Rektor No 7 tahun 2011 untuk mandrop out ( DO ) mahasiswa yang telah lewat masa kuliah empat semester dan maha­siswa angkatan 2009 yang tidak lulus 40 sks dan tidak mencukupi IPK minimal 2.00.
Di satu sisi kebijakan ini adalah kebijakan yang baik untuk meningkatkan kualitas dan mutu Unand. Di sisi lain kebijakan ini adalah kepu­tusan yang tergesa-gesa de­ngan tidak mengoreksi diri dan mempertimbangkan sisi kema­nusian. Unand tanpa ada aba-aba langsung memblokir pem­bayaran SPP dan pengi­sian KRS mahasiswa yang berma­salah. Setelah itu mem­biarkan mahasiswa terom­bang-ambing tidak jelas status dan nasib­nya selama kurang lebih satu bulan.
Meskipun dalam pasal 66 Peraturan Rektor no 7 tahun 2011 tersebut apabila melang­gar akan dikenakan DO. Namun saat ini Unand tidak memberlakukan hal tersebut. Unand hanya mener­bitkan surat edaran yang menye­butkan anjuran untuk mengu­rus kepindahan kalau tidak akan di DO pada waktu yang diten­tukan. Meski­pun persoa­lan mahasiswa yang melewati batas kuliah empat belas semester telah selesai, tapi permasalahan DO untuk ma­ha­siswa angakatan 2009 mengundang perhatian.
Sebab di sini Unand malah berusaha mengene­ralisir per­soa­lan. Padahal seharusnya persoa­lan ini adalah masalah individu yang mestinya meng­guna­kan pendekatan per­suasif. Tidak hanya itu Unand juga tidak berkaca pada diri sendiri. Mahasiswa menge­luhkan berbagai macam per­soalan yang berbeda. Mulai dari sistem ICT, dosen yang tidak masuk dan bertindak konvensional dengan slogan nilai A untuk Tuhan, B untuk saya setelah itu silahkan kalian perebutkan.
Itu persoalan dari sisi akademik. Bagaimana per­soa­­lan mahasiswa yang berasal dari luar kampus. Seperti kuliah sambil kerja, kesulitan ekonomi keluarga mahasiswa atau melakukan studi di dua tempat. Itu hanya segelintir persoalan individu mahasiswa. Lang­kah Unand dengan me­nge­­neralisir adalah langkah tidak cerdas. Unand harus mengenal individu perin­dividu sebelum mene­tapkan kebija­kan. Sebab kualitas sesung­guhnya tidak ternilai oleh kuantitas semata.
Selama ini mahasiswa tidak merasakan peran yang kuat dari bidang kema­ha­siswaan baik pemban­tu rek­tor, pembantu dekan dan kepala sub bagian kemaha­siswaan. Selama ini kita didengungkan bahwa sekolah adalah rumah kedua dan guru sebagai orang tua  selain di rumah. Namun jika melihat kehidupan di perguruan tinggi, kebanyakan terjadi adalah hubungan antara buruh dan majikan. Miris!
Tapi lucunya Unand seper­tinya tidak konsisten dengan peraturan yang dibuat. Sebab tarik ulur masalah DO masih terjadi. Padahal pertauran tersebut sangat tegas pasal­nya.
Di tambah dengan tawa­ran pengurusan pindah bagi mahasiswa yang ber­masalah. Unand sepertinya terlihat takut juga mela­kukan DO lebih kurang 200 orang maha­siswa. Sebab melakukan DO sebanyak itu orang akan mnyoroti Unand dan besar kemungkinan preseden buruk  akan menghinggapi Unand.
Habis Manis Sepah Dibuang
Mayoritas penduduk Indo­nesia pada umumnya ekonomi menengah kebawah. Jadi biaya pergu­ruan tinggi tergo­long mahal bagi mayo­ritas masya­rakat Indonesia.
Unand sepertinya mem­per­lakukan mahasiswa seperti tebu. Sete­lah di hisap manis­nya (uang masuk, SPP, dll) setelah itu merasa tidak dibutuhkan lagi ma­hasiswa tersebut pun di buang seperti sepah (ampas). Mari kita lihat sejauh mana Unand akan melakukan tinda­kan yang untuk me­wujudkan slo­gan serta visi dan misinya.  Salam pe­rubahan!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar