Featured Video

Jumat, 01 Juni 2012

WARUNG REMANG MEMANG DIBEKING MARINIR-KWAK BANTAH PERNYATAAN PANGLIMA TNI AL



Pro­ses dan pemeriksaan ter­hadap 11 orang prajurit marinir Lantamal II Padang, yang diduga terlibat langsung dalam aksi kekerasan dan perampasan alat per­leng­kapan kerja jurnalistik, Se­lasa (29/5) lalu, terus di­perdalam Polisi Militer (POM) Lantamal II Padang.
Dari hasil pemeriksaan sementara, satu orang marinir terbukti membeking kegiatan mesum di pondok-pondok di seputaran Bukit Lampu, Bungus, Padang.

Kepala POM TNI AL G. Gultom mengakui, memang ada oknum marinir AL yang membeking usaha warung remang-remang di Bukit Lampu. Pembeking inilah yang menjadi biang kerok dari tragedi penyerangan terhadap sejumlah warga dan war­tawan yang sedang berada di lokasi penggusuran warung remang-remang oleh Satpol PP bersama warga dan SK4.
“Pemeriksaan terhadap 11 orang prajurit yang menjadi tersangka tragedi Bukit Lampu, Selasa (29/5) lalu masih terus dikembangkan. Hasilnya, satu orang memang positif pembeking warung remang-remang tersebut,” kata Gultom kepada Haluan Kamis (31/5) di ruang kerjanya di Lantamal II Padang.
Ia juga mengatakan beberapa tersangka memang mengakui me­laku­kan penganiayaan terhadap warga dan wartawan. Namun, belum ada yang mengaku melaku­kan pengrusakan inventaris war­tawan yang sedang meliput.
“Kita akan terus melakukan pengembangan dan meminta kete­rangan dari tersangka. Sebagian dari mereka memang mengakui telah memukul warga dan war­tawan, namun untuk pengrusakan keterangan mereka masih mera­gukan,” papar Gultom lagi.
Untuk proses lebih lanjut, POM TNI AL dibantu oleh 4 orang dari Mabes TNI AL di Jakarta yang dipimpin Letnan Kolonel Suaf Yanu. Tim ini akan langsung bekerja mengumpulkan data dan investigasi perihal tragedi Bukit Lampu ini.
“Kasus ini akan kita selesaikan secara transparan dan setuntas-tuntasnya. Tidak ada sedikitpun yang disembunyikan. Anggota TNI tidak kebal hukum, bagi mereka yang bersalah akan diproses melalui hukum juga. Lagi pula tindakan oknum marinir ini telah memalukan institusi TNI AL,” jelas Sauf Yanu.
Sementara itu, Komandan Lantamal II Brigjen (Mar) Gatot Subroto mengakui ada beberapa oknum TNI AL yang melakukan pembekingan di beberapa jenis usaha di beberapa tempat di Kota Padang, tidak hanya di Bukit Lampu saja.
“Untuk pembekingan yang dilakukan oleh TNI AL memang ada dan masih ada beberapa anggota TNI AL yang membekingi beberapa tempat usaha. Tapi itu dilakukan untuk pengamanan si pengusaha dan jenis usahanya saja,” kata Gatot tanpa merinci lebih jauh.
Untuk ke depan, tambah Gatot Subroto, Lantamal II akan mem­bersihkan dan melarang seluruh anggotanya dari pembekingan dan jasa pengamanan. Selain rentan dengan ancaman, tugas tambahan tersebut dirasa akan menurunkan kinerja pasukan TNI AL untuk menjaga kestabilan laut dan NKRI.
“Saya berjanji akan mem­bersihkan seluruh anggota TNI AL Lantamal II dari pembekingan tempat usaha dan pengamanan pengusaha,” ucap Gatot Subroto.
Ditambahkannya, jika ada rencana pemerintah Kota Padang untuk melakukan pembersihan tempat maksiat maupun kafé-kafé yang tidak memiliki izin di daerah Teluk Bayur hingga Bungus, pihak TNI AL akan sepenuhnya membantu jika diminta.
Bantah Pernyataan Panglima TNI AL
Sementara itu, Koalisi Warta­wan Anti-Kekerasan (KWAK) Sum­bar yang terdiri dari  elemen wartawan antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI Padang), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumbar, dan Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sumbar, PWI Sumbar serta wartawan korban kekerasan lainnya, membantah keras pernyataan Panglima TNI Lak­samana Agus Suhartono, bahwa insiden kekerasan yang terjadi antara anak buahnya terhadap enam orang wartawan sudah selesai.
“Tidak ada perdamaian, kita bertemu Danlantamal bukan mela­kukan perdamaian tetapi menyam­paikan tuntutan agar kasus pemu­kulan wartawan oleh oknum mari­nir diungkap secara hukum dan trans­paran,” ujar Hendra Makmur, Ketua AJI Padang kepada Haluan, Kamis.
Dalam surat pernyataan KWAK yang dikirimkan ke perlbagai media massa itu, disebutkan, kekerasan yang dialami 6 jurnalis di Sumbar merupakan pelanggaran UU Pers dan hukum pidana yang tidak mengenal istilah’damai’.  Pernyataan Panglima sebagaimana dikutip media tersebut tendensius dan memperkeruh keadaan, karena merupakan klaim sepihak, tidak sesuai dengan kenyataan dan bertendensi melakukan kebohongan publik.
“Tidak pernah ada kata damai untuk kekerasan pada jurnalis,” tegas Hendra Makmur.
Budi Sunandar, wartawan Glo­bal TV yang menjadi korban paling parah dari aksi pemukulan marinir juga membantah melakukan perda­maian dengan pihak AL. “Tidak benar saya berdamai. Danlantamal Gatot Subroto memang datang ke rumah saya sebagai bentuk simpati dan minta maaf. Bukan berdamai,” ujar Budi Sunandar.
Ia sendiri tak menginginkan adanya perdamaian tanpa proses hukum. “Ini harga diri saya dan profesi saya. Tidak semudah itu berdamai.” (h/ang/naz)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar