Featured Video

Senin, 02 Juli 2012

SINERGITAS PARPOL DAN URANG AWAK, MANGGALEH



Julukan di mana-mana ada urang awak seperti menemukan pembenarannya. Di mana ada ada keramaian, di situ ada urang awakmenggelas. Momentum apa saja dimanfaatkan untuk menggelas. Tak di kaki lima saja, di arena pertemuan partai politik pun dijadikan peluang untuk meraup uang. Jiwa dagang memang kental mengalir pada urat nadinya.

Pada Rapimnas (Rapat Pimpinan Nasional) III Partai Golkar di Aston Hotel Bogor, Jumat (29/6)  lalu dengan agenda penetapan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden RI tahun 2014, ratusan pedagang yang umumnya berasal dari Minang berjejer di emperan hotel menjual berbagai atribut partai, asesoris, dan minyak perkasa lelaki. Para pedagang ini umumnya yang telah biasa berjualan di Senen Jakarta.
Uniknya, mereka ini menjajal ke seluruh kota di Indonesia mulai dari Sabang hingga Maraoke sepanjang acara partai politik itu dinilainya ramai dan masuk dalam hitungan bisnisnya.
“Kami harus terus pasang kuping, dimana saja ada agenda partai politik berkumpul seperti Rapimnas III ini kami datang untuk mengais rezeki dengan berdagang. Tidak hanya pertemuan pertemuan di ibu kota saja, tetapi hadir diseluruh kota di Indonesia “ kata Zainal yang bertemu Haluan saat berdagang di emper hotel Aston, Jumat lalu.
“Panitia acara mengizinkan pedagang berjualan di arena rapat tersebut. Bahkan juga disediakan tenda-tenda, nasi kotak untuk makan siang tanpa dipungut biaya, kecuali biaya kebersihan,” tambah Zainal, urang awak yang biasanya menggalas atribut partai  politik di Proyek Senen Jakarta.
Namun tak selamanya berjua­lan berjalan dengan lancar-lancar saja tanpa ada halangan. Malah, di kampung sendiri, Padang, ketika Rakornis Sumatera I di Pangeran Beach Padang beberapa waktu lalu, para pedagang yang nota bene umumnya “urang awak “ sempat kaget dan terkejut. Pasalnya, panitia meminta sewa sepetak tenda ukuran sekitar 1,5 meter X 4 meter sebesar Rp1 juta. Kalau tidak membayar, pedagang dilarang menggalas di sana.
“Kami yo tapaluah. Lah di kampuang awak bana nan mam­bayia. Di Papua sajo perai, malah dapek pulo makan nasi kotak,” keluh Budi dengan logat Minangnya yang kental. Ia jadi heran, mengapa di kampung sendiri malah diminta bayaran.
Bagi mereka, membayar untuk berdagang pada acara acara seperti Rapimnas Partai Golkar adalah hal biasa. Namun sangat menya­yangkan ketika oknum panitia berpakaian seragam atribut partai yang seolah memaksa agar mem­bayar. Mereka minta sewa Rp 1 juta untuk lapak ukuran sekitar 1,5 meter X 4 meter. Bahasanya juga jauh dari tatanan orang Minang yang dikenal bersopan santun.
“Kalau kalian ndak ka­barun­tuang manga mangaleh siko, tutuik sajolah,” kata Zainal dan Budi menirukan ucapan panitia Rakornis di Pangeran Hotel Padang tersebut.
Dengan nada sedikit emosi, para pedagang itupun sepertinya ingin melampiaskan kekesalannya. Mere­ka ingin bertemu ketua DPD II Partai Golkar Kota Padang Wahyu Iramana Putra yang kata mereka ikut dalam kepanitiaan Rakornis Partai Golkar di Hotel Pangeran. “Kami ingin ketemu mereka di sini,” kata mereka berdua serempak. Namun belum diketahui apakah mereka berhasil menemui Wahyu.
Ketua Umum DPP KUKMI pusat HM Azwir Dainy Tara yang ditanya terkait usaha kecil yang memanfaatkan momen rapat dan pertemuan partai ini menyatakan,  ikut mendorong usaha seperti ini. Mereka berjualan atribut pakaian dan datang ke tempat acara. Ini  selain menguntungkan bagi mereka juga memudahkan kader Partai mendapatkan atribut.
“Tentunya, panitia seyogyanya memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengais rezeki di acara itu. Jika perlu dibantu karena mereka adalah rakyat kita apalagi berasal dari UMKM harus didorong pertum­buhannya,” kata Azwir Dainy Tara
Terkait sikap panitia Rakornis Partai Golkar di Hotel Pangeran Padang yang disampaikan pedagang urang awak di Senen itu, menurut Ketua Umum DPP KUKMI pusat ini tidak sepantasnya terjadi. Jika benar apa yang disampaikan pedagang tersebut, itu artinya akan merusak citra oknum panitia dan  pengurus DPD II Partai Golkar Kota Padang, dan juga merusak tatanan sopan santun masyarakat Minang, ke depan hal hal seperti itu tidak perlu terulang lagi, ujar Azwir.
Menurut beberapa pedagang tersebut, umumnya pedagang yang datang berasal dari Proyek Senen. Mereka menjual eceran dan juga sering mendapat orderan yang cukup lumayan. “Alhamdulillah terkadang banyak laku dan terkadang sekadar pulang pokok saja,”  kata mereka. (Laporan Irwan DN)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar