Panik luar biasa. Ratusan orang berteriak memanggil-manggil, tapi tak ada sahutan dari dalam rumah gadang itu. Asap hitam terus membubung, percikan bunga api berpendar di udara. Malam kian larut, api kian besar. Akhirnya tak ada yang tersisa. Penghuni rumah, seorang nenek yang selama hidupnya gesit dan riang, telah tiada.
Tek Suma muncul asap pekat. Yel pun panik apalahi jarak rumahnya dari lokasi kebakaran hanya 3 meter.Nenek itu, Asma atau Tek Suma (76) warga Jorong Caruak Nagari Koto Tuo, Kecamatan IV Koto, Agam tewas terpanggang di rumah gadanngnya sendiri. Urang tuo suku Pili ini sudah tinggal di rumah itu sejak 20 tahun lalu. Jasad Tek Suma ditemukan sudah hangus di atas dipan yang dipakainya semasa hidup untuk melepaskan lelah dan kantuk.
Masyarakat Jorong Caruak tersentak begitu mengetahui kejadian tersebut. Terutama Yel (40) salah seorang kerabatnya. Berawal saat ia dibangunkan seorang anaknya Roni pada Kamis (11/10) sekitar pukul 23.00 WIB. Rupanya di rumah
Masyarakat Jorong Caruak tersentak begitu mengetahui kejadian tersebut. Terutama Yel (40) salah seorang kerabatnya. Berawal saat ia dibangunkan seorang anaknya Roni pada Kamis (11/10) sekitar pukul 23.00 WIB. Rupanya di rumah
“Iyo bana pakek asok nan kalua dari rumah gadang, tangah malam kami basorak manjagoan dunsanak,” ungkap Yel yang masih terlihat lelah.
Warga pun bergotong royong berupaya memadamkan api yang sudah mulai membesar. Tek Suma pun diimbau-imbau di tengah kepungan asap yang telah membakar dinding dan atap rumah. Apa daya, entah Tek Suma sudah pingsan akibat asap atau tidak mendengar sama sekali karena terlelap tidur. Akhirnya imbauan dan pekikan warga membangunkan nenek yang dikenal baik oleh warga sehari-hari tak membuahkan hasil.
Harapan agar ada suara jawaban dari Tek Suma dibalik pintu yang sering dipalangnya akan tidur pupus seiring api meruntuhkan rumah tersebut.
Sembari memadamkan api secara manual, masyarakat terus memanggil manggil Tek Suma. Beruntung ada tabek dekat rumah ini. Jadi sebelum mobil pemadam datang, masyarakat terus berusaha memadamkan api dengan mengambil air dari tabek tersebut. Kemudian mobil pemadam Agam dan Bukittinggi datang, api pun bisa dipadamkan sekitar pukul 02.00 WIB. Namun Rumah Gadang itu sudah runtuh, Tek Suma pun ditemukan terbujur di atas tempat tidur kamar tengah.
Kemudian tubuh kaku nenek ini dievakuasi. Jasad nenek disemayamkan di mesjid Jamiatul Umah dalam keadaan sebelah kakinya dari bagian lutut ke telapak kaki belum ditemukan.
“Beliau menjelang Magrib sebelum kejadian masih terlihat memberi makan ayam-ayamnya, sebelumnya pun Tek Suma pergi ke Payakumbuh ke tempat salah seorang kerabatnya untuk menjemput uang qurban. Karena tradisi di sini, walaupun jauh merantau tetapi berkorban tetap di kampung halaman,” terang Yel.
Sebelum jasad wanita malang ini dikuburkan di pandam pekuburan suku Pili, beberapa anak Tek Suma yang merantau ke Bogor, Medan dan Pelembang ditunggu kehadirannya.
Meski merantau, namun kasih sayang ke mande yang ditinggal jauh ini tetap tidak hilang. Salah seorang anaknya Zainal Piliang sehari-hari wartawan Sriwijaya Post) telah tiba di kampungnya. Zainal sangat terpukul atas peristiwa itu. Saat peristiwa terjadi, Zainal sedang ikut acara pertemuan redaktur budaya surat kabar se Indonesia di Jakarta.
Menurut dia, sebelum Tek Suma pergi untuk selamanya, mande ini telah dibelikan televisi dan parabola oleh anak-anaknya agar bisa menikmati istirahat sambil menonton acara televisi yang diinginkannya.
“Beliau memang ingin tinggal di kampung ini, walaupun diajak oleh anaknya merantau tidak mau,” ungkap Yel sambil melihat bangkai rumah gadang yang sudah tersandar ke rumahnya.
Menurut kabar, setela anak anaknya datang, usai Shalat Jumat Tek Suma pun dishalatkan untuk kemudian dihantarkan ke peristirahatan terakhirnya. Rumah Gadang yang sudah rancak semenjak dihuni Tek Suma ini kini tinggal tapaknya, penghuninya juga pergi untuk selamanya.(*)
Warga pun bergotong royong berupaya memadamkan api yang sudah mulai membesar. Tek Suma pun diimbau-imbau di tengah kepungan asap yang telah membakar dinding dan atap rumah. Apa daya, entah Tek Suma sudah pingsan akibat asap atau tidak mendengar sama sekali karena terlelap tidur. Akhirnya imbauan dan pekikan warga membangunkan nenek yang dikenal baik oleh warga sehari-hari tak membuahkan hasil.
Harapan agar ada suara jawaban dari Tek Suma dibalik pintu yang sering dipalangnya akan tidur pupus seiring api meruntuhkan rumah tersebut.
Sembari memadamkan api secara manual, masyarakat terus memanggil manggil Tek Suma. Beruntung ada tabek dekat rumah ini. Jadi sebelum mobil pemadam datang, masyarakat terus berusaha memadamkan api dengan mengambil air dari tabek tersebut. Kemudian mobil pemadam Agam dan Bukittinggi datang, api pun bisa dipadamkan sekitar pukul 02.00 WIB. Namun Rumah Gadang itu sudah runtuh, Tek Suma pun ditemukan terbujur di atas tempat tidur kamar tengah.
Kemudian tubuh kaku nenek ini dievakuasi. Jasad nenek disemayamkan di mesjid Jamiatul Umah dalam keadaan sebelah kakinya dari bagian lutut ke telapak kaki belum ditemukan.
“Beliau menjelang Magrib sebelum kejadian masih terlihat memberi makan ayam-ayamnya, sebelumnya pun Tek Suma pergi ke Payakumbuh ke tempat salah seorang kerabatnya untuk menjemput uang qurban. Karena tradisi di sini, walaupun jauh merantau tetapi berkorban tetap di kampung halaman,” terang Yel.
Sebelum jasad wanita malang ini dikuburkan di pandam pekuburan suku Pili, beberapa anak Tek Suma yang merantau ke Bogor, Medan dan Pelembang ditunggu kehadirannya.
Meski merantau, namun kasih sayang ke mande yang ditinggal jauh ini tetap tidak hilang. Salah seorang anaknya Zainal Piliang sehari-hari wartawan Sriwijaya Post) telah tiba di kampungnya. Zainal sangat terpukul atas peristiwa itu. Saat peristiwa terjadi, Zainal sedang ikut acara pertemuan redaktur budaya surat kabar se Indonesia di Jakarta.
Menurut dia, sebelum Tek Suma pergi untuk selamanya, mande ini telah dibelikan televisi dan parabola oleh anak-anaknya agar bisa menikmati istirahat sambil menonton acara televisi yang diinginkannya.
“Beliau memang ingin tinggal di kampung ini, walaupun diajak oleh anaknya merantau tidak mau,” ungkap Yel sambil melihat bangkai rumah gadang yang sudah tersandar ke rumahnya.
Menurut kabar, setela anak anaknya datang, usai Shalat Jumat Tek Suma pun dishalatkan untuk kemudian dihantarkan ke peristirahatan terakhirnya. Rumah Gadang yang sudah rancak semenjak dihuni Tek Suma ini kini tinggal tapaknya, penghuninya juga pergi untuk selamanya.(*)
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar