Featured Video

Selasa, 27 September 2011

MENGURUS SEKTOR WISATA BELAJARLAH KE SAWAHLUNTO


Jika hanya membicarakan Kota Sawahlunto beroleh award dari Menbudpar tahun ini karena terpilih sebagai kota pengembang pariwisata terbaik nasional, sungguh terasa sempit spektrumnya untuk tajuk rencana ini. Tetapi apabila kita posisikan bahwa apa yang dicapai oleh Kota Sawahlounto itu sebagai sebuah upaya kerja keras pengelola kota untuk mengangkat kotanya dari ‘bukan apa-apa’ menjadi ‘apa’, maka patutlah kita membawa prestasi ini sebagai pelecut semangat kota-kota lain di Sumatera Barat.

Tadinya SSawahlounto tidak masuk dalam daftar kota tujuan wisata utama di Sumatera Barat, sehingga di masa Pemerintahan Gamawan Fauzi, Kota Sawahlunto tidak didominasikan sebagai satu dari tujuh daerah (Pessel, Pariaman, Agam, Bukittinggi, Kabupaten Solok, Tanah Datar dan Padang Panjang) yang perlu perhatian ekstra bagi pengembangan pariwisatanya.
Tapi Amran Nur ternyata bukan sembarang Walikota. Ia bersama segenap tim birokrasi di Balaikota Sawahlunto tidak mau kalah menyerah hanya karena Sawahlounto dianggap sebagai daerah enclave dimana orang harus bersengaja datang ke kota itu untuk berwisata. Secara geografis Sawahlunto memang tidak berada di pinggir jalan utama.
Apa yang dilakukan Amran Nur kemudian perlu menjadi inspirasi bagi daerah lain. Ia mau belajar dan menyerahkan pengelolaan kepada ahlinya. Ia mau menerima masukan dari orang-orang yang memberi perhatian kepada kota itu.
Kreatifitas, itulah yang amat berlebih di Sawahlunto di bawah Amran Nur. Permandian berupa kolam renang yang pernah dipakai untuk iven lomba renang, kemudian disulap menjadi sesuatu yang punya daya pikat. Amran Nur mendirikan waterboom. Jelas bukan untuk gagah-gagahan, tetapi Amran yakin bahwa untuk mengundang orang datang ke Sawahlunto begitu saja tidak mungkin, mesti ada yang memikatnya. Waterboom adalah hal baru pada lima tahun silam itu. Benar saja, baru saja dibuka, tumpah ruah pengunjung ke sana dan kemudian membuat Sawahlunto jadi trend setter  dimana daerah-daerah lain seperti Padang Panjang, Agam, Tanah Datar, Padang Pariaman berlomba pula membuat hal serupa. Tapi Sawahlunto tidak tergerus, dan tetap mengupdate setiap potensi wisata yang ada di sana.
Pengembangan sektor pariwisata di ‘Kota Arang’ memang diupayakan dari segala bidang. Pembangunan yang dilakukan, seolah mengarah ke satu arah, yaitu pariwisata. Sebut saja, pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur jalan, yang mengarah untuk mendukung pariwisata.
Sawahlunto yang semula hidup dari potensi kandungan batubara, waktu itu tidak lagi menjanjikan. Tambang batu bara tidak bisa lagi dilakukan dengan sistem terbuka. Sementara, untuk melakukan tambang dalam, menuntut teknologi canggih dan investasi besar. Akibatnya, sebagian penduduknya mulai berpindah ke daerah lain.
Namun, kondisi mulai terasa berubah. Ketika setapak demi setapak, perwujudan visi dan misi Sawahlunto untuk menjadi daerah tujuan wisata tambang berbudaya, mulai digerakan oleh Amran Nur.
Didukung legislatif sebagai pembahas anggaran, satu persatu kawasan bekas tambang berubah menjadi objek wisata. Sebut saja, kawasan Kandih Resort, Danau Tandikek, Taman Satwa, lapangan pacuan kuda, areal road race, dan motocross.
Tidak hanya bekas tambang, potensi gedung peninggalan Belanda dan pemukiman kota lama juga ditata kembali, tanpa mengurangi nilai sejarahnya. Lapangan segitiga yang dulu tidak ada apa-apanya, kini sudah menjadi tujuan warga setiap sorenya untuk bersantai.
Kerja keras membangun sektor pariwisata inilah yangn kemudian berbuah penghargaan berupa The Best Achie­vement Award. Penghargaan sebagai daerah pengem­bang pariwisata terbaik itu, diberikan langsung Menteri Budaya dan Pariwisata Jero Wacik kepada Walikota Sawahlunto, Amran Nur, di Mangga Dua Square, Sabtu (24/9) malam.
Maka sesungguhnya, membangun pariwisata mesti punya mimpi dan imajinasi juga. Amran adalah tipe Walikota yang senantiasa bermimpi. Dan ia bertekad mewujudkan mimpinya dengan cara merumuskan sebaik mungkin gagasannya lalu diterjemahkan oleh orang di sekitarnya.
Inilah sebenarnya yang terpenting bagi daerah loain di Sumatera Barat. Tidak hanya soal tiru meniru. Tetapi bagaimana kita melahirkan hal-hal baru yang membuuat daya kejut bagi para pelancong untuk melihat ke kota tertentu. Daerah lain bukan tak ada yang hebat di Sumatera Barat, tapi rasanya dari waktu ke waktu tidak banyak terlihat kreatifitas dan pembaruan. Sehingga hanya pengulangan-pengulangan dan tidak pernah di update. Jam Gadang memang tidak perlu diubah, tetapi coba pikirkan apa yang harus dibuat agar orang rindu terhadap jam Gadang? Di situ diuji kreatifitas pemimpin kota.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar