Featured Video

Sabtu, 01 Oktober 2011

63 TAHUN HARIAN HALUAN


Bertepatan dengan peri­ngatan Hari Kesaktian Pan­casila, hari ini, Sabtu, 1 Oktober 2011, Harian Ha­luan yang tengah Anda ba­ca ini, juga merayakan Hari Ulang Tahunnya yang ke-63.
Mengapa hari ini? Kena­pa tidak 1 Mei atau 1 De­sember peringatan ulang tahun Haluan ?
Pilihan 1 Oktober, sesungguhnya adalah sebuah jalan tengah. Jalan tengah yang didasari fakta dan argumentasi jelas, tentunya.
Adalah tersebab semasa manajemen lama soal hari jadi Haluan ini tidak terlalu diper­soalkan benar. Dari warih nan bajawek secara generatif, ada perbedaan penafsiran tanggal. Yang pertama tanggal 1 Mei 1948 yang kedua adalah 1 Desember 1948. Namun, setelah ditelusuri, kedua informasi itu, ternyata tidak didukung data yang sahih, termasuk tanggal berapa sebenarnya di bulan Mei atau Desember itu, Haluan terbit pertama kali.

Suryadi, pengajar di Universitas Leiden, Belanda yang dimintai bantuan, melacak dokumen Haluan yang tersimpan di Museum Leiden, juga tidak menemukan edisi perdana Harian Haluan. Koran Haluan memang ada di Leiden, tapi terbitan pertama itu, tidak ditemukan. Yang ditemukan adalah terbitan bulan Februari 1949. Karena jadwal terbit ketika Agresi Belanda II acap terputus-putus, sulit juga melacak dengan cara mengurut nomor pener­bitan. Namun yang lebih bisa dipertanggungjawbakan adalah tahun terbitnya, 1948.
Akhirnya, untuk menghindari polemik apakah di bulan Mei atau bulan Desember, Haluan terbit perdana, manajemen baru dalam sebuah rapat terbatas di Kantor Haluan, Padang, Juli lalu, me­mutuskan; Ulang Tahun Haluan diperingati setiap tanggal 1 Oktober.
Tanggal 1 Oktober 2010 dipilih karena pada saat itulah, manajemen lama, keluarga H Kasoema, secara resmi menyerahkan pengelolaan Harian Haluan kepada H Basrizal Koto.
Meski secara formal sudah beralih manajemen, namun, surat kabar Haluan secara teknis sampai tanggal 30 Oktober 2010, masih tetap diterbitkan awak lama.
Barulah 1 November 2010, awak Haluan dengan manajemen baru, mengelola secara penuh penerbitan Haluan. Halaman ditambah. Tata wajah pun diperbarui. Isi pun disegarkan. Harapannya, tentulah, Haluan kembali menjadi koran kebanggaan masyarakat Sumatera Barat.
***
Mulai Senin 1 November 2010, surat kabar Harian Umum Haluan (Padang) terbit di bawah penerbit dan manajemen baru. Bersamaan dengan itu, dua surat kabar harian yang sebelumnya sudah diterbitkan oleh kelompok Basko Group ini, yakni Harian Riau Mandiri di Pekanbaru dan Harian Sijori Mandiri di Batam, juga berganti nama menjadi Haluan Riau (Pekanbaru) dan Haluan Kepri (Batam).
Pengambilan Harian Umum Haluan oleh Basko Group adalah sebuah proses keberlanjutan sejarah pers bukan hanya di Sumatera Barat atau di bagian tengah Sumatera, tetapi bagian dari sejarah pers di Indonesia. Surat kabar ini adalah satu dari tak cukup sebilangan jari dua tangan jumlah surat kabar tertua di Indonesia yang terbit antara tahun 1945 hingga tahun 1950 –semasa Revolusi Kemerdekaan.
Selain Haluan, koran tua lainnya di Indonesia yang masih eksis sampai kini antara lain Waspada (terbit sejak 1947, Medan), Kedau­latan Rakyat (Yogya, 1945), Pedo­man Rakyat (Makassar, 1949), dan Suara Merdeka (1950, Semarang). Beberapa lainnya, seperti Harian Merdeka (Jakarta) dan Surabaya Post (Surabaya) sudah tidak terbit lagi.
Surat kabar Haluan terbit pertama kali di Bukittinggi tahun 1948, ketika kota tersebut mempunyai posisi sangat penting selama perjuangan semasa Perang Kemerdekaan (1945-1949). Di samping merupakan ibukota Keresidenan Sumatera Barat, pada waktu Bukittinggi juga meru­pakan ibukota Provinsi Sumatera Tengah (mencakup Sumbar, Riau, Jambi) dan tempat kedudukan Komisariat Pemerintah Pusat RI untuk wilayah Sumatera. Bukittinggi sempat pula menjadi ibukota kedua RI setelah Yogyakarta selama Wakil Presiden Bung Hatta berkantor di Bukittinggi untuk memimpin perjua­ngan di Sumatera antara pertengahan tahun 1947 hingga awal tahun 1948. Bahkan, setelah Ibukota RI Yogya­karta diduduki Belanda dan Presiden serta Wakil Presiden—Bung Karno dan Bung Hatta—ditawan Belanda, di Bukittinggi pulalah lahirnya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang kemudian menjadi “penyambung nyawa” Repu­blik Indonesia yang baru merdeka.
Dengan demikian, kelahiran Harian Haluan yang pertama kali diterbitkan oleh Kasoema dkk. berkaitan erat dengan sejarah perjuangan ke­mer­dekaan bangsa Indonesia. Redaksi surat ka­bar ini baru pindah ke Padang akhir tahun 1949 bersamaan dengan proses Pe­nyerahan Kedaulatan RI dari Ke­rajaan Belanda dan berakhirnya Perang Kemerdekaan selama lima tahun.
Sepuluh tahun setelah kela­hirannya, Harian Haluan pernah dibredel oleh rezim yang berkuasa karena sikap koran ini yang dianggap mendukung pergolakan daerah sebelum meletusnya Peristiwa PRRI/Permesta. Pada masa itu, dewan-dewan daerah yang muncul di Indonesia –didahului Dewan Banteng di Sumatera Tengah—menuntut perbaikan menyeluruh terhadap praktek penyelenggaraan negara di segala bidang. Termasuk yang dituntut adalah dilaksanakannya otonomi daerah, pembagian keuangan yang adil antara pusat dengan daerah, dibentuknya Dewan Senat untuk mewakili daerah-daerah di tingkat nasional, serta dikembalikannya kepemimpinan Dwitunggal Soekarno-Hatta. Harian Haluan terbit kembali sepuluh tahun kemudian, persisnya sejak tahun 1969. Segera setelah itu, surat kabar ini kembali berkibar sebagai surat kabar terbesar dan berpengaruh di Sumatera bagian tengah dan beredar luas bukan hanya di Sumatera Barat tetapi sampai ke Riau, Jambi dan Bengkulu.
Harian Haluan mengalami ke­munduran sejak satu dekade terakhir, terutama setelah ditinggal pendirinya H. Kasoema yang mening­gal tahun 2001. Selain, mungkin, menghadapi masalah manajemen, dan makin ketatnya persaingan media massa, surat kabar ini mengalami pasang surat juga disebabkan terlam­batnya regenerasi sumber daya manusia dan teknologi penerbitan, dan mungkin pula me­ngalami persoa­lan manajemen.
Namun dengan keyakinan bahwa surat kabar ini memiliki sejarah yang panjang sebagai bagian dari sejarah pers di Indonesia, yang lahir dilan­dasi semangat patriotik kemerdekaan Indonesia, dan pernah begitu lekat di hati masyarakatnya, maka Basko Group berkebulatan hati untuk melanjutkan penerbitan surat kabar ini. Alhamdulillah, bertemu ruas dengan buku, pemilik dan mana­jemen lama rupanya sudah ingin menyerahkannya kepada pihak yang benar-benar ingin dan mereka yakini dapat melanjutkan penerbitan Haluan sekaligus menjaga sejarah dan martabat surat kabar ini. Bukan hanya itu. Dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh surat kabar bersejarah ini, kelompok penerbitan kita ini pun berketetapan hati untuk menggu­nakan nama “Haluan “ untuk dua surat kabar yang sudah terbit sebelumnya. Maka Haluan terbit di ti­ga provinsi, yakni Harian Umum Haluan (Pa­dang), Haluan Riau (Pekanbaru), dan Haluan Kepri (Batam).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, Balai Pustaka, 2005), kata ‘haluan’ mem­punyai arti antara lain arah, tujuan, atau pedoman. Dalam makna ini, surat kabar Haluan ingin selalu hadir di tengah-tengah masyarakat pem­bacanya sebagai pedoman yang memberi arah untuk mencapai tujuan bersama bangsa kita, yakni masyarakat yang adil dan makmur dengan berlandaskan dasar negara Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permu­syawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pers yang lahir dan memulai sejarah dari dan seiring dengan perjuangan serta perkem­bangan bangsa ini, Haluan ingin mengabdikan eksistensinya bagi kepentingan bersama masyarakat kita, mencerdaskan kehidupan bangsa, membela kaum yang lemah, mene­gakkan hukum dan keadilan, dan sedapat mungkin juga akan me­motivasi dan memberikan inspirasi bagi masa depan bersama yang lebih baik. Di atas semua itu, Haluan juga akan senantiasa menjalankan fung­sinya sebagai pers yang independen, kritis dalam melakukan kontrol sosial, dengan memilih cara-cara yang sopan dan beradab serta menggunakan bahasa yang santun dalam penyajiannya.
***
Memang, 63 tahun bukanlah sebuah usia yang muda. Untuk ukuran manusia, itu adalah umur yang sudah cukup tua. Akan tetapi, jika pada hari ini, 1 Oktober 2011, kami ingin mematrikan waktu sebagai saat berhari jadi ke-63, itu karena semata untuk menjadikan momentum tempat kami merefleksi diri. Merenung, sambil mengevaluasi, sudah seberapa jauh kami mampu memperbaki diri sesuai dengan harapan masyarakat Sumatera Barat. Inilah momen tepat untuk kami membuka diri atas kritik, saran dan usul dari semua lapisan masyarakat. Tujuannya, jelas, agar media ini menjadi surat kabar yang bermanfaat untuk masyarakat dan daerah ini. Bermanfaat untuk nusa dan bangsa.
Insya Allah, kami tetap akan menjadi koran yang tidak pongah, tidak merasa dirinya paling benar dan paling hebat. Kami amat terbuka untuk kritik dan berikkrar untuk tetap hidup bak aur dan tebing dengan seluruh lapisan masyarakat Sumatera Barat.
Kepada para pimpinan daerah, politisi, budayawan, ulama, aka­demisi, seniman, pembaca, mitra dan relasi serta masyarakat Sumatera Barat yang telah mempercayai kami, tidak ada kata lain selain terima kasih yang setulus-tulusnya. Kami juga mohon maaf, jika selama perjalanan pembenahan ini, ada kelemahan dan kekurangan, baik disengaja atau pun tidak. Kepada para senior dan pendahulu Haluan, kami berharap nasihat dan saran-saran. Kepada para sahabat pemimpin media di Sumatera Barat kami menyampaikan salam persahabatan. Doa dan dukungan pembaca, mitra, relasi dan seluruh lapisan masyarakat, senantiasa kami harapkan.
Wassalam,


H. BASRIZAL KOTO
(Pemimpin Umum Haluan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar