Featured Video

Rabu, 16 November 2011

MITIGASI LONGSOR DENGAN BIO ENGINEERING


Longsor merupakan bagian dari gerakan tanah yang menyebabkan berpindah atau bergesernya massa tanah dari daerah berenergi potensial tinggi ke daerah dengan potensial rendah.
Tanah Longsor adalah per­pindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau ma­terial campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng.

Proses terjadinya tanah longsor dapat dijelaskan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah di atasnya akan bergerak me­ngikuti lereng dan keluar lereng. mengakibatkan lereng mudah terganggu ke­sta­bilan­nya, sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila air meresap dalam retakan saat hujan, atau apa­bila terjadi getaran pada lereng.
Bahwa bahaya longsor terjadi dalam waktu yang cepat, keadaan yang meng­hancurkan dengan mengenali ukuran, kecepatan dan efek peng­hancurannya. Landslides (ba­tuan/ tanah longsor) me­rupakan contoh yang spek­takuler dari proses geologi yang disebut mass wasting. Mass Wasting yang sering juga disebut mass movement, merupakan per­pindahan masa batuan, regolit dan tanah dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah karena gaya gravitasi.
Setelah batuan lapuk, gaya gravitasi akan menarik ma­terial hasil pelapukan ke tempat yang lebih rendah. Sungai biasanya membawa material tersebut ke laut dan tempat yang rendah lainnya untuk diendapkan, sehingga terbentuklah bentang alam bumi perlahan-lahan. Me­skipun gravitasi merupakan faktor utama terjadinya mass wasting, ada beberapa faktor lain yang berpengaruh juga terhadap terjadinya proses tersebut.
Air merupakan salah satu dari faktor-faktor tersebut. Apabila pori-pori sedimen terisi oleh air, gaya kohesi antar material akan semakin lemah, sehingga me­mung­kinkan par­tikel-partikel ter­sebut dengan mudah untuk bergeser. Sebagai contoh, pasir akan menggumpal de­ngan baik pada kondisi yang lembab, tetapi bila kedalam pasir tersebut ditambahkan air, maka air akan membuka dan mengisi rongga diantara par­tikel pasir, dan butir pasir akan mengembang kesegala arah.
Jadi kejenuhan akan me­ngurangi tahanan dalam ma­terial, sehingga akan dengan mudah digerakkan oleh gaya gravitasi. Selain itu air juga akan menambah berat masa material, sehingga dengan demikian cukup untuk me­nyebabkan material untuk meluncur ke bawah. Ke­mirin­gan lereng yang terjal juga merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya mass movement. Partikel lepas dan tidak terganggu, serta membentuk kemiringan yang stabil yaitu kemiringan lereng maksimum yang material penyusunnya tetap stabil.
Tergantung pada ukuran dan bentuk partikelnya, besar­nya sudut lereng bervariasi dari 25o sampai 40o. Semakin besar dan menyudut par­tikelnya, semakin besar sudut ke­miring­an sta­bilnya. Jika kemiringan ber­tambah, rom­bakan batuan akan men­stabilkan kedudukan­nya de­ngan meluncur ke bawah.
Banyak kondisi di alam yang menyebabkan keadaan tersebut, antara lain sungai yang menggerus dinding lembahnya, dan ombak yang mengikis bagian dasar dari tebing pantai. Manusia juga dapat menyebab­kan ke­mi­ringan lereng yang menjadi semakin besar sehingga dapat mengakibatkan terjadinya mass wasting. Longsor akan teraktivasi akibat perubahan cuaca berhubungan dengan peningkatan penyerapan air-seperti pada musim peng­hujan, gempa bumi atau aktivitas manusia.
Dapat diketahui bahwa jenis longsor ini dapat men­cakup seluruh bentuk longsor yang terjadi baik di daerah tropis maupun di daerah subtropis yang mempunyai kondisi iklim yang berbeda. Secara umum longsor di­kelompokkan men­jadi 5 tipe longsor, yaitu: jatuhan, ru­buhan, gelinciran, sebaran lateral, dan aliran.
Jatuhan adalah gerak be­bas material yang berasal dari lereng curam seperti bukit. Tipe longsor jatuhan ini juga harus diwaspadai pada daerah pe­mukiman yang berada dibawah lereng yang me­miliki batu-batu besar dan terpisah-pisah.
Rubuhan adalah gerak rotasi ke depan dari massa batuan, runtuhan atau tanah dengan sumbu yang berhimpit pada lereng bukit. Gerakan ini terjadi akibat tekanan interaksi antar blok kolom. Blok-blok tersebut terjadi akibat adanya bidang per­lapisan iregular, belahan, kekar atau retakan tension dengan arah jurus relatif sejajar dengan arah jurus lereng. Rubuhan mungkin hanya terdiri dari satu fragmen dengan volume 1 m3 hingga 109 m3. Perubahan umumnya terjadi di batuan schist dan gamping tetapi juga terdapat pada batuan sedimen tipis dan juga batuan beku dengan kekar kolom
Longsor gelinciran me­rupakan bencana yang sering terjadi di indonesia dan intensif terjadi pada musim penghujan. Longsorn ge­linciran ini dikenali dengan adanya retakan di permukaan.
Sebaran lateral adalah per­luasan lateral dari batuan kohesif atau masa tanah akibat deformasi massa yang di­kontrol bagian dasar yang bersifat plastis. Sebaran ini adalah hasil dari deformasi plastis yang dalam massa batuan yang menyebabkan perluasan di permukaan.
Aliran dalam gerakan per­mukaan adalah berpindahnya partikel yang bergerak dalam pergerakan massa. Material tersebut mungkin merupakan batuan dengan retakan yang banyak dan menghasilkan runtuhan yang tertanam dalam matrik atau materi yang be­rukuran halus. Longsor ini terjadi pada tanah atau pasir yang memiliki kandungan air yang besar.
Densitas yang tinggi inilah yang sangat berbahaya, karena dapat mengapungkan batu-batu besar dan tentunya bangunan beton yang di­lewatinya. Aliran lahar me­rupakan contoh pada tipe ini. Longsor ini jarang terjadi, tetapi jika terjadi hal ini akan sangat merusakkan.
Faktor penyebab longsor biasanya dihubungkan dengan ketidakmantapan lereng.
Hal itu mungkin untuk mengidentifikasi satu atau lebih penyebab longsor dan satu bencana longsor. Faktor pe­nyebab longsor meliputi faktor geologis, morfologis, faktor fisik, dan faktor yang berhubungan dengan aktivitas manusia. Faktor faktor ter­sebut dapat diuraikan sebagai berikut; 1); penyebab geologis yakni bahan yang lemah, bahan yang sensitif, bahan terlapuk, bahan terluncur, bahan celah dan join, ketidak bersambungan, per­meabilitas kontras, curah hujan; 2) Pen­yebab morfologis seperti sudut lereng, pengangkatan, rebound, erosi sungai, erosi gelombang, erosi glasial, erosi permukaan yang  lateral, erosi subteranean, muatan lereng, perobahan vegetasi; 3) pe­nyebab fisik seperti intensitas hujan, salju cepat cair, curah hujan yang lama, penurunan cepat, gempa, erupsi vulkanik, pencairan dan pem­bekuan, perobahan muka air tanah, tekanan air ruang pori, aliran permukaan, ak­tivitas seismik ; 4) pe­nyebab manusia seperti ekcavasi lahan, muatan lahan,  pe­nurunan, perubahan peng­gunaan lahan, manajemen air, penambangan, pembuatan jalan, pergerakan cepat, pe­resapan air , dan penebangan hutan.
Longsor terjadi disebabkan oleh faktor karateristik tanah dan karakteristik lahan. Fak­tor karateristik yang terkait adalah kedalam solum tanah, kan­dungan bahan organik tanah, tekstur tanah, struktur , bobot isi, dan permeabilitas tanah. Karateritik lahan mencakup jumlah curah hujan, kemiringan dan panjang lereng, singkapan batuan, kedalam muka air tanah, dan jenis penggunaan lahan.
Faktor Alamiah dan Non Ilmiah
Kedalaman solum dapat menentukan terjadinya longsor karena kedalaman solum tanah berhubungan ber­hu­bungan kemampuan tanah dapat me­nyim­pan air. Ben­cana alam longsor dapat diakibatkan oleh faktor alami­ah dan faktor non alamiah. Faktor alamiah pe­nyebab terjadinya longsor adalah;  1) kondisi geologi yaitu adanya jalur-jalur patahan dan reng­kahan batuan yang menga­kibatkan kondisi lereng mem­punyai kemiringan > 30 % dan tumpukan tanah liat berpasir di atas batuan kedap air berupa andesit dan breksi andesit; 2) kondisi curah hujan yang cukup tinggi aetiap tahun­nya; dan 3) sistem hidrologi pada daerah lereng. Faktor non alamiah adalah ; 1) pem­bukaan hutan secara sem­barangan; 2) penanaman jenis tanaman yang terlalu berat dengan jarak tanam yang terlalu rapat; 3) pemotongan tebing/lereng untuk jalan dan pe­mukiman secara tidak teratur.
Penyebab terjadinya tanah lonsor adalah ; a) hujan yaitu ketika hujan, air akan me­nyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kan­dungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat; b) lereng terjal yaitu lereng atau tebing yang terjal akan mem­perbesar gaya pendorong; c) tanah yang kurang padat dan tebal umumnya tanah liat dengan ketebalan lebih besar dari 2,5 m dan sudut lereng lebih besar dari 40o akan berpotensi terjadinya longsor terutama ketika hujan; d)  batuan yang kurang kuat umum­nya batuan gunungapi dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran pasir, kerekel, dan liat yang kurang kuat; e) penggundulan hutan menyebabkan menyebabkan pengikatan air tanah ber­kurang sehingga tanah akan mudah terbawa oleh air; f) tataguna lahan; lahan sawah yang mem­punyai akar yang kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lem­bek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor.
Bahaya longsor dapat dikurangi dengan meng­hindar­kan pembangunan pada lereng curam dan daerah rawan longsor, atau dengan me­mantapkan lereng. Pe­man­tapan meningkat ketika air tanah dicegah dari pe­ning­katan dalam massa tanah melalui (1) penutupan longsor dengan membran imper­meabel, (2) menjauhkan air permukaan dari longsor, (3) mengeringkan air tanah jauh dari longsor, dan (4) me­minimumkan irigasi per­mukaan. Pemantapan lereng ditingkatkan ketika  strukture memegang dan atau berat tanah atau batuan di­tempat­kan pada nulut longsor atau ketika masa tanah di­pindah­kan dari puncak lereng
Pemantapan lereng itu dapat dilakukan dengan me­ng­­­gunakan rekayasa teknik sipil dan teknik vegetatif. Peng­gunaan teknik vegetatif me­merlukan pemilihan jenis tanamannya menjadi kunci penting dalam keberhasilan pencegahan longsor yang di­sebakan labilnya lapisan tanah
Banyak tanaman kon­servasi tanah yang digunakan seperti penggunaan tanaman pupuk hijau atau penggunaan tanaman pohon dinyatakan bahwa po­tensi tanaman hutan yang dapat dimanfaatkan secara luas di daerah tropis pada berbagai lingkungan seperti untuk mengkonservasi lahan yang berlereng.
Suryatmojo (2006) me­laporkan bahwa tanaman nangka, bambu, alpukat dan aren dianjurkan untuk me­mantapkan lapisan tanah ter­hadap bahaya longsor. Ber­dasarkan pengalaman dan pepatah Minang menyatakan bahwa bak aur dengan tebing, tebing tidak runtuh, aur (ba­mbu) dapat tumbuh dengan baik. Kerja sama yang saling menguntungkan. Jadi dalam hal ini bambu atau aur me­rupakan tanaman yang dapat mengamankan tebing agar tidak runtuh karena mem­punyai perakaran yang banyak dan mampu memantapkan tanah tersebut, pertumbuhan bambu dapat memperbaiki kualitas tanah dan membantu mem­bangun tanah tererosi.
Sistem perakaran bambu ekstensif memegang tanah bersama, melindungi tanah dari erosi, dan memegang air pada DAS. Perkebunan bam­bu merupakan fabrik untuk foto­sistesis yang menurun­kan gas rumah kaca. Ta­naman bambu menyerap kira-kira 5 kali jumlah karbon dioksida (gas rumah kaca utama) dan meng­hasilkan kira-kira 35 % lebih banyak oksigen daripada ta­naman pohon lain.  Pohon bambu bertumbuh dalam ke­lom­pok belukar, bambu mem­punyai perakaran  berkisar dari kedalaman 1-1,5 meter na­mun sistem perakaran yang kuat.
Di samping tanaman bam­bu yang berguna dalam melin­dungi tanah terhadap erosi dan longsor ada juga jenis  tana­man rumput yang mempunyai fungsi yang sama dengan bambu yaitu tanaman rumput vetiver. Peng­gunaan tanaman rumput vetiver merupakan salah satu sistem yang dapat mengurangi bencana banjir, longsor, erosi tebing sungai dan pantai karena tanaman ini mempunyai pe­rakaran yang dalam (Gambar 1 dan Gambar 2).
Pemakaian rumput vetiver di Vietnam memperlihatkan keuntungan untuk melindungi tebing sungai dan saluran, menguatkan pasir pantai, me­lindungi tebing berpasir, me­ngontrol erosi banjir lahan pertanian, dan perkembangan parit. Mencegah longsor dan memantapkan pinggir jalan. dan mengontrol polusi tanah dan air.
Dengan ciri spesial dari vetiver karena dapat meng­gantikan atau berkombinasi dengan bambu, bakau, ca­suarina, dan rumput lokal lain dalam membentuk pagar lo­rong dalam membantu men­gurangi banyak jenis bencana alam lain. Ongkosnya murah hanya 10-20 % dari metoda tradisional lain.


ISRIL BERD
(Pemerhati Pengelolaan DAS dan Lingkungan Universitas Andalas)
(haluan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar