Featured Video

Minggu, 13 November 2011

PAPUA KEMBALI MEMANAS


HILLARY JUGA PRIHATIN
ADA  truk yang ditembak dan kendaraan yang dibakar, bumi Papua kembali ‘barasap’. Polri mencium ada  LSM punya kepentingan di Papua.
Sekitar pukul 13.45 WIT, Kamis pekan ini,  terjadi lagi penembakan yang dilakukan orang tidak dikenal (OTK) . Kali ini terhadap sebuah truk bernomer  DS  9794 A yang  dikendarai oleh Agus sa­lim.Tiga butir peluru di­tembakan ke kendaraan ter­sebut. Beruntung sopir selamat dari penembakan tersebut.

Awalnya, truk yang di kendarai oleh Agus Salim (30) berisi karang menuju pasar batas ,kurang lebih 2 kilometer. Saat dalam perjalanan kesana itulah terjadi penembakan yang di­lakukan dari hutan. Ditemukan tiga butir selongsong peluru yang tampaknya ditembakan dari senjata jenis AK. Selain aksi penembakan terhadap sebuah truk, juga terjadi aksi pembakaran sebuah sepeda motor yang diduga lagi-lagi dilakukan OTK. Tampak­nya motor yang dikendarai seseorang dihadang, kemudian dibakar. Pengendara motor diyakini melarikan diri dan belum diketahui identitasnya. Nomor polisi motor juga tak ada dan tak ditemukan di lokasi pembakaran.
Seorang saksi yang tak mau disebutkan namanya di lokasi kejadian mengaku, pukul 12.00 WIT sempat diminta berhenti oleh tiga orang dan salah satunya berambut gimbal. “Saya sempat diminta berhenti tapi saya jalan terus. Nah, sesampainya di Koya baru saya mendapat informasi ada penem­bakan dan pembakaran mo­tor,”ujarnya.
Dari pantauan di tempat kejadian, sudah diperiksa oleh aparat TNI dan kepolisan. Juga hadir Dandim 1701 Jayapura, Letkol Rano Tilaar di TKP bersama Kapolres Jayapura AKBP  Alfred. “Pengejaran dilakukan tapi mereka telah hilang di hutan dan hanya ditemukan jejak kaki dua orang, “ ujar Dandim Jayapura, Rano Tilaar.
LSM Bermain
Kondisi di Papua yang semakin memanas ini, juga dipanasi dengan komentar beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang me­mojokkan. Polri pun menga­takan banyak LSM yang punya banyak kepentingan ter­sem­bunyi terkait Papua. “LSM punya banyak kepentingan di sana (Papua),” kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Saud Usman Nasution usai acara kopi pagi dengan wartawan seperti dilansir republika, Kamis (10/11).
Saud menambahkan banyak LSM yang langsung beropini dan memojokkan Polri dalam melakukan pengamanan di Papua yang beberapa bulan terakhir ini semakin bergejolak. Adanya beberapa kejadian seperti pembubaran Kongres Papua III, langsung diopinikan polisi telah melakukan ke­kerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Ia menyontohkan mayat tiga orang yang ditemukan sehari setelah pembubaran Kongres Papua III pada 19 Oktober 2011, banyak LSM yang langsung menyimpulkan karena diakibatkan peluru dari tembakan polisi. Padahal, tambahnya, tembakan untuk membubarkan paksa kongres itu hanya tembakan peringatan dan tidak mengenai para peserta kongres.
Selain itu, setelah polisi melakukan visum terhadap tiga mayat tersebut, diketahui tiga orang itu dibunuh pada de­lapan jam sebelumnya atau sekitar pukul 02.00 WIT. Sedangkan pembubaran ko­ngres dilakukan pada sore hari. “Di tubuh mayat tiga orang itu ada bekas tembakan dan ‘go­rokan’ benda tajam. Kita masih mencari pelakunya karena saksi sangat minim dan alat bukti tidak ada,” jelasnya.
Saat ditanya apakah kepen­tingan LSM di Papua yang dimaksudkan, ia enggan me­nye­butkannya dengan jelas. “Ya, banyak kepentingan di sana. Lagipula kalau kongres itu tidak dibubarkan, nanti ada yang menghujat Polri adanya pembiaran. Karena di pe­nutupan kongres ada deklarasi kemerdekaan Papua dan pengi­baran bendera ‘Bintang Ke­jora’,” papar mantan Kepala Densus 88 ini.
Mempertanyakan Pemerintah
Akan tetapi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mempertanyakan sikap pemerintah terkait penanganan masalah Papua yang dianggap penuh kekerasan. PGI men­desak pemerintah menghen­tikan tindak kekerasan dalam menyelesaikan persoalan di Papua. “Akhirnya kami mem­pertanyakan sikap pemerintah termasuk meningkatnya aksi kekerasan itu,” kata Sekretaris Umum PGI, Gomar Gultom, dalam jumpa pers di kantornya.
Menurut Gomar, dua hari sebelum terjadinya aksi ke­kerasan pada Konggres Rakyat Papua, PGI sudah berkirim surat kepada Presiden SBY agar pemerintah menghentikan aksi kekerasan di Papua.
Belum pula surat itu di­balas, akhirnya terjadilah peristiwa kekerasan yang me­nga­kibatkan puluhan warga luka dan tiga orang tewas dalam Kongres Rakyat Papua itu. “Saya tidak tahu apakah pre­siden sudah membaca surat kami atau belum. Tapi hingga hari ini belum ada jawaban dari presiden. Kami (PGI) dalam kesempatan ini mengajak semua pihak untuk menghen­tikan kekerasan dalam segala hal. Sebab kekerasan tak akan pernah menyelesaikan masa­lah,” katanya.
Terkait penanganan Papua  tersebut, sebenarnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar permasalahan di Provinsi Papua dan Papua Barat diselesaikan tidak hanya dari aspek politik hukum dan keamanan (Polhukam), tapi juga aspek ekonomi dan ke­sejahteraan rakyat. “Dari aspek polhukam, saya minta agar isu politik yang ada di provinsi itu dikelola dengan baik, hukum ditegakkan secar tegas, adil dan proporsional. Ke­manan juga perlu dipelihara untuk melindungi warga,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam arahannya ketika membuka rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, seperti yang dikutip dari laman presidensby.indo.
“Saya juga memberi atensi, utamanya pemerintah dan aparat penegak hukum, untuk mencegah tindakan yang me­lang­gar hukum dan HAM,” tandas SBY.
Sementara itu, dari aspek ekonomi, Presiden meminta para menteri teknis mem­berikan prioritas untuk pem­bangunan ekonomi di kedua provinsi itu. “UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat) harus bisa melaporkan apa yang menjadi komitmen dan ke­bijakan yang tidak di­laksanakan dengan benar. Mari pastikan anggaran itu diyakini tepat sasaran,” papar SBY.
Soal Pembagian ‘Susu Sapi’
Dalam dialog publik ber­tajuk Diskusi Publik ‘Mem­bongkar Kejahatan Freeport, Koorporasi Pertambangan dan Negara Terhadap Rakyat’  yang berlangsung di Gedung YLBHI,  diungkapkan,  malah Freeport dengan masyarakat Papua semakin hari semakin tidak kondusif dan ini juga beberapa warga melihat setiap kali Papua bergejolak pemerintah diam saja tanpa ada solusi.
Hal ini disampaikan oleh Bernard, salah satu anggota dari Aliansi Masyarakat Papua (AMP) dalam dialog itu.”Kami heran, ketika Freeport ber­gejolak setiap tahun, pe­merin­tah tidak pernah peduli ter­hadap rakyat Papua,” ujarnya.
Selain itu Bernard juga mempertanyakan keberadaan institusi kepolisian dan TNI yang berada di sekitar Freeport. Bernard juga menambahkan bahwa masalah Freeport ini sendiri dengan masyarakat Papua sudah ada sejak tahun 1996 hingga saat ini. “Kami juga mempertanyakan ke­beradaan institusi kepolisian dan TNI yang ada di Papua,” ungkapnya.
Terkait  heboh soal aliran dana Keamanan dari Freeport, mantan Gubernur Papua 2006-2011,  Barnabas Suebu menga­ku tak mengetahui aliran dana keamanan kepada PT Freeport Indonesia yang digelontorkan kepada pihak keamanan.
“Saya sendiri kaget men­dengar adanya aliran dana keamanan itu,”ujarnya kepada wartawan di Hotel Aston Jayapura.
Seperti dilaporkan di media, masalah  uang keamanan yang dikucurkan kepada TNI dan Polri oleh PT Freeport Indo­nesia berdasarkan Keputusan Presiden. Nomor 63 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1672K-070-MEM-2007.
Pada Tahun 2010 Freeport memberikan uang  dana ke­amanan  US$ 14 Juta atau sekitar Rp 126 Miliar. Namun dari tahun 2001 hingga 2010 perusahaan tersebut mem­berikan US$ 79,1 Juta atau Rp 711 Miliar
Apa selama pemerintahan-nya, Barnabas Suebu pernah menerima uang dari PT Freeport?  “ Se­dikitpun tak saya te­rima,”ujarnya. (dnr/rep/vvn)haluan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar