Featured Video

Kamis, 26 Januari 2012

GUSMAL DIVONIS 30 BULAN-Solok


MESKI TAK NIKMATI UANG KORUPSI
Tiga orang mantan pejabat di Kabupaten Solok dijatuhi hukuman masing-masing 30 bulan penjara. Ketiganya dinyatakan bersalah karena merugikan keuangan negara. Pihak keluarga protes vonis hakim.

PADANG,  Meski dinyatakan tidak ikut menikmati hasil korupsi, mantan Bupati Solok Gusmal tetap divonis dua tahun enam bulan penjara.  Gusmal juga dinyatakan harus membayar denda sebesar Rp50 juta atau kurungan selama dua bulan.  Hukuman  yang sama juga dijatuhkan kepada mantan Kabag Tata Pemerintahan Set­dakab Solok, Emildolia Khaira, dan mantan Sekdakab Solok Suarman. Bedanya, Emildolia dan Suarman didenda masing-masing Rp200 juta atau kuru­ngan selama tiga bulan.
Putusan tersebut dibacakan majelis hakim Pengadilan Tipikor Padang dalam sidang, Rabu (25/1) kemarin dengan ketua Budi Susilo beranggotakan Sapta Diharja dan Perry Desmarera.
Ketiganya tersandung dalam kasus pengalihan tanah negara bekas Erfpacht Verponding 172 di Bukit Berkicut, Jorong Sukarami, Nagari Kotogaek Guguak, Keca­matan Gunung Talang, Kabupaten Solok tahun 2007.
“Meski Gusmal dan kawan-kawan tidak menerima apapun dari pemilik tanah Anwar, namun para terdakwa terbukti secara sah telah menyebabkan hilangnya aset negara seluas17.750 meter persegi dan telah terbukti menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan sehingga merugikan Negara sebesar Rp288 juta,” ujar Sapta.
Seharusnya, lanjut Sapta terdak­wa tidak memberikan rekomendasi kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menge­luarkan sertifikat atas nama Anwar yang pada dasarnya adalah tanah Negara milik Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balitan) Kab. Solok.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang menuntut mereka masing-masing dengan tuntutan 4 tahun penjara serta denda sebesar Rp 200 juta dan subsider 6 bulan kurungan. Mereka tidak dibebankan membayar uang pengganti karena tidak terbukti menggunakan uang hasil korupsi.
Sementara itu, vonis juga dijatuhkan kepada terdakwa, Anwar pemilik tanah dan Sekretaris Nagari Kotogaek Guguak, Musril Muis. Mereka masing-masing divonis 4 tahun penjara dan denda masing-masing Rp200 juta dan subsider 3 bulan kurungan. Selain itu terdakwa Anwar juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp95 juta dan terdakwa Musril Muis sebesar Rp35 juta.
“Jika kedua terdakwa tidak sanggup membayar dalam kurun waktu satu tahun maka harta benda mereka dapat disita. Namun jika dalam penyitaan tersebut, uang pengganti tersebut masih belum bisa dibayarkan, maka diganti dengan 1 tahun penjara,” kata hakim ketua Budi Susilo.
Putusan terhadap Anwar ini sama dengan tuntutan JPU sebe­lumnya, yang berbeda hanya besa­ran uang pengganti saja. Dalam tuntunan JPU terdakwa Anwar dan Musril Muis masing-masing ditun­tut 4 tahun penjara dan denda masing-masing sebesar Rp200 juta dengan subsider 5 bulan kurungan serta membayar uang pengganti masing-masing untuk terdakwa Anwar sebesar Rp117 juta, dan terdakwa Musril Muis sebesar Rp110 juta.
Sementara itu, vonis yang diberikan kepada terdakwa mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Solok, Lukman dan Ketua Pemeriksa Tanah A/Kasi Hak dan Pendaftaran BPN Kabu­paten Solok, Husni masing-masing 3 tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Mereka juga tidak dibebankan membayar uang pengganti karena mereka terbukti tidak ikut menik­mati hasil korupsi tersebut.
Vonis terhadap Lukman dan Husni ini lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut Lukman dan Husni masing-masing tahun penja­ra, dan pidana denda masing-masing sebesar Rp 200 juta dengan subsider 5 bulan kurungan.
Majelis hakim mengatakan, para terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Ayat (2) Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Kasus ini bermula ketika pada tahun 1979 lalu Balitan atau Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) mendapat penyerahan tanah yang berasal dari tanah Erfacht Verponding Nomor 172 di Bukit Berkicut dari pemerintah daerah Kabupaten Solok seluas 100 ha.
Kemudian pada tahun 2006, Balitan melanjutkan pengurusan sertifikat tanah berdasarkan Gambar Situasi (GS) 117 seluas 15.410 meter persegi. Selanjutnya terbit sertifikat hak pakai atas nama Departemen Pertanian Nomor 01 Tahun 2006. Pada tahuan 2007, Balitan melanjutkan lagi pengu­rusan sertifikat tanah berdasarkan GS 117 seluas 323.230 meter persegi dan terbitlah sertifikat hak pakai atas nama Departemen Pertanian Nomor 02 Tahun 2007.
Sekalipun lokasi tanah tersebut dimiliki Balitan Sukarami berda­sarkan GS Nomor 117 tahun 1997 dan sebahagian telah diserti­fikatkan, pada tahun 2002 terdak­wa Anwar yang juga warga sekitar, mengajukan pengurusan sertifikat hak milik atas sebahagian tanah GS Nomor 117 tahun 1979 dengan mendasarkan bahwa tanah tersebut ada­lah tanah pertanian milik adat yang diperdapat secara turun te­murun tanpa menyebutkan luasnya.
Pada tahun 2007, Anwar diajak Musril Muis untuk menemui Zul­fikar juru ukur Kantor BPN Kabu­paten Solok, mencari jalan agar permohonan sertifikat dapat dite­ruskan. Kemudian Zulfikar mem­buat surat pernyataan penguasaan tanah untuk Anwar pada tanggal 1 Februari 2007 yang diketahui Wali Nagari Koto Gaek Guguk dan Camat Gu­nung Talang. Padahal, Anwar tidak pernah menguasai dan meng­gu­nakan tanah tersebut untuk pertanian.
Kemudian, Emildolia Khaira selaku Kabag Tata Pemerintahan langsung memproses penerbitan rekomendasi tersebut dan mene­ruskannya ke Bagindo Suarman, selaku Sekdakab Solok. Surat dengan Nomor 100/124/tapem-2007-03-13 itulah yang kemudian dite­rus­kan kepada Gusmal selaku Bupati. Dengan kata lain, Gusmal dan rekan telah menyetujui hak milik tanah atas nama terdakwa Anwar tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu.
Akibat perbuatan terdakwa Gusmal, Bagindo Suarman, Emil­dolia Khaira, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Anwar, Musril Muis dan beberapa orang lainnya, negara telah dirugikan sekitar Rp256 juta.
Keluarga Protes
Terhadap putusan ini, Gusmal tak banyak berkomentar. Me­nurutnya masih ada upaya hukum yang bisa ditempuhnya. Dia akan menempuh upaya banding. “Tidak ada tanggapan, upaya hukum kan masih ada. Yang jelas saya merasa tidak bersalah,” katanya sembari berjalan merangkul istrinya sebelum digiring kembali ke LP Muaro Padang.
Sementara itu, vonis terhadap Anwar dan Musril Muis ini tidak diterima pihak keluarganya. Pihak keluarga kedua terdakwa ini me­nyampaikan protes dengan nada suara yang tinggi. Tak ayal ulah dari keluarga terdakwa Musril Muis dan Anwar ini mendapat perhatian dari pengunjung sidang.
Pihak keluarga menuntut Jaksa Pe­nuntu Umum (JPU) karena tidak meng­hadirkan orang-orang yang dise­but-sebut selama persidangan. Mereka menilai hukuman yang diberikan terhadap kedua terdakwa ini tidak setimpal dengan perbuatan mereka.
“Afrizal, Amirjon dan Ujang, mereka bertiga adalah orang yang kenal dengan pembeli, sementara Anwar dan Musril Muis tidak kenal dengan pembeli. Walau dalam banyak sidang nama-nama mereka banyak disebut mengapa mereka tidak dihadirkan di persidangan,” tanya wanita yang diketahui ke­luarga dari Musril Muis.
Pihak keluarga menilai ada permainan dalam kasus ini. Mereka menganggap putusan yang diberikan terhadap Anwar dan Musril Muis tidak sesuai dengan uang yang telah dia terima, apalagi me­nyangkut denda yang dibebankan kepada kedua terdakwa.
”Dengan apa akan dibayar,” kata wanita itu lagi. Pihak keluarga mempertanyakan mengapa orang-orang yang disebut selama persi­dangan tidak ikut diproses. “Me­ngapa mereka tidak ikut diproses, apakah karena dia polisi jaksa takut?” kata wanita itu. Pihak keluarga ini juga tak segan-segan melontarkan kata-kata kotor dan menuduh jaksa ada main dalam kasus ini.
Sementara itu sebagian keluar­ga terdakwa Anwar dan Musril Muis terlihat berusaha mene­nangkan keluarga lain yang tidak puas atas putusan itu. (h/dla)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar