Featured Video

Kamis, 26 Januari 2012

Solok Termasuk Salah Satu Daerah Tertinggal


Berdasarkan data Ke­men­terian Negara Pem­bangunan Daerah Tertinggal, masih terdapat 183 kabupaten dae­rah tertinggal dan 8 dian­ta­ranya ada di Sumatera Barat.
“Hingga kini masih ada 183 kabupaten daerah terting­gal di Indonesia,” kata Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Helmy Faishal Zaini, saat rapat kerja (raker) dengan Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di Gedung DPD, Kompleks Parle­men, Senayan, Jakarta, Rabu (25/1).

Sebaran 183 kabupaten daerah tertinggal di 27 pro­ vinsi minus Jambi, Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Barat, yaitu 46 di Sumatera, 9 di Jawa, 16 di Kalimantan, 34 di Sulawesi, 28 di Bali Nusa Tenggara, 15 di Maluku dan Maluku Utara, serta 35 di Papua dan Papua Barat. Totalnya, 128 kabupaten daerah tertinggal atau sekitar 70 persen di KTI.
Provinsi yang jumlah ka­bupaten daerah terting­galnya terbanyak ialah Papua me­miliki 27 daerah tertinggal, Nu­sa Tenggara Timur (20), Ka­limantan Barat dan Sula­wesi Tengah (masing-masing 10), Sulawesi Tenggara (9), serta Sumatera Barat, Nusa Teng­gara Barat, Maluku, dan Pa­pua Barat masing-masing 8.
Delapan kabupaten daerah ter­ting­gal di Sumbar adalah Kabu­paten Kepulauan Mentawai, Pesisir Selatan, Solok, Sijunjung, Padang Pariaman, Solok Selatan, Dhar­masraya dan Pasaman Barat. Tiga kabupaten terakhir adalah meru­pa­kan kabupaten baru hasil peme­ka­ran.
Defenisi daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang relatif kurang berkembang dibanding daerah lain dalam skala nasional dan ber­penduduk yang relatif tertinggal. Wilayah kabupaten digunakan sebagai unit terkecil daerah ter­tinggal dalam strategi nasional sesuai dengan kewenangan otonomi daerah yang sepenuhnya diberikan kepada pemerintah kabupaten.
Penetapan kriteria daerah tertinggal memperhitungkan enam kriteria dasar, yaitu perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemam­puan keuangan (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan keberada­an­nya di daerah perbatasan antar­negara dan gugusan pulau kecil, daerah rawan bencana, dan daerah rawan konflik.
Umumnya daerah tertinggal memiliki kualitas sumberdaya manusia yang rendah, yang diciri­kan oleh indeks pembangunan manusia (IPM), yaitu rendahnya rata-rata lama sekolah (RLS), angka melek huruf (AMH), dan angka harapan hidup (AHH). Daerah tertinggal umumnya juga memiliki keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya sehingga mereka kesulitan melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
Helmy berkeyakinan, pen­de­ka­tan ekonomi dan intervensi pe­merintah melalui pilar pro-growthpro-jobpro-poor, dan pro-environment akan mendorong percepatan pem­bangunan daerah tertinggal. Pijakan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal melakukannya berupa program pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ekonomi masyarakat di daerah tertinggal yang tersebar di 32.000 desa tertinggal dari 75.000 desa.
Dijelaskan Helmy, sesuai Pera­turan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2005, kementerian yang dipimpinnya melakukan fungsi fasilitasi, koordinasi, sinkronisasi, dan akselerasi pembangunan daerah tertinggal. (h/sam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar