Featured Video

Selasa, 15 Mei 2012

GEMPA DAN PERINGATAN UNTUK OPTIMALISASI MITIGASI


Minggu kemarin kembali kempa mengguncang Kota Padang dan sebagian besar wailayah Sumatera Barat. Bahkan BMKG menyebutkan pusat gempanya ada di sekitar Padang.

Yang terjadi hari Minggu itu cukup mengejutkan warga karena baru saja ‘beredar surat edaran’ Gubernur kepada para Bupati/walikota agar waspada gempa dan tsunami. Surat itu sebenaarnya terusan (forward) dari surat Menteri Dalam Negeri kepada para gubernur di kawasan Sumatera.
Gempa hari Minggu itu sempat juga membuat warga bingung karena ada perbedaan penilaian oleh pihak berwenang.  Sebagian pengamat gempa meyakini bahwa gempa tersebut berpusat di laut, sementara sebagian lagi meyakini berpusat di darat. Sementara sumber yang berwenang  tidak konsisten dan selalu menyajikan revisi data.
Awalnya, informasi gempa berkekuatan 4,6 SR itu dilansir Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam situsnya, gempa terjadi di wilayah satu kilometer barat daya Kota Padang dengan kedalaman 43 kilometer. Namun kemudian direvisi di wilayah 40 kilometer barat daya Kota Padang, yang masih berkedalaman 43 kilometer di lokasi 1.18 LS-100.12BT.
Sementara itu, badan kegempaan Eropa Tengah melansir, gempa tersebut berada di wilayah 25 kilometer barat daya Kota Padang. Gempa tersebut dilansir berlokasi di 1.16 LS-100.28 BT dengan kedalaman 77 kilometer.
Dari sisi informasi yang dilansir Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan dari Badan Kegempaan Eropa Tengah (EMSC), lokasi gempa jika ditarik dari koordinat 1.18 LS-100.12BT maupun di lokasi 1.16 LS-100.28 BT, jelas koordinat tersebut berada di laut.
Gempa di sore itu, selain menggetarkan Kota Padang, juga terasa di Padang Panjang, Tanah Datar, Bukittinggi, Padang Pariaman, dan sebagian Agam.
Anehnya, meski kekuatan tersebut hanya berskala 4,6 SR dan berpusat di laut, tapi banyak laporan dari daerah-daerah itu yang merasakan guncangan gempa. Logikanya, tidak mungkin gempa laut berskala kecil dengan berkedalaman sedang juga dirasakan di Bukittinggi, Padang Panjang, Tanah Datar, Bukittinggi, Padang Paria­man, dan sebagian Agam.
Tepi yang jelas, apapun perbedaan pendapat para ahli dan pejabat berwenang itu guncangan gempa di Kota Padang cukup mengagetkan sebagian besar warga yang sedang beristirahat, muapun yang sedang beraktivitas. Kepanikan yang serius ditemui di kawasan hotel bertingkat. Sebagian tamu dan pengunjung hotel tampak berhamburan ke luar ketika merasakan guncangan gempa.
Inilah yang yang senantiasa membikin kita geregetan. Semestinya kepanikan, ketidakberdayaan, keputusasaan karena tak ada jalan lain untuk menghindari gempa harus sesegeranya ditangani pemerintah.
Suratkabar ini rela disebut sebagai suratkabar yang nyinyir apabila harus bicara bagaimana mendesak pemerintah menyelematkan lebih dini rakyat di sepanjang pantai barat Sumatera Barat ini dari ancaman megathrust Mentawai itu.
Sekali lagi, kita tidak akan membantah pendapat para ulama bahwa gempa itu tidak bisa diramal-ramal, akan tetapi sekali lagi suratkabar ini ingin bernyinyir-nyinyir mengatakan pentingnya tindakan preventif. Biarlah mahal harganya mitigasi bencana itu daripada mahal menyelesaikan persoalan setelah bencana datang.
Jawaban atas ketakutan dan kecemasan warga di sepanjang pantai barat Sumatera ini adalah karena cukup jauhnya kawasan ketinggian untuk menyelamatkan diri. Terutama di Padang dirintangi pula oleh populasi kendaraan yang banyak dan volume jalan yang tidak memadai, walhasil upaya penyelamatan diri dari ancaman tsunami setelah gempa jadi terkendala.
Membangun selter untuk tiap 100 penduduk sebagai bangunan penyelamatan sangat penting dan penting. Hanya itu yang paling mudah dilakukan dari berbagai kesulitan mencari jalan keluar dari ancaman gempa dan tsunami terutama di Padang. Kalau membangun jalan evakuasi perlu waktu lama. Kalau melakukan resttlement (pemindahan [enduduk dari zone merah ke wilayah aman) akan perlu biaya sangat besar karena menyangkut pembebasan tanah dan membangun rumah bagi sejuta lebih penduduk di sepanjang pantai barat Sumbar dan sekitar 400 ribu penduduk di wilayah padat Kota Padang.
Karena itu, selter untuk tiap 100 penduduk di zona merah adalah sangat mendesak. Kalau perlu tiap rumah tangga di zona merah diberikan bantuan baju pelampung, karena pengalaman di Aceh ternyata korban banyak berjatuhan itu lantaran tidak bisa berenang ketika air bah datang. Dengan pelampung, minimal korban masih bisa terapung menjelang dievakuasi atau menjelang air surut lagi ke laut. Nah, sekali lagi: apakah akan ditunggu gempa dan gempa lagi baru kita bergerak?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar