Perdagangan manusia (ilustrasi)
Indonesia dimasukkan ke dalam urutan atau lapis kedua dalam laporan tentang perdagangan orang yang dirilis oleh Departemen Luar Negeri Amerika bulan lalu.
Ini berarti pemerintah Indonesia dianggap belum sepenuhnya mematuhi standar Undang-undang Perlindungan Korban Perdagangan Manusia, tetapi melakukan berbagai upaya untuk mencapai standar itu.
Dalam laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika tentang Perdagangan Orang tahun 2011 yang dikeluarkan bulan lalu, Indonesia dimasukkan pada lapis kedua dalam memenuhi standar perlindungan korban perdagangan orang (TPPO). Indonesia dinilai termasuk sumber utama perdagangan perempuan, anak-anak dan laki-laki, baik sebagai budak seks maupun korban kerja paksa.
Menurut data pemerintah Indonesia, seperti dikutip dalam laporan itu, sekitar enam juta warga Indonesia menjadi pekerja migran di luar negeri, termasuk 2,6 juta pekerja di Malaysia dan 1,8 juta di Timur Tengah.
Dari keseluruhan pekerja migran itu, 4,3 juta di antaranya berdokumen resmi dan 1,7 juta lainnya digolongkan sebagai pekerja tanpa dokumen. Sekitar 69 persen pekerja migran Indonesia adalah perempuan.
Menurut pemerintah Indonesia, sekitar enam juta warga Indonesia menjadi pekerja migran di luar negeri, di mana dua persen di antaranya menjadi korban perdagangan manusia.
Tak hanya itu, sekitar dua persen pekerja migran yang punya dokumen resmi di luar negeri menjadi korban perdagangan manusia. Jumlah korban diperkirakan jauh lebih tinggi dari dua persen, terutama di antara para pekerja tanpa dokumen di luar negeri.
Dalam tahun 2011 tindak perdagangan orang yang melibatkan korban warga Indonesia terjadi di negara-negara kawasan Timur Tengah, Malaysia, Chile, Selandia Baru, Filipina, Mesir, dan Amerika.
Menanggapi laporan Departemen Luar Negeri Amerika yang menempatkan Indonesia pada lapis kedua dalam upaya pencegahan TPPO, Deputi Menteri Bidang Perlindungan Perempuan, Luly Altruiswati, mengakui laporan itu memang benar. “Memang demikian adanya, tapi kita akan tetap berusaha untuk bisa lebih memajukan upaya-upaya pemberantasan TPPO,” ujar Luly Altruiswati.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar