Pesawat jenis PA31 Piper Navajo Chief Tain yang hilang sejak Jumat (24/8) ditemukan dalam kondisi hancur dan terbakar di lereng Gunung Mayang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, Wakil Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, Brigadir Jenderal (Pol) Rusli Nasution kepada wartawan,
Minggu (26/8) malam, mengatakan, pesawat milik PT Intan Perkasa yang dicarter oleh Elliot Geophysics untuk melakukan survei di salah satu kawasan tambang batu bara di area Bontang itu ditemukan pertama kali oleh tiga personel Brimob dan seorang anggota Basarnas pada Minggu sekitar pukul 17.25 Wita.“Seluruh penumpang termasuk pilot meninggal dalam kondisi hancur dan terbakar,” ungkap Rusli Nasution kepada Antara.
Dikatakan, pesawat tersebut ditemukan di titik kordinat lintang Timur 117 derajat 16 menit 57,3 detik, Lintang Utara 00 derajat 12 menit 34,3 detik di lereng Bukit Mayang, Kabupaten Kutai Timur dengan keting-
gian 1.300 kaki dengan kemiringan 70 hingga 80 derajat.
Sedih
Bola mata Hj. Nurhanum, masih basah. Sudah berhitung jam, wanita berusia 85 tahun ini duduk bersimpuh di atas sofa. Hatinya gamang. Tulangnya ngilu. Segunung rindu, dia purukkan di relung kalbu.
Ya, Nurhanum teringat akan paras, suara dan bayangan anak sulungnya, Marshal Basir (64).
Saat ditemui Singgalang di kediamannya kawasan Kampung Sipanjang, Jorong Guguak, Nagari Guguak VIII Koto, Limapuluh Kota (20 Kilometer dari pusat kota Payakumbuh, red), nenek belasan cucu ini menerawang amat jauh. Tangan kanannya, menggenggam sepotong tongkat. Bibirnya gemetar. Sesekali terdengar, Nurhanum melafadzkan Asma Allah.
“Waalaikumsalam, naiak lah nak. Di dalam kito duduak,” ucap Nurhanum, didampingi dua dari lima anak-anaknya, di antaranya Sulasmi Basir (62), dan Novia Erni (52), menjawab salam Singgalang, Minggu (26/8) sore.
Menurut Nurhanum, kabar menghilangnya pesawat yang dikemudikan Marshal Basir, dia terima Jumat (24/8) malam, dari empat orang adik-adik korban serta para cucu. Mendengar hal itu, separoh jiwanya serasa hilang. Janda almarhum pejuang Fisabilillah H.Abdul Basir ini, menggigil kecemasan. Tidak ada kalimat yang mampu dia ungkapkan, kecuali berserah diri pada Illahi.
Bersama empat anaknya yang lain, yakni Hj. Sulasmi Basir, Hj. Elmanati Basir, H.Iriadi basir, dan si bungsu Hj. Novia Erni, Nurhanum mengaku terus berdoa kepada Allah Azza Wajalla. “Semoga, Marshal selamat. Ibu rindu denganmu, Nak,” ujar Nurhanum, tertunduk layu. Air matanya jatuh. “Iya, Atak Marshal, kami rindu denganmu,” sambung Sulasmi dan Novia.
Pulang sekali 3 bulan
Konon menurut Nurhanum dan dua orang anaknya yang lain, Capt Pilot Marshal Basir terakhir pulang tiga bulan silam, saat mamak kandungnya, Nurmasni yang juga orang tua Nanda Oetama, mantan Rektor Universitas Taman Siswa meninggal dunia. “Lebaran kemarin, Atak Marshal tidak pulang,” tukuk Sulasmi Basir, yang memanggil Marshal Basir bersama adik-adiknya, dengan sapaan akrab ‘Atak’.
Semenjak meninggalkan kampung halaman, khususnya setelah bertugas sebagai seorang pilot, sudah menjadi kewajiban bagi Marshal Basir untuk pulang kampung sekali tiga bulan. “Sikap dan adab Atak Marshal kepada orang tua, sangat kami banggakan. Beliau, santun kepada Ibu. Apalagi, semenjak ayah tidak ada, beliau yang membimbing kami. Beliau adalah motivator kami,” papar Sulasmi dan Novia, tokoh pendidikan di Kecamatan Guguak.
Kecelakaan kedua
Terkait kecelakaan yang dialami Marshal Basir, menurut Nurhanum, merupakan musibah yang kedua dialami anak kandungnya. Sebelumnya, sekira tahun 1977, Marshal pernah pula mengalami kasus serupa di rimba Kalimantan. Beruntung, dua hari setelah pesawat dinyatakan hilang dan terjatuh, Marshal ditemukan selamat bersama empat penumpang lainnya.
Cerita Marshal kepada orang tuanya, pesawat yang dia piloti terjatuh. Marshal, sempat terkatung-katung di dalam hutan. Lalu, dia diselamatkan bahkan sempat diberi makanan oleh sekelompok masyarakat suku pedalaman. “Kalau Ibu tidak salah, ada lima orang penumpang waktu itu. Dua diantaranya dokter. Semua selamat, termasuk Marshal,” urai Nurhanum, sembari meletakkan tongkatnya ke atas sofa.
Belajar hingga USA
Diakui Nurhanum, Marshal Basir merupakan alumni pertama asal Sumatra Barat yang diterima di Akademi Penerbangan Curug, tahun 1968. Sebelum menuntut ilmu di dunia penerbangan, terlebih dahulu Marshal Basir berniat mengikuti pendidikan angkatan udara (AU) di Medan, Sumatra Utara. Malang, niatnya tersebut, kurang disetujui oleh sang ibunda. Hingga akhirnya pilot yang disebut-sebut memiliki jam terbang lebih 20.000 jam itu, mengalah.
Lantaran batal mengikuti pendidikan di Akademi Angkatan Udara, Marshal Basir melanjutkan jenjang kuliahnya di Fakultas Teknik IKIP Padang. Tidak sampai setahun di kampus yang saat ini bernama UNP tersebut, akhirnya dia lompat pagar dan memberanikan diri untuk melamar sebagai mahasiswa akademi penerbangan. Waktu itu, ada 30 orang calon peserta asal Sumatra Barat.
Dari 30 calon mahasiswa akademi penerbangan, dua di antaranya dinyatakan lolos seleksi, termasuk Marshal Basir. Saat itulah, Marshal meminta izin kepada orang tuanya, untuk mengikuti pendidikan ke Curug. “Di Akademi Penerbangan, Marshal cuma sebentar. Setelah itu, dia disekolahkan oleh PT Garuda Indonesia ke sekolah penerbangan di Florida, Amerika Serikat tahun 1969,” ucap Nurhanum.
Di Florida, USA, Marshal menggeluti pendidikan penerbangan selama lebih kurang enam bulan. Selanjutnya, dia ditarik ke Indonesia dan bekerja di Bea Cukai. “Di Bea Cukai ini, Marshal sudah jadi pilot. Di sinilah, pertama kali dia menerbangkan pesawat setelah jauh sekolah. Kira-kira tahun 1970,” ulas Nurhanum dan Sulasmi, saudara kedua Marshal Basir.
Pintar dan ulet
Bagi Nurhanum, Marshal Basir kecil hingga saat ini, dikenal pintar, ulet dan telaten. Menempuh sekolah dasar, Marshal kecil bersekolah di SDN 03 Guguak. Terlahir dari ayah seorang pejuang, Marshal sadar betul kalau dirinya yang merupakan anak paling sulung, tidak boleh cengeng. Tamat SDN 03 Guguak, pilot yang dikenal rendah hati dan low profile ini melanjutkan pendidikan ke SMP 1 Danguang-Danguang (kini SMPN 1 Kecamatan Guguak,Red).
Setelah itu, Marshal Basir pindah dari Guguak ke Kota Padang. Di ranah bingkuang ini, Marshal tinggal bareng mamaknya dan saudara sepupunya Nanda Oetama. Di Padang pula, Marshal menempuh pendidikan menengah atas di STM Muhammadiyah dengan jurusan Teknik Mesin.
CJH 2013
Diingat Nurhanum, anak kandungnya tersebut berencana naik haji ke Makkah 2013. Marshal sudah terdaftar sebagai CJH tahun 2013.
Rencananya, dia berangkat haji dari Jakarta. Marshal sendiri, sehari-hari tinggal bersama istrinya, Elwis, wanita asal Sunda dan lima anak-anaknya di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Tidak ada firasat apapun, yang dirasakan Nurhanum, akan terjadi musibah yang dialami Marshal Basir.
Sedih
Bola mata Hj. Nurhanum, masih basah. Sudah berhitung jam, wanita berusia 85 tahun ini duduk bersimpuh di atas sofa. Hatinya gamang. Tulangnya ngilu. Segunung rindu, dia purukkan di relung kalbu.
Ya, Nurhanum teringat akan paras, suara dan bayangan anak sulungnya, Marshal Basir (64).
Saat ditemui Singgalang di kediamannya kawasan Kampung Sipanjang, Jorong Guguak, Nagari Guguak VIII Koto, Limapuluh Kota (20 Kilometer dari pusat kota Payakumbuh, red), nenek belasan cucu ini menerawang amat jauh. Tangan kanannya, menggenggam sepotong tongkat. Bibirnya gemetar. Sesekali terdengar, Nurhanum melafadzkan Asma Allah.
“Waalaikumsalam, naiak lah nak. Di dalam kito duduak,” ucap Nurhanum, didampingi dua dari lima anak-anaknya, di antaranya Sulasmi Basir (62), dan Novia Erni (52), menjawab salam Singgalang, Minggu (26/8) sore.
Menurut Nurhanum, kabar menghilangnya pesawat yang dikemudikan Marshal Basir, dia terima Jumat (24/8) malam, dari empat orang adik-adik korban serta para cucu. Mendengar hal itu, separoh jiwanya serasa hilang. Janda almarhum pejuang Fisabilillah H.Abdul Basir ini, menggigil kecemasan. Tidak ada kalimat yang mampu dia ungkapkan, kecuali berserah diri pada Illahi.
Bersama empat anaknya yang lain, yakni Hj. Sulasmi Basir, Hj. Elmanati Basir, H.Iriadi basir, dan si bungsu Hj. Novia Erni, Nurhanum mengaku terus berdoa kepada Allah Azza Wajalla. “Semoga, Marshal selamat. Ibu rindu denganmu, Nak,” ujar Nurhanum, tertunduk layu. Air matanya jatuh. “Iya, Atak Marshal, kami rindu denganmu,” sambung Sulasmi dan Novia.
Pulang sekali 3 bulan
Konon menurut Nurhanum dan dua orang anaknya yang lain, Capt Pilot Marshal Basir terakhir pulang tiga bulan silam, saat mamak kandungnya, Nurmasni yang juga orang tua Nanda Oetama, mantan Rektor Universitas Taman Siswa meninggal dunia. “Lebaran kemarin, Atak Marshal tidak pulang,” tukuk Sulasmi Basir, yang memanggil Marshal Basir bersama adik-adiknya, dengan sapaan akrab ‘Atak’.
Semenjak meninggalkan kampung halaman, khususnya setelah bertugas sebagai seorang pilot, sudah menjadi kewajiban bagi Marshal Basir untuk pulang kampung sekali tiga bulan. “Sikap dan adab Atak Marshal kepada orang tua, sangat kami banggakan. Beliau, santun kepada Ibu. Apalagi, semenjak ayah tidak ada, beliau yang membimbing kami. Beliau adalah motivator kami,” papar Sulasmi dan Novia, tokoh pendidikan di Kecamatan Guguak.
Kecelakaan kedua
Terkait kecelakaan yang dialami Marshal Basir, menurut Nurhanum, merupakan musibah yang kedua dialami anak kandungnya. Sebelumnya, sekira tahun 1977, Marshal pernah pula mengalami kasus serupa di rimba Kalimantan. Beruntung, dua hari setelah pesawat dinyatakan hilang dan terjatuh, Marshal ditemukan selamat bersama empat penumpang lainnya.
Cerita Marshal kepada orang tuanya, pesawat yang dia piloti terjatuh. Marshal, sempat terkatung-katung di dalam hutan. Lalu, dia diselamatkan bahkan sempat diberi makanan oleh sekelompok masyarakat suku pedalaman. “Kalau Ibu tidak salah, ada lima orang penumpang waktu itu. Dua diantaranya dokter. Semua selamat, termasuk Marshal,” urai Nurhanum, sembari meletakkan tongkatnya ke atas sofa.
Belajar hingga USA
Diakui Nurhanum, Marshal Basir merupakan alumni pertama asal Sumatra Barat yang diterima di Akademi Penerbangan Curug, tahun 1968. Sebelum menuntut ilmu di dunia penerbangan, terlebih dahulu Marshal Basir berniat mengikuti pendidikan angkatan udara (AU) di Medan, Sumatra Utara. Malang, niatnya tersebut, kurang disetujui oleh sang ibunda. Hingga akhirnya pilot yang disebut-sebut memiliki jam terbang lebih 20.000 jam itu, mengalah.
Lantaran batal mengikuti pendidikan di Akademi Angkatan Udara, Marshal Basir melanjutkan jenjang kuliahnya di Fakultas Teknik IKIP Padang. Tidak sampai setahun di kampus yang saat ini bernama UNP tersebut, akhirnya dia lompat pagar dan memberanikan diri untuk melamar sebagai mahasiswa akademi penerbangan. Waktu itu, ada 30 orang calon peserta asal Sumatra Barat.
Dari 30 calon mahasiswa akademi penerbangan, dua di antaranya dinyatakan lolos seleksi, termasuk Marshal Basir. Saat itulah, Marshal meminta izin kepada orang tuanya, untuk mengikuti pendidikan ke Curug. “Di Akademi Penerbangan, Marshal cuma sebentar. Setelah itu, dia disekolahkan oleh PT Garuda Indonesia ke sekolah penerbangan di Florida, Amerika Serikat tahun 1969,” ucap Nurhanum.
Di Florida, USA, Marshal menggeluti pendidikan penerbangan selama lebih kurang enam bulan. Selanjutnya, dia ditarik ke Indonesia dan bekerja di Bea Cukai. “Di Bea Cukai ini, Marshal sudah jadi pilot. Di sinilah, pertama kali dia menerbangkan pesawat setelah jauh sekolah. Kira-kira tahun 1970,” ulas Nurhanum dan Sulasmi, saudara kedua Marshal Basir.
Pintar dan ulet
Bagi Nurhanum, Marshal Basir kecil hingga saat ini, dikenal pintar, ulet dan telaten. Menempuh sekolah dasar, Marshal kecil bersekolah di SDN 03 Guguak. Terlahir dari ayah seorang pejuang, Marshal sadar betul kalau dirinya yang merupakan anak paling sulung, tidak boleh cengeng. Tamat SDN 03 Guguak, pilot yang dikenal rendah hati dan low profile ini melanjutkan pendidikan ke SMP 1 Danguang-Danguang (kini SMPN 1 Kecamatan Guguak,Red).
Setelah itu, Marshal Basir pindah dari Guguak ke Kota Padang. Di ranah bingkuang ini, Marshal tinggal bareng mamaknya dan saudara sepupunya Nanda Oetama. Di Padang pula, Marshal menempuh pendidikan menengah atas di STM Muhammadiyah dengan jurusan Teknik Mesin.
CJH 2013
Diingat Nurhanum, anak kandungnya tersebut berencana naik haji ke Makkah 2013. Marshal sudah terdaftar sebagai CJH tahun 2013.
Rencananya, dia berangkat haji dari Jakarta. Marshal sendiri, sehari-hari tinggal bersama istrinya, Elwis, wanita asal Sunda dan lima anak-anaknya di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Tidak ada firasat apapun, yang dirasakan Nurhanum, akan terjadi musibah yang dialami Marshal Basir.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar