Presiden SBY, Kapolri Timur Pradopo dan Ketua KPK Abraham Samad (kiri) berbincang-bincang di sela-sela acara buka puasa bersama di Mabes Polri Jakarta, Rabu malam (8/8). Tohir/rumgapres
Pengamat hukum dari Masyarakat Pengamat Peradilan Universitas Indonesia (Mappi), Choky Ramadhan menilai sikap diam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam penanganan kasus dugaan suap pengadaan alat simulator ujian Surat Izin Mengemudi, kontraproduktif terhadap pemberantasan korupsi.
"Sikap diam Istana wajib dicurigai, karena pada akhirnya menyebabkan sengketa penanganan kasus jadi berlaut-larut," kata Choky saat dihubungi, Ahad, 30 September 2012. . "Yang senang dan diuntungkan di sini adalah koruptor."
Mappi mencatat Presiden sudah berulang kali tidak bersikap tegas dalam persoalan penegakan hukum yang melibatkan KPK. Selain kasus simulator, sebelumnya Presiden juga abai dalam kasus ''Cicak versus Buaya''.
Tak cuma itu, Presiden juga belum secara tegas menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang dinilai berpotensi melemahkan kinerja lembaga antirasuah.
Menurut Choky, Presiden seharusnya bersikap proaktif dan tidak tinggal diam melihat penanganan kasus simulator SIM mengabaikan UU KPK. Padahal dalam Pasal 50 UU tersebut dijelaskan, aparat penegak hukum mesti berhenti menangani kasus rasuah, jika perkara yang sama sudah disidik KPK.
Presiden, menurut Choky, sejak awal semestinya sudah ambil peran dengan melarang Kepala Polri sebagai bawahannya, menyidik kasus simulator SIM. Namun karena kasus itu telanjur bergulir di Kepolisian, maka yang bisa dilakukan Presiden adalah menitahkan Jaksa Agung menolak berkas polisi.
Jaksa Agung Basrief Arief dinilai punya wewenang mengembalikan penanganan kasus simulator ke KPK. Apalagi pada awal Agustus, Basrief pernah mengatakan penyidikan kasus tersebut seharusnya dilakukan KPK, jika yang dijadikan acuan adalah UU. "Jaksa Agung mesti merealisasikan janjinya dengan tidak melanjutkan perkara ke tahap penuntutan," ujar Choky.
Mabes Polri dan KPK sama-sama menangani kasus simulator SIM. Mabes Polri berdalih mereka berhak menangani kasus itu karena ada nota kesepahaman yang pernah diteken antaraparat penegak hukum.
Dalam kasus tersebut, Polri telah menetapkan lima tersangka, yakni Wakil Kepala Korps Lantas Brigadir Jenderal Didik Purnomo, Ketua Panitia Pengadaan Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan, Bendahara Korps Lantas Komisaris Legimo, Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo Bambang, dan Direktur Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Santoso.
Adapun KPK dalam kasus ini telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Didik, Sukotjo, Budi, dan bekas Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Djoko ditetapkan sebagai tersangka pada Juli lalu, karena diduga ikut berperan merugikan keuangan negara lebih dari seratus miliar. Ia juga diduga menerima suap Rp 2 miliar dari pihak rekanan.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar