Ditulis oleh Teguh
Satu lagi, inikah ‘sekeping tanah surga’ yang tercecer di ranah Minang itu..? Begitu syair para pujangga sering bertanya dalam melukiskan pesona dari setumpak ranah nan rancak bana ini.
Telaga biru yang menghampar dalam kurva indah di tikungan manis jalan raya Bukittinggi-Padang. Berpagar Marapi dan Singgalang, bibirnya berbingkai rerumputan dan hamparan rawa-rawa hijau yang menawan. Dangau-dangau pembuat Bika di tepi telaga siap memanjakan selera. Ladang-ladang dengan tanah kecoklatan tersusun berjenjang,menghiasi sisi Timurnya, menyempurnakan keindahan untuk mencuci mata.
Dan ketika petang menjelang, saat pijar matahari menyiram puncak cadas Marapi yang kuning keemasan, maka itulah sehamparan kanvas alam-lukisan ciptaan Tuhan yang paling menyentuh rasa dan digemari oleh para pemancing ikan. Betapa sahdunya melempar tali kail menabur umpan dalam tiupan angin gunung dalam aroma eksotik sayuran-sayuran aneka ragam. Laki-laki yang duduk terdiam menunggu umpan dimakan ikan, menjadi ilustrasi khas dan menarik di bibir telaga saat senja menjelang.
Namun sayang, laksana sekeping kristal bening yang belum diasah, itulah kesan yang selalu tergores dalam pikiran ketika kita melintasi bibir telaga indah yang menggenang di antara Marapi dan Singgalang ini. Ibarat sebuah lukisan, inilah selembar karya sang maestro yang belum terbingkai dengan sepenuh hati.
Dulu, beberapa belasan tahun silam, telaga indah ini pernah dikemas cukup bagus, terbenahi dan berfasilitas hiburan yang menarik hati. Pernah ada fasilitas kereta kayuh, hiburan murah meriah untuk menikmati telaga yang luasnya dulu dua kali telaga di hari ini. Semakin hari, orang-orang mulai tak peduli mendandani. Enceng gondok dan kiambang yang tumbuh subur dan liar, sering membuat telaga ini pernah beberapa kali hilang dalam pandangan, airnya tak tampak karena seluruh permukaanya tertutup tanaman liar.
Ketika hari ini, orang-orang gerah dengan keriuhan kota, dan mereka haus merindukan wisata dalam sahdunya kehijauan alam pegunungan, maka Telaga Indah diantara Marapi dan Singgalang ini tentunya menawarkan sejuta cerita. Dengan airnya yang tak pernah kering karena telaga ini dialiri 5 mata air (4 mata air dari nagari Batu Palano, dan 1 dari Koto baru), tak jauh dari telaga ini juga terdapat ragam cerita menarik. Hanya berjarak 200 meter dari telaga, ada Tabek Aia Asin, begitu masyarakat menamainya, meski sesungguhnya airnya konon berasa kelat, karena berupa mata air yang berkadar belerang. Sekitar 1 Km dari telaga di sisi kaki Marapi juga terdapat Batu Palano, sekeping batu berbentuk pelana kuda yang juga menjadi nama nagari yang tertonggok di kaki Marapi ini. Kelok Sigauang, panorama sederhana tempat kita bisa melepas pandang dari arah berlawanan, menikmati birunya telaga indah dengan dinding Singgalang berselimut awan.
Sejuta pesona dengan ragam cerita sesungguhnya telaga ini punya. Tapi kenapa masih saja telaga indah ini belum menjadi buah muncung dan seperti tak terlirik oleh banyak wisatawan kita dan mancanegara..?. Andaikan fasilitas hiburan air kembali tersedia, andaikan Pasar Amor disisi telaga kembali dibenahi Pemda dan tak membiarkan jadi tempat ternak gembala, andai pasar Koto Baru tak lagi menghadang laju kendaraan dengan kemacetannya. Bukan tak mungkin Telaga Indah diantara Marapi dan Singgalang ini, akan menjadi buah cerita setelah Maninjau dan Singkarak yg sudah dulu mendunia…!
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar