"Menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan pembunuhan sebagaimana didakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan," demikian kata hakim agung Surya Jaya saat menjadi hakim anggota kasasi Antasari.
Hal ini tertulis lengkap dalam salinan kasasi yang dilansir dalam website Mahkamah Agung (MA), Rabu (18/12/2012).
Berikut alasan hakim Surya Jaya yang kalah suara dengan dua hakim agung lainnya, Artidjo Alkostar dan Moegihardjo dalam putusan kasasi halaman 58:
Hakim dapat saja mengenyampingkan keterangan ahli sepanjang keterangan tersebut tidak relevan ataukah merupakan bidang kompetensi dari hakim yang memeriksa perkara.
Sebaliknya dapat menjadi imperatif manakala keterangan ahli tersebut menentukan misalnya keterangan ahli pemeriksaan sidik jari, forensik atau balistik tidak dapat dikesampingkan.
Oleh sebab itu keterangan ahli dalam perkara a quo tidak dapat dikesampingkan berhubung sangat urgen dan bersifat guna menentukan siapa pelaku sesunguhnya. Konsekuensi hukum yang ditimbulkan dengan tidak digunakannya keterangan ahli balistik dan forensk oleh judex factie (PN Jaksel), merupakan suatu kekeliruan.
Karena telah mengesampingkan tujuan dari pemeriksaan perkara pidana untuk mencapai kebenaran materiil atau kebenaran yang sesungguhnya.
Adapun urgensinya hal tersebut adalah untuk mengilangkan keragu-raguan mengenai siapa sesunguhnya orang yang melakukan penembakan terhadap korban Nasaruddin, apakah Edo dan kawan-kawan?
Hal ini harus dijelaskan secara benar, jujur dan objektid dalam perkara aquo, sebab menjadi dasar bagi JPU mendakwa Antasari dalam perannya sebagai 'penganjur pembunuhan berencana'.
Meski demikian, Surya Jaya kalah suara dengandua hakim agung lainnya. Sehingga Antasari tetap divonis 18 tahun penjara. Di tingkat PK, lima hakim agung yaitu Harifin Tumpa, Djoko Sarwoko, Komariah E Sapardjaya, Imron Anwari dan Hatta Ali bergeming.
s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar