Featured Video

Senin, 18 Februari 2013

Urang Solok Menjadi Hakim Agung

DESNAYETI JADI HAKIM AGUNG

Layaknya perempuan kebanyakan di Solok, sosok keibuan lebih menonjol di keseharian Desnayeti dibanding profesinya sebagai penegak hukum. Dengan berbalut pakaian khas Minang, Desnayeti, begitu familiar dan lebih cenderung rendah hati ketika menyambut para undangan yang menghadiri helat syukuran keluarga Mahyudin Yakub di nagari terpencil Dilam, Kecamatan Bukit Sundi, Kabupaten Solok, Sabtu (16/2).


Selama ini tidak semua orang Solok mengetahui kalau satu dari 8 Hakim Agung yang terpilih melalui uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR pada 14 Februari 2013, adalah putra Nagari Dilam. Nagari itu sunyi, asri dan jauh dari kemajuan.
Bahkan untuk mencari kediaman Desnayeti yang berada di kaki bukit, jalan berbau tanah yang melintas di depan rumahnya, masih tetap menjadi lukisan kehidupan. Kondisi demikian serta merta menyulitkan bagi Singgalang mencari tahu kediaman Hakim Agung yang ternyata asli berasal dari nagari tertinggal itu.
Anak ke-3 dari mantan hakim Pengadilan Negeri (PN) Solok, Mahyudin Yakub (almarhum) ini di sela-sela kesibukannya menyambut undangan yang hadir, berusaha menjawab pertanyaan Singgalang sampai akhirnya pembicaraan terputus ketika secara bersamaan muncul Bupati Solok H. Syamsu Rahim, Kepala Pengadilan Tinggi Padang Sabirin Janah, serta Dirut Bank Nagari Sumbar Suryadi Azmi.
Soal pengalamannya menjalani uji kelayakan dan kepatutan sampai terpilih menjadi Hakim Agung dengan perolehan dukungan 25 suara, Desnayeti mengakui ujian terberat yang pernah dihadapinya selama menjadi hakim, apalagi harus berhadapan dengan anggota Komisi III DPR-RI.
Semua ujian yang diikuti bisa dilewati karena seolah ada bisikan bahwa pihaknya harus bisa melewati tantangan. “Saya justru mendapat semangat dari kebersamaan dan persaudaraan yang tinggi anggota keluarga bapak saya, almarhum Mahyudin Yakub,” tutunya.
Desnayeti yang merupakan mantan Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Padang, dipindah tugaskan ke PT Pekanbaru pada Oktober 2012 lalu. Dari Pekanbaru kumudian anak Nagari Dilam ini dipanggil ke Jakarta mengikuti tes Hakim Agung. “Perjuangan yang berat. Karena itu di samping syukurtan atas pernikahan putri adik saya serta syukuran atas keberhasilan adik saya Novial menyelesaikan pendidikan S-3 di Kualalumpur, saya sekaligus syukuran karena dipercaya menjadi Hakim Agung. Insya Allah saya bisa menjalankan amanah ini,” tuturnya.
Kendati menjadi Hakim Agung, Desnayeti mengaku di kampung tetap menjadi keponakan orang. Kewibawaan dan fungsi ninik mamak merupakan hal yang spesifik dan karena itu sehebat apapun dirinya, Denayeti mengaku tetap patuh kepada ninik mamak di Dilam.
Desnayeti yang tengah menanti SK pengangkatan dan pelantikan sebagai Hakim Agung ini, juga mengulas soal kekhawatiran banyak pihak terhadap prilaku hakim yang rentan mendapat tekanan politik atau intervensi pihak lain, pandangan demikian menurutnya tidak berlaku umum. Sebagai hakim, pihaknya tetap berpedoman kepada fakta persidangan untuk memutus suatu perkara. Ia tidak mau masuk dan terombang-ambing oleh kepentingan siapapun, kecuali fakta hukum akan selalu berbicara untuk menentukan keputsan sidang. “Latar belakang suatu kasus tidak sama. Di situ hakim berembug untuk mempertimbangkan memutuskan sebuah perkara, berdasarkan fakta di persidangan,” tuturnya.
Prinsip Desnayeti tidak tebang pilih dan tidak pandang bulu. Seorang hakim harus menjaga integritas dan independensinya, sehingga tidak mengenal pengaruh politik atau memandang siapa di balik suatu perkara. “Sejatinya hakim begitu. Dan saya Insya Allah konsisten menjaga kredibilitas dan kompetensi profesi hakim,” tutur Desnayeti yang oleh anggota Komisi III-DPR-RI Ahmad Yani dikatakan best of the best.
Kebanggaan Sumbar
Setentang komitmen Hakim Agung tersebut, Dirut Bank Nagari Suryadi Azmi yang hadir pada saat syukuran, mengaku optimistis anak Dilam ini mampu melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum dengan baik dan adil. Desnayeti adalah kebanggaan Sumatra Barat. Pihaknya berharap dengan kepercayaan nasional terhadap anak Solok itu, akan menjadi motivasi bagi generasi muda di Sumbar.
Pendapat serupa disampaikan Bupati Solok, Syamsu Rahim, dengan teprilihnya Desnayeti sebagai Hakim Agung, merupakan kebanggaan sekaligus harapan bagi masyarakat dalam mencari keadilan. Sebab, persaolan hukum adat di Sumbar kerap tidak memuaskan banyak orang, lantaran yang memutus perkaranya justru hakim yang berasal dari luar Sumbar.
Alasan itu kemudian menjadi inspirasi Bupati Solok dan kepala daerah di Sumbar untuk mewujudkan restorasi justice. Pihaknya tengah merancang konsep bersama kepala daerah dan akan menandatangani perjanjian kerja sama (MoU) dengan Kapolda Sumbar guna membuat kesepakatan tentang persoalan hukum adat. “Segala urusan sako dan pusako, yang termasuk dalam tindakan pidana ringan, kita harapkan dikembalikan penyelesaiannya kepada masyarakat hukum adat,” papar Syamsu Rahim.
Kunci untuk mewujudkan hal itu semua kepala daerah bersepakat untuk memberdayakan lembaga adat, seperti KAN dan mendorong terangkatnya peran dan fungsi ninik mamak agar menyelesaikan persoalan anak kemenakannya.
Syamsu Rahim memiliki harapan besar atas dipercayanya Desnayeti sebagai Hakim Agung, setidaknya bisa memberi inspirasi agar bagaimana kelak memperlakukan kultur masyarakat Sumbar yang berperkara pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, perkaranya ditangani hakim yang paham dan mengetahui soal adat Minangkabau.
Bupati Solok serta merta mewakili masyarakat Sumbar agar para Hakim Agung asal Sumbar tidak terseret ke pusaran persoalan-persoalan yang tengah terjadi di pusat saat ini. Syamsu Rahim menyebutkan Desnayeti akan mampu melewati semua glamour moral dan prilaku pejabat negara, karena memiliki kultur Minangkabau yang mengedepankan malu, raso dan pareso. “Besar harapan kita orang Sumbar, supaya Ibuk Desnayeti betul-betul menjadi orang yang adil, menjadi penegak hukum yang steril dari berbagai persoalan Jakarta,” harap Syamsu Rahim.
Ketua Pengadilan Tinggi Padang Sabirin Janah menyebutkan, menjadi hakim di Sumbar memang spesifik karena cenderung dihadapkan dengan perkara adat yang tidak ada bukunya. Banyak alat bukti yang diungkapkan dengan pepatah-petitih. Karena itu, pihaknya selalu menganjurkan kepada hakim-hakim yang berasal dari luar Sumbar supaya terus memperdalam ilmu dengan pengetahuan adat Minangkabau.

s




Tidak ada komentar:

Posting Komentar