Featured Video

Rabu, 20 Juli 2011

Merakyat atau Melarat?


SISKA YULIANA

SEMBILAN koma dua puluh lima juta (9.025.000), angka yang fantastik, kalau saja angka ini digunakan untuk menghitung pendapatan per-bulan penduduk Indonesia. Namun justru digunakan untuk menghitung jumlah pengangguran. Pengangguran ada di mana-mana, dari desa sampai ke hiruk pikuk kota besar.
Di negara berkembang seperti Indonesia, pengangguran merupakan masalah rumit dan lebih serius daripada pendapatan yang kurang menguntungkan.
Keadaan di negara-negara berkembang dalam beberapa dasawarsa terakhir, menunjukkan pembangunan ekonomi tidak sanggup menyediakan kesempatan kerja yang lebih cepat daripada pertambahan penduduk. Karenanya masalah ini dari tahun ke tahun semakin serius.
Persoalan ini menimbulkan dampak negatif bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara yang mengakibatkan tingginya tindakan kriminal, banyaknya anak jalanan, pengemis, pengamen, perdagangan anak dan sebagainya.
Bahkan sudah menjadi patologi sosial, atau kuman penyakit sosial yang menyebar bagaikan virus yang sulit diberantas. Penyakit sosial ini sangat berbahaya dan menghasilkan korban-korban sosial yang tidak bernilai.
Menurunnya kualitas sumber daya manusia, tidak dihargainya martabat dan harga diri manusia merupakan akibat dari penyakit sosial. Oleh karena itu, persoalan pengangguran ini secepatnya dipecahkan dan dicari jalan keluarnya.
Tak kalah menariknya kalau dilihat jumlah angka kemiskinan di Indonesia yang mencapai 27 juta jiwa. Sungguh keadaan yang mengenaskan. Akibat dari jumlah kemiskinan pun tak berbeda jauh dengan akibat banyaknya pengangguran.
Antara lain tingkat kriminalitas seperti pencurian, perampokan dan lain-lain yang bermotifkan faktor ekonomi tidak dapat dielakan juga banyaknya masyarakat Indonesia yang mengalami gizi buruk, terutama hal ini terjadi pada anak-anak yang masyarakatnya ada dalam kategori miskin karena tidak sanggup memenuhi kebutuhan gizi keluarganya.
Sementara pemerintah dan badan anggaran (Banggar) DPR memprioritaskan penurunan tingkat kemiskinan tahun 2011 mejadi 11,5-12,5%. Ini dapat tercapai jika diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang pro rakyat.
“Menurunkan sasaran tingkat kemiskinan pada tahun 2011 menjadi sebesar 11,5-12,5% dari jumlah penduduk,” kata Ketua Koordinator Panja Rencana Kerja Pemerintah tahun 2011, Mirwan Amir dalam Raker RAPBN 2011 beberapa waktu lalu.
Katanya, prioritas untuk pengentasan kemiskinan ini untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kualitas pertumbuhan yang pro rakyat.
Menurutnya, kemiskinan bukan hanya kemiskinan struktural, juga merupakan kemiskinan yang disebabkan konflik dan bencana alam. Untuk diwujudkannya penekan angka kemiskinan, lanjutnya, bisa didorong dengan pertumbuhan yang pro-rakyat miskin dengan memberikan perhatian khusus kepada usaha-usaha yang melibatkan orang-orang miskin dan orang-orang yang memiliki kondisi khusus.
Apakah rencana ini akan berjalan efektif, dan efisien seperti yang telah ditargetkan? Sebagai masyarakat kita berharap dan mendukung upaya yang dilakukan pemerintah.
Bertitik tolak dari banyaknya angka kemiskinan dan pengangguran, berdampak negatif. Mulai dari meningkatnya angka kriminalitas sampai banyaknya anak-anak yang mengalami gizi buruk.
Kita dapat menyaksikan dengan begitu gamblang kinerja suatu lembaga yang seharusnya merakyat, tapi sebaliknya malah membuat rakyat semakin melarat.
DPR mempertontonkan kinerjanya yang membuat rakyat muak. Sering tidur waktu rapat, ada yang terlibat narkoba, hingga pembangunan gedung baru bernilai triliunan rupiah dan banyak kasus lain.
Kemana lagi rakyat mengadu jika DPR seolah-olah tidak pernah mengindahkan aspirasi rakyat?
Nilai triliunan rupiah untuk pembuatan gedung seharusnya masih bisa diupayakan untuk berbagai hal meningkatkan kesejahteraan rakyat. Seperti pendidikan, pengobatan gratis bagi penduduk miskin atau lain sebagainya menunjang kesejahteraan sosial rakyat.
Sebagai masyarakat kita hanya berharap, adanya pemimpin-pemimpin yang pro rakyat, pemimpin yang mau mendengarkan aspirasi rakyat sehingga angka kemiskinan dan pengangguran menurun. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan kesejahteraan sosial tercapai, karena pada dasarnya tugas negara adalah mensejahterakan masyaraktnya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar