Featured Video

Sabtu, 20 Agustus 2011

PETANI BERGERAK, GALANG KEKUATAN UNTUK MENGGAPAI KESEJAHTERAAN-Payakumbuh


Satu langkah maju sudah dimulai. Petani kakao Kabupaten Limapuluh Kota dan Kota Payakumbuh telah berhimpun mendirikan sebuah lembaga untuk memayungi petani lainnya.
Kenyataan ini perlu dia­cung­kan jempol dan dibantu secara serius, agar pucuk yang baru tumbuh ini bisa ber­kembang dan mengembangkan sayap keseluruh Nusantara demi kesejahteraan petani.
Petani selalu berjuang untuk manusia lainnya, tetapi mereka sering tidak menerima imbalan yang setimpal. Mereka tidak mengharapkan penghargaan, tidak mengharapkan sanjungan ataupun pujian yang muluk-muluk. Yang diharapkan petani hanyalah perolehan pendapatanyang memadai dari hasil cucur keringat, untuk menupang kehidupan yang semakin keras dan semakin tidak punya nurani.

Harapan ini akan terwujud bila ; (1) terjadi dan terjamin­nya proses jual beli yang adil. Jangan seperti sekarang, mere­ka susah payah berusahatani dengan resiko yang besar, tetapi yang lebih banyak menikmati keuntungan adalah para peda­gang atau pemilik modal, yang kadang-kadang hanya bermodal dengkul atau bermodalkan air ludah ; (2) petani mudah mendapatkan segala kebu­tuhannya untuk menjalankan usahatani dengan harga yang terjangkau.
Kebutuhan akan pupuk contohnya, sering dimainkan oleh pedagang atau pelaku lainnya. Harganya juga sangat tidak berpihak kepada petani. Disadari memang tersedia bahan pupuk disekitar petani, tetapi tidak semua tanaman bisa menerima secara drastis peru­bahan masukan yang diberikan ; (3) teknologi bisa dikuasai dan diterapkan secara tepat dengan bimbingan yang berkelanjutan sampai petani benar-benar sudah menguasai.
Untuk mewujudkan hara­pan petani tersebut, Pemerintah telah banyak berbuat. Petani sudah mendapat perhatian yang melimpah dari pemerintah, tetapi mereka belum banyak menikmati hasil dari perhatian tersebut. Banyak bantuan yang telah diterima tetapi belum memberikan manfaat yang optimal. Kita tidak bermaksud menyalahkan atau mengkam­bing hitamkan siapa-siapa, tetapi semua yang telah dilaku­kan dalam proses pembangunan banyak yang tidak mencapai sasaran.
Berat dugaan, pendekatan dan sistem yang digunakan dalam memberikan bantuan dan pembinaan banyak yang kurang sesuai dengan keinginan petani, sehingga biaya yang dikeluarkan pemerintah men­jadi rendah manfaatnya. Fasilitasi dan bantuan yang sangat diharapkan petani adalah yang sesuai dengan kondisi dan keinginannya. Semua itu bisa dilakukan dengan pendekatan partisipatif, dimana petani juga ikut sebagai perencana dan pengembang dirinya sendiri. Perhatian yang harus diberikan kepada petani adalah bagaimana supaya mereka bisa selalu beraktivitas dan menghasilkan semua kebutuhan masyarakat, itu adalah perhatian minimal.
Jual beli yang adil. Dalam proses jual beli, petani sering dirugikan karena berada dalam posisi tawar yang lemah. Harga produk yang ditawarkan petani, tidak pernah bisa ditentukan oleh mereka sendiri. Harga jual selalu ditentukan oleh peda­gang. Bahkan kadang-kadang, produknya dibawa oleh peda­gang tetapi uang belum dibayar. Pembayaran dilakukan setelah barang yang diambil laku terjual oleh pedagang. Hanya dengan modal dengkul atau air ludah, pedagang bisa menda­patkan keuntungan dalam waktu yang singkat. Banding­kan dengan keuntungan atau pendapatan yang diperoleh petani, yang berjuang sekian lama untuk menghasilkan produk, dengan resiko yang cukup tinggi. Adilkah itu?  Hal ini sering dialami oleh petani. Mereka tidak bisa berbuat karena berada dalam posisi yang sangat lemah.
Itulah gambaran kondisi dan kehidupan serta tantangan yang selalu dihadapi petani. hampir semua masyarakat kurang atau tidak peduli, walaupun ada yang peduli, tetapi sangat sedikit, dan umumnya mereka tidak mem­punyai kekuatan yang memadai. Akankah kondisi dan sistem yang berjalan ini dibiarkan berlanjut terus demikian?. Apa yang harus diperbuat oleh petani, dan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah atau oleh pemerhati petani?
Belajar pada pengalaman dan apa yang telah dilakukan pada masa lalu, nampaknya petani harus mulai menentukan sikap. Petani harusnya jangan lagi tergantung atau terlalu menggantungkan diri pada golongan masyarakat lain ataupun pemerintah. Petani harus mulai menggalang kekua­tan sendiri untuk memperkuat posisi tawar. Kalau posisi tawar sudah kuat, mereka tidak bisa lagi diatur atau dipermainkan oleh lapisan masyarakat lain­nya.
Petani tidak lagi harus memelas perhatian dan ban­tuan dari pihak luar. Mereka bisa menentukan sendiri harga barang yang diproduksinya, mereka bisa mengatur pasar dan pemasaran barang-barang yang dihasilkannya. Dan yang sangat diharapkan adalah “petani menjadi sebuah ko­munitas yang kuat” kuat secara sosial dan lebih kuat secara ekonomi. Kalau komitmen ini sudah dipadukan maka banyak cara yang bisa dilakukan oleh petani dan banyak kegiatan yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan posisi tawar mereka. Kata kuncinya, adalah bersatu atau memperkuat barisan sesama petani, mereka harus mulai menggalang kekua­tan untuk berjaya sebagai komunitas tersendiri yang mampu berbuat untuk orang banyak. Allah SWT mene­gaskan bahwa manusia yang paling mulia disisiNYA adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya.
Dalam tulisan terdahulu, penulis mengemukakan bahwa untuk menggapai kesejahteraan petani harus menggalang kekua­tan. Petani harus membangun wadah sendiri dan berjuang guna menguatkan posisi tawar diri atau komunitas (baca: lembaga, wadah pemersatu petani). Wadah tersebut bisa berupa atau berbentuk lembaga atau organisasi. Bisa kelompok tani, bisa koperasi, bisa asosiasi petani dan banyak lagi bentuk lainnya, yang intinya adalah sebagai wadah tempat mereka berhimpun. Tempat orang yang seide, mempunyai kemauan yang sama, mempunyai tujuan yang sama, dan yang penting sama-sama punya kepentingan dan saling mengerti satu sama lain. Orang bijak mengatakan bahwa; “Organisasi merupakan alternatif utama yang harus dijalankan oleh rakyat untuk memperoleh keberadaan atau­pun kekuatan mereka”.
Kuncinya terletak pada pembentukan organisasi itu sendiri. Dewasa ini, umumnya organisasi dibentuk berdasar­kan kepada kebutuhan golo­ngan atas (pemerintah, LSM dan lainnya), bukan tumbuh dari bawah. Kita bisa bayang­kan, bagaimana perkembangan sesuatu yang tumbuh dari atas?. Ibarat sebuah tanaman, kalau tumbuh dari atas tentu akarnya berada diatas, dan pucuknya juga akan tumbuh mencuat keatas mencari sum­ber matahari.
Begitu juga dengan sebuah organisasi, bila ia tumbuh dari bawah, dengan arti berdasarkan “keinginan”, “kebutuhan” dan “kemauan” si pelakunya sen­diri, maka dapat dipastikan bahwa organisasi tersebut akan eksis dan tumbuh berkembang sesuai dengan tujuan yang digariskan sebelumnya. Perta­nyaannya sekarang, mau, mam­pu dan sanggupkah masyarakat kecil yang mayoritas petani tersebut melakukannya? Lang­kah dan strategi apakah yang harus ditempuh agar kekuatan tersembunyi tersebut dapat dibangkitkan?
Tantangan ini telah dijawab oleh petani kakao di Kabu­paten 50 Kota dan Kota Paya­kumbuh. Dewasa ini mereka telah mulai menggalang kekua­tan membentuk sebuah lembaga yang diberinama Himpunan Petani Kakao Indo­nesia (HI­PKINDO). Tidak tanggung-tanggung, himpunan yang dibentuk merupakan sebuah lembaga yang ber­nuansa dan mencakup wilayah Indonesia.
Himpunan dimaksud meru­pakan induk organisasi dari himpunan-himpunan serupa yang nantinya akan dibentuk di seluruh kabupaten/kota dan propinsi penghasil kakao di Indonesia. Himpunan inilah yang akan menjalankan misinya dalam meningkatkan “posisi tawar” petani kakao melalui pemberdayaan yang berkelan­jutan dengan prinsip dari petani, oleh petani dan untuk petani. Sementara bisnis kakao dijalankan oleh Koperasi Petani Kakao Indonesia (KOPKI), yang dibentuk bersamaan dengan berdirinya Hipkindo.
Menyimak perkembangan ini, para pemerhati petani dan pertanian harus memberikan kontribusi nyata, menyambut gerakan ini dan membantu dengan penuh perhatian dengan apa yang bisa dicurahkan. Tidak ada salahnya bila dalam tulisan ini, penulis menghimbau se­mua pihak yang punya per­hatian terhadap petani dan kemajuan daerah untuk ikut berperanserta, ikut menyum­bang saran dan upaya, agar lembaga ini bisa mewujudkan dirinya sebagai wadah pemer­satu petani. Tidak hanya itu, kita harus dukung agar lem­baga ini bisa menjadi momen­tum atau titik tumbuh keber­dayaan petani dan sekaligus menjadi model bagi bangkitnya sektor pertanian Indonesia.
Kakao hanyalah salah satu komoditas, masih sangat banyak komoditas-komoditas lain yang menunggu, yang nilai dan manfaatnya lebih banyak dinik­mati oleh segelintir orang dan luar negeri. Jangan diper­tahankan kondisi yang sangat tidak menguntungkan sekarang ini, kita yang punya barang, harga orang luar yang menen­tukan. Kita yang  capek mengu­sahakan, keuntungan (besar) orang luar yang menikmati. Kita bukanlah bangsa yang bodoh, hanya masih mau dibodoh-bodohi, dengan berba­gai dalih. Mau sampai kapan?

MOEHAR DANIEL
(Peneliti Sosial Ekonomi/Kebijakan Pembanguan Pertanian BPTP Sumatera Barat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar