Featured Video

Selasa, 13 September 2011

Budaya Jangan Sekadar Dipamerkan-Payakumbuh





Pekan Budaya Sumatra Barat saat ini tengah berlangsung di Kota Payakumbuh. Acara pembukaan yang dilaksanakan Minggu (11/9) berjalan meriah dan mengundang decak kagum masyarakat di sekitar arena. Konon, ribuan orang menyaksikan acara itu.
Biasalah, setiap ada iven pasti orang ramai menyaksikan. Di mana dan kapan saja suatu kegiatan sejenis Pekan Budaya tersebut dilaksanakan pastilah mengundang minat dan perhatian masyarakat luas. Hal itu dikarenakan masyarakat daerah ini sangat haus akan hiburan-hiburan.
Selain untuk menyaksikan Pekan Budaya, kedatangan masyarakat yang berbondong-bondong juga sekaligus untuk berbelanja. Maklum, sebagaimana pengalaman selama ini, acara Pekan Budaya disesaki oleh para pedagang, mulai dari pedagang makanan, pakaian hingga mainan anak-anak. Ya, para pedagang jelas memakai prinsip ‘di mana ada gula, di sana ada semut’.
Terlepas dari itu, kita pantas acungi jempol kepada Kota Payakumbuh yang telah mau menjadi tuan rumah penyelenggaraan Pekan Budaya Sumatra Barat kali ini. Selama ini, kegiatan semacam itu selalu digelar di Kota Padang. Dengan adanya penyelenggaraan Pekan Budaya di, setidaknya mampu menghadirkan budaya-budaya kelompok masyarakat di nagari-nagari. Lebih dari itu, kegiatan Pekan Budaya dipastikan mampu menggerakkan ekonomi masyarakat setempat.
Betapa tidak? Dengan adanya alek besar demikian, angkutan umum akan bergairah, tukang ojek akan kebagian banyak penumpang dan para pedagang pun akan mampu meningkatkan omset mereka. Karena itu, akan bagus, kegiatan Pekan Budaya Sumbar selalu digilir ke kabupaten/kota lainnya secara merata.
Cuma saja, di balik itu semua apakah budaya-budaya yang ada di ranah Minangkabau ini hanya sekadar dipamerkan atau dipertontonkan begitu saja? Masihkah budaya-budaya dan seni tradisional Minang itu menjadi darah daging bagi kehidupan masyarakatnya?
Agaknya ini pantas menjadi tanda tanya bagi kita semua. Karena kita melihat semakin hari, budaya dan tradisi Minang itu semakin tercerabut dari akarnya. Kita tak perlu mengambil contoh jauh-jauh. Lihat saja pesta pernikahan. Pelaminan yang biasa di dalam rumah, sekarang sudah banyak yang di luar rumah. Kesenian tradisional yang biasa menjadi hiburan dalam pesta perkawinan sekarang berganti dengan orgen tunggal. Makan yang seharusnya bersila, sekarang diganti dengan meja dan kursi di luar rumah. Kebersamaan memasak dan menyiapkan makanan berganti dengan katering serta banyak lagi hal-hal yang sudah melenceng dari budaya Minangkabau.
Akan tidak etis, seorang putra atau putri Minang, tapi tidak kenal dengan budaya Minang. Akan sangat memalukan seorang pria Minang yang menyandang gelar adat, tapi merasa asing dengan budaya dan tradisi Minang. Jujur saja, berapa banyakkah laki-laki Minang penyandang gelar adat yang bisa pidato adat atau pidato pasambahan?
Inilah makanya pekan Budaya diharapkan mampu membangkitkan kembali nilai-nilai budaya dan tradisi Minang atau Sumatra Barat. Jangan sampai budaya itu hanya sekadar dipamerkan. Setelah kegiatan Pekan Budaya disimpan dan kembali dikeluarkan saat iven yang sama tahun-tahun berikutnya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar