Featured Video

Selasa, 25 Oktober 2011

RATUSAN MAHASISWA STKIP PGRI SUMBAR UNJUK RASA


TAK TRANSPARAN
PADANG, HALUAN — Ratusan mahasiswa Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumbar melakukan aksi unjuk rasa di kampus mereka, Gunung Pangilun Padang, Senin (24/10).

Selama ini, STKIP PGRI terkenal sebagai “kampus diam” dalam artian tidak banyak ber­komentar dan jarang mengikuti aksi demo masalah intern atau pun eksternal. Namun suasana tenang itu dikejutkan dengan aksi unjuk rasa mulai pukul 09.00 sampai 12.30 WIB kemarin.
Saking hebohnya, perkulihan pun sempat dihentikan. Bahkan, untuk mencegah kericuhan, pihak kampus mendatangkan puluhan aparat kepolisian dari Mapolsek Nanggalo Padang.
Mereka yang mengatas­nama­kan Forum Somasi (Solidaritas Mahasiswa) STKIP PGRI, seti­da­k­nya menyampaikan delapan tuntutan. Di antaranya, pertang­gungjawaban uang semester yang selalu naik pada tiap tahunnya, serta uang pratikum yang tak jelas realisasinya.
“Bahkan kita juga menuntut fasilitas perkulihan, karena tak sesuai dengan kebutuhan kami. Seperti sarana dan prasarana ataupun kelengkapan buku pusta­ka, sementara para mahasiswa dituntut untuk membayar uang pustaka,” kata Koordinator La­pangan (Korlap) unjuk rasa, Anton di hadapan ribuan mahasiswa yang mengelilingi pendemo terse­but. Aksi penyampaian aspirasi tersebut berlangsung selama 3,5 jam.
“Karena itulah kami meminta agar Pembantu Ketua II Bidang Keuangan dan Pembantu Bidang III bidang kemahasiswaan, Dasri­zal yang merangkap dua jabatan sekaligus untuk  mundur,” papar Anton dalam orasi itu.
Jabatan rangkap yang diemban Dasrizal telah berlangsung selama dua periode. Ia menilai, peraturan kampus telah melarang adanya rangkap jabatan, tapi selama ini, Dasrizal yang merangkap dua jabatan tidak pernah ditanggapi serius oleh Ketua Yayasan.
Uang Dipungut, Pratikum Tak Ada
Anton yang didampingi rekan­nya Yori juga  mengatakan, selama merangkap dua jabatan, Dasrizal juga tidak pernah melakukan transparansi keuangan. Berbagai pungutan tiap semesternya tidak jelas kemana perginya. Dana praktikum misalnya, pungutan sebesar Rp150 ribu dilakukan per semester, padahal banyak maha­sis­wa yang tidak melakukan praktikum.
Tidak itu saja, bahkan mereka juga meminta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di STKIP PGRI dibubarkan, karena dinilai sudah tak berpihak lagi kepada mahasiswa, tapi telah menjadi corong dan alat pejabat kampus.
Ditengah unjukrasa, Dasrizal juga menyempatkan diri untuk bersuara dan memberi penjelasan kepada mereka. Namun, belum cukup satu menit berada ditengah me­reka, para unjuk rasa malah se­makin bersorak, sehingga ketera­ngan Dasrizal pun bagaikan angin lalu.
Terkesan tak diberi hak jawab, Dasrizal pun masuk ke ruangan sidang untuk melakukan perte­muan dengan beberapa dosen dan aktivis kampus yang tak terlibat dalam aksi demo tersebut.
Demo yang mulanya diadakan di luar gedung, secara berangsur-angur bergeser ke ruang sidang.
Rapat dadakan yang dilakukan Dasrizal di dalam ruangan tergang­gu oleh suara para unjuk rasa.
Pantauan Haluan, selama aksi tersebut perkulihan dihentikan dan tidak sedikit mahasiswa yang jadi penonton dari gedung atas atau ruang kelas lantai empat. Sedang­kan, sarana dan prasarana atau pun aset kampus masih terjaga baik.
Demo yang usai pada pukul 12.30 WIB, Dasrizal pun belum bisa ditemui para wartawan.
Sementara itu, terkait per­masa­lahan tersebut, Ketua STKIP PGRI Sumbar, Ristapawa Indra yang dihubungi Haluan me­ngata­kan, perkulihan akan kembali normal pada Selasa (25/10) hari ini.
“Dijamin, besok pagi (hari ini-red) kegiatan proses belajar mengajar akan kembali seperti semula,” kata  Ristapawa Indra.
Mengenai tuntutan para maha­sis­wa, katanya, pihak kampus akan menyikapi  dengan cara memilah-milah poin tuntutan sesuai dengan hak dan kewewenangan mereka dalam menyelesaikan perma­salahan.
“Karena itu kita perlu menya­makan persepsi untuk meng­hindari hal ini agar tidak terulang kembali, mana yang persoalan kampus akan disele­saikan oleh pihak kampus dan masalah yang berurusan dengan pihak yayasan, akan kita dituntaskan pula oleh yayasan,” ulasnya.
Begitu juga persoalan antar­jurusan program studi (prodi), mesti diadakan pengawasan oleh masing-masing dosen prodi.
Ristapawa Indra juga menye­butkan, salah satu langkah yang mesti diambil yakni diadakannya perundingan dengan organisasi kemahasiswaan, dengan harapan persoalan cepat diproses dan tidak mengganggu perkulihan.
Menanggapi kabar miring bahwa akan dikeluarkan keputu­san drop out (DO) kepada korlap unjuk rasa, Ristapawa Indra, tidak akan langsung mengeluarkan kartu merah kepada mahasiswanya.
“Mahasiswa yang akan dikel­uarkan dari kampus telah diatur dalam peraturan kampus, di antaranya terlibat narkoba, sedang­kan ia hanya menyampaikan aspirasi dengan jalur demo, apakah proses tuntutan mereka wajar atau tidak wajarnya, baru kita berbicara DO,” ujar Ristapawa Indra.
Ia juga mengakui, Forum Somasi merupakan forum ilegal karena tidak ada ada pengesahan lembaga dari pihak kampus, namun bukan berarti aspirasi mereka tak didengar.
Jika pun ada beberapa kesala­han dalam aksi tersebut, setidak­nya mahasiswa yang salah dalam penyampaian kritisnya dibina kembali. (h/wan/mce)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar