Featured Video

Jumat, 24 Februari 2012

SEMUA BAYAR, TAK ADA YANG GRATIS


Kalimat seperti judul di atas barangkali pernah kita dengar dari para pebisnis. Seorang pebisnis memang selalu mencari keuntungan. Bahkan, pebisnis ingin meraih keuntungan yang lebih maksimal. Lebih banyak lebih baik. Meskipun tidak semua pebisnis berprinsip demikian, namun lumrah jika di antara mereka berkata begitu.
Tapi bagaimana jika seorang kepala daerah yang mengeluarkan pernyataan demikian? Tentu akan berdampak luas dan menimbulkan beragam pemikiran dari masyarakat.

Hal ini  terjadi pada mahasiswa Minang yang tergabung dalam organisasi Keluarga Mahasiswa Minang (KMM) Jaya di Jakarta. Mereka mengaku sedih karena ditolak Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno, untuk mendapatkan ruang sekretariat di bangunan baru Balairung Sumatera Barat di Jl. Matraman Raya No.19, Jakarta yang dikelola oleh PT Balairung Citra Jaya Sumbar. Pernyataan sedih itu disampaikan Ketua Umum KMM Jaya, M. Rozi kepada Haluan, setelah sebelumnya menyampaikan melalui media mailinglist Gebu Minang.
Rozi mengaku sedih, KKM ditolak untuk mendapatkan sekretariat di gedung baru Balairung Sumbar yang megah tersebut. Padahal, sejak 1974, KMM Jaya selalu mendapat tempat di kantor Penghubung Sumatera Barat. Mahasiswa pascasarjana di Jayabaya ini menjelaskan, dalam pertemuan dengan gubernur di ruang lobby Balairung Minang pada Senin (20/2) malam, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menolak permintaan KMM Jaya.
Menurut Rozi, Gubernur Irwan mengatakan gedung Balairung sudah milik swasta. Kantor penghubung Sumbar saja membayar. Kalau KMM Jaya mau, ya, harus sewa, kata Rozi menirukan jawaban Gubernur. Meski M. Rozi dan kawan-kawan sudah berusaha menjelaskan bahwa tak mungkin organisasi mahasiswa mampu membayar sewa dan selama gedung ini dibangun praktis KMM Jaya tak punya sekretariat sama sekali, namun Gubernur, menurut Rozi, tetap dengan keputusannya.  Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang dikonfimasi Haluan via pesan singkat ke ponselnya, mengisyaratkan memang tidak ada ruang kantor atau sekretariat yang gratis di Balairung, karena gedung itu bukan untuk kepentingan sosial. Sebab Perda mengamanatkan Balairung dikelola perusahaan dan harus untung, bukan sosial. Pemda kabupaten dan kota menginginkan ada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pengelolaan Balairung. Pemprov Sumbar saja membayar kepada pengelola.
Hal di atas menimbulkan pro dan kontra. Mantan Ketua KMM Jaya, Sudirman Munir menganggap kebijakan Gubernur Irwan keliru. Menurutnya, pemda jangan mencari untung terhadap anaknya sendiri. Pemerintah daerah selaku pemegang saham di Balairung, sebut Sudirman Munir  mesti memiliki kepedulian terhadap mahasiswa Minang yang notabene generasi penerus bangsa. Karena Balairung dibangun dengan uang rakyat, maka pengelolaan juga mesti mempertimbangkan kepentingan rakyat, termasuk memperhatikan mahasiswa Minang yang tergabung dalam KMM. Apalagi program KKM selama ini terbilang positif dan memberikan kontribusi pemikiran yang jelas bagi daerah. Silakan dikelola secara bisnis, tetapi jangan menyamaratakan semua hal.
Sementara itu tiga anggota DPRD Sumbar, Irdinansyah Tarmizi, Rizanto Algamar dan Muszli M. Nur menganggap respon dan sikap Gubernur Irwan sah-sah saja. Karena pengelolaan komersial Balairung memang telah diatur dalam Perda. Balairung dikelola PT Balairung Citrajaya Sumbar (BCS). Namun begitu, menurut mereka  meski pengelolaan harus dilakukan secara profesional, tapi di sisi lain kebutuhan mahasiswa Minang Jaya akan sekretariat KMM juga perlu dicarikan solusinya.
Kita yakin, secara subtansi maksud tiga anggota dewan tadi sama dengan maksud Gubernur Irwan. Yang berbeda, adalah cara penyampaiannya. Memilih kosa kata yang tepat dan komunikatif terkadang sulit-sulit mudah. Jika seseorang piawai dalam memilih kosa kata yang tepat, tentu hasil komunikasi yang dilakukannya akan lebih baik.  Makanya di Minangkabau berlaku filosofi,  ado kato mandaki, ado kato malereng dan ado kato manurun. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar