Featured Video

Jumat, 08 Juni 2012

PUTU KAMBANG, PRIMADONA FL X


Ditulis oleh Teguh
di bawah tenda stand Kecamatan Lengayang di arena bazar Festival Langkisau X (FL X), Rosna (56) tampak sibuk dengan ketan hitam, gula aren, kelapa, dan daun pandan. Semuanya adalah bahan utama untuk membuat putu kambang.

Adonan tersebut ditaruh dalam wadah berupa baskom kecil. Sebuah kompor minyak sumbu duapuluh empat menjadi alat pemasaknya. Di atasnya bertengger sebuah tabung terbuat dari plat seukuran ember. Di dalam tabung silinder tersebut, berisi pula empelur pohon pisang (bagian tengah pohon pisang-red) yang telah dihancurkan. Warnanya hitam dan lembek. Asap tampak mengepul dari sana.
Wadah sederhana itu ditan­capkan bambu berdiameter lima senti meter untuk memasak maka­nan khas asal Nagari Kam­bang, Kecamatan Lenga­yang, Kabupaten Pesisir Selatan, yang dikenal dengan putu kambang. Tak dinyana, putu kambang jadi makanan tradisional yang menjadi primadona di arena FL X.
Tangan Rosna masih lincah meski umurnyanya telah senja. Pekerjaan yang telah dilakoni sejak remaja. Rosna, warga Balai Kamih, Koto Baru Kambang tersebut tampaknya tidak perlu bersorak-sorai meneriaki dagangannya agar dibeli konsumen. Anehnya, pembeli justru tak putus-putusnya membeli putu buatannya tersebut.
Rosna sering kewalahan mela­yani pembeli. Namun ia tetap menikmati profesi sebagai peda­gang putu. Bahkan beberapa saat ada pula penggemar putu yang antre, menunggu putu matang. Jemari tua itu tampak semakin sibuk dan lincah.
Di arena FL X, putu kambang tampaknya sudah punya pangsa pasar tersendiri. Mulai dari orang tua sampai anak anak. Putu kam­bang telah punya konsumen tersen­diri dan dinikmati masyarakat secara turun temurun. Ada konsu­men yang membawa penganan tersebut pulang ke rumah. Namun ada yang langsung menyantap di tempat pembuatan putu sambil berjongkok atau berdiri. Karena memang penjual putu tidak menye­wa tempat khusus di stand itu.
Ros mengaku, ia mendapatkan keterampilan membuat putu dari orang tuanya. Orang tua Ros juga memperoleh ilmu dari neneknya. Artinya putu kambang telah dikenal orang sejak zaman kolonial Belanda dan bertahan hingga kini sebagai makanan khas asal Kambang.
Kenapa disebut khas makanan dari Kambang? Ada beberapa alasan menurut Ros. Pertama  putu kambang adalah putu basah de­ngan aroma dan rasa yang khas. Tidak seperti putu jawa, baik yang kering atau yang basah. Putu kambang dibuat dengan tepung ketan hitam pilihan.
Karena itu, produk akhirnya tentu putu berwarna hitam. Kemu­dian di dalamnya ada gula aren yang disebut luo . Luo dan perpa­duan daun pandan yang terletak di tengah-tengahnya menja­dikan makanan ini punya rasa tersendiri.
“Kedua, yang berbeda adalah kemasan putu. Jika putu jawa dikemas dengan kemasan berbahan plastik atau bahan pabrikasi lainnya, maka putu kambang dikujuik atau dibungkus dengan daun pisang. Tak jarang pula orang menamainya putu kujuik. Artinya, setelah putu matang putu dima­suk­kan kedalam kemasan daun pisang lalu diikat ujung ke ujung,” kata Ros yang menjual putu sejak tahun 60-an.
Putu kambang akan terasa nikmat dimakan saat masih ha­ngat. Perpaduan ketan hitam, gula dan daun pandannya terasa begitu pas dan menyatu. Apalagi bila menikmati makanan ini diselingi dengan minuman dingin bila siang hari atau minuman panas saat malam hari. Namun jika putu telah dingin juga tidak mengurangi rasa khasnya karena dibungkus daun pisang. Namun akan lebih baik jika putu di panaskan kembali. Dengan demikian rasa putu akan sama seperti baru di beli.
Bila tidak ada FL X, putu kambang hanya bisa ditemukan  pada hari pasar atau hari balai. Khususnya di Balai Sabtu Pasar Kambang dan Balai Kamih Koto Baru dan di Lakitan setiap hari Rabu. Dulu, penjual putu kambang juga pernah mengembangkan sayap­nya ke sejumlah pasar di Pesisir Selatan. Misalnya ke Surantih, Batang Kapas, Painan hingga ke Tarusan. Ke selatannya sampai ke Balai Selasa, Air Haji hingga ke Pancung Soal.
Namun kini, kegiatan seperti itu tidak rutin lagi dilakukan. Penyebabnya, ongkos untuk mo­bilisasi besar seiring tingginya biaya transportasi. Selain itu juga disebabkan semakin berkurangnya jumlah pedagang yang menjual putu kambang. Ketika penjual putu kambang jumlahnya masih banyak, setiap hari balai, misalnya di Balai Kamih, terdapat lima belas hingga dua puluh orang pedagang putu berderet- deret. Kini pedagang telah menyusut,  sehingga jangkauan penjualan putu juga sangat terba­tas. Sementara kader penerus putu juga tidak ada. Di sisi lain, penik­mat putu kambang terus bertambah. Ia di ditunggu pada hari-hari balai. Putu kambang diburu, karena tampaknya ia merupakan makanan yang melegenda.
Promosi dan Pameran
Ros kepada penulis mengaku sering diajak Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan untuk mengikuti berbagai kegiatan promosi dan pameran. Pameran yang diikuti Ros untuk memperkenalkan makanan khas Pesisir Selatan asal Kambang ini tidak hanya pada iven tingkat kabupaten, bahkan pernah tampil ke luar daerah.
Ia mengaku, putu kambang dalam berbagai iven yang ia ikuti selau mendapat sambutan luar biasa. Bahkan Ros kesulitan melayani penikmat putu tersebut.
Kepala Koperindag Pessel, Nazwir mengatakan, pemerintah kabupaten memberikan pembinaan kepada pembuat makanan khas asal Pessel. Bahkan menurutnya, selain pembinaan, pengusaha atau pembuat makanan khas Pessel, selalu di undang untuk tampil pada berbagai iven promosi, termasuk putu kambang.
Rosna (56), setelah membungkus putu kambang dengan daun pisang, di stand Kecamatan Lengayang Festival Langkisau (FL) X. (Laporan Haridman Kambang)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar