Hasanah, 60 tahun, dan keponakannya, Ahmad Yadi, mengambil air wudu ketika sampai di altar makam. Mereka kemudian duduk bersimpuh di sebelah makam Syekh Datuk Abrahim Bauzir, sambil membuka kitab suci Al-Quran. Beberapa ayat mereka baca dengan suara lirih.
Prosesi itu berlangsung 15 menit. Keduanya kemudian mengusapkan tangan ke wajah, sambil mengucap syukur. "Akhirnya bisa menunaikan nazar berziarah ke makam Datuk saat Ramadan," kata Hasanah, warga Kelurahan Bulusan, Banyuwangi, Jumat, 27 Juli 2012.
Hasanah bercerita, dulu keponakannya bernazar bila lulus kuliah di salah satu universitas negeri di Jakarta, maka akan berziarah ke makam Datuk. Niatan ini akhirnya dikabulkan Yang Maha Kuasa.
Makam Datuk Abrahim Bauzir adalah makam yang paling dikeramatkan di Banyuwangi, Jawa Timur. Makam ini berada di 3 kilometer arah utara kota Banyuwangi atau tepatnya Jalan Basuki Rahmat, Kelurahan Lateng.
Saat Ramadan, makam ini tak pernah sepi dari peziarah. Mereka datang dari berbagai penjuru Indonesia baik Jawa, Kalimantan hingga Aceh. Berbagai macam niatan mereka, mulai berdoa untuk meminta kesembuhan, kesuksesan dan rejeki.
Kompleks makam menempati area hampir satu hektare di daerah yang dulunya bernama Kampung Arab. Di halaman depan dan belakang tersebar puluhan makam kerabat dan sahabat Datuk. Makam Datuk sendiri berada di ruangan khusus sebelah utara kompleks.
Dalam ruangan khusus seluas 5x7 meter itu, Datuk Bauzir dimakamkan. Tirai tipis menutupi nisannya yang berkeramik putih. Makam Datuk diapit makam putranya, Syekh Ahmad, dan sahabatnya, Sayyid Hasan.
Abdul Munif, 36 tahun, keturunan keenam Datuk Bauzir, menceritakan Datuk Bauzir merupakan bangsawan asal Yaman keturunan Bani Hasyim. Ia adalah wali besar yang berperan dalam menyebarkan Islam di Banyuwangi serta di Loloan, Jembrana, Bali.
Datuk datang ke Nusantara, kata Munif, sekitar tahun 1770 dan transit di Banyuwangi yang dulunya bernama Blambangan. Datuk kemudian memilih siar Islam ke daerah Loloan, Bali, karena penduduk daerah ini mayoritas masih beragama Hindu. "Sekarang di Loloan mayoritas warganya beragama Islam," katanya.
Saat di Loloan, Datuk menikahi gadis setempat bernama Zaenab. Dari perkawinan tersebut lahirlah dua putra bernama Syekh Sayyid Bakar Bauzir dan Datuk Ahmad. Namun, putra sulungnya meninggal terlebih dahulu yang kemudian disusul istrinya. Keduanya dimakamkan di Loloan.
Setelah kepergian istri dan anaknya, Munif menjelaskan, Datuk kemudian pindah ke Banyuwangi dengan mengajak anak keduanya bersama sahabatnya, Sayyid Hasan, pada 1840. Datuk meneruskan siar Islam di Banyuwangi semasa Banyuwangi dipimpin Bupati Pringgokusumo. "Saat itu di Banyuwangi juga masih banyak yang beragama Hindu," katanya.
Datuk tinggal di Kampung Arab yang saat kedatangannya sudah ada ratusan orang Arab yang tinggal. Mereka kebanyakan juga berasal dari Yaman. "Pada 1876 atau pada usia 86 tahun, Datuk tutup usia," kata lelaki yang juga bertugas sebagai penjaga makam.
Makam Datuk dikeramatkan hingga kini karena cerita kesaktian Datuk terus menjadi cerita turun-temurun. Menurut Munif, dulunya setiap hari Datuk selalu salat Duha di atas laut yang berada di ujung Kampung Arab.
sumber
Prosesi itu berlangsung 15 menit. Keduanya kemudian mengusapkan tangan ke wajah, sambil mengucap syukur. "Akhirnya bisa menunaikan nazar berziarah ke makam Datuk saat Ramadan," kata Hasanah, warga Kelurahan Bulusan, Banyuwangi, Jumat, 27 Juli 2012.
Hasanah bercerita, dulu keponakannya bernazar bila lulus kuliah di salah satu universitas negeri di Jakarta, maka akan berziarah ke makam Datuk. Niatan ini akhirnya dikabulkan Yang Maha Kuasa.
Makam Datuk Abrahim Bauzir adalah makam yang paling dikeramatkan di Banyuwangi, Jawa Timur. Makam ini berada di 3 kilometer arah utara kota Banyuwangi atau tepatnya Jalan Basuki Rahmat, Kelurahan Lateng.
Saat Ramadan, makam ini tak pernah sepi dari peziarah. Mereka datang dari berbagai penjuru Indonesia baik Jawa, Kalimantan hingga Aceh. Berbagai macam niatan mereka, mulai berdoa untuk meminta kesembuhan, kesuksesan dan rejeki.
Kompleks makam menempati area hampir satu hektare di daerah yang dulunya bernama Kampung Arab. Di halaman depan dan belakang tersebar puluhan makam kerabat dan sahabat Datuk. Makam Datuk sendiri berada di ruangan khusus sebelah utara kompleks.
Dalam ruangan khusus seluas 5x7 meter itu, Datuk Bauzir dimakamkan. Tirai tipis menutupi nisannya yang berkeramik putih. Makam Datuk diapit makam putranya, Syekh Ahmad, dan sahabatnya, Sayyid Hasan.
Abdul Munif, 36 tahun, keturunan keenam Datuk Bauzir, menceritakan Datuk Bauzir merupakan bangsawan asal Yaman keturunan Bani Hasyim. Ia adalah wali besar yang berperan dalam menyebarkan Islam di Banyuwangi serta di Loloan, Jembrana, Bali.
Datuk datang ke Nusantara, kata Munif, sekitar tahun 1770 dan transit di Banyuwangi yang dulunya bernama Blambangan. Datuk kemudian memilih siar Islam ke daerah Loloan, Bali, karena penduduk daerah ini mayoritas masih beragama Hindu. "Sekarang di Loloan mayoritas warganya beragama Islam," katanya.
Saat di Loloan, Datuk menikahi gadis setempat bernama Zaenab. Dari perkawinan tersebut lahirlah dua putra bernama Syekh Sayyid Bakar Bauzir dan Datuk Ahmad. Namun, putra sulungnya meninggal terlebih dahulu yang kemudian disusul istrinya. Keduanya dimakamkan di Loloan.
Setelah kepergian istri dan anaknya, Munif menjelaskan, Datuk kemudian pindah ke Banyuwangi dengan mengajak anak keduanya bersama sahabatnya, Sayyid Hasan, pada 1840. Datuk meneruskan siar Islam di Banyuwangi semasa Banyuwangi dipimpin Bupati Pringgokusumo. "Saat itu di Banyuwangi juga masih banyak yang beragama Hindu," katanya.
Datuk tinggal di Kampung Arab yang saat kedatangannya sudah ada ratusan orang Arab yang tinggal. Mereka kebanyakan juga berasal dari Yaman. "Pada 1876 atau pada usia 86 tahun, Datuk tutup usia," kata lelaki yang juga bertugas sebagai penjaga makam.
Makam Datuk dikeramatkan hingga kini karena cerita kesaktian Datuk terus menjadi cerita turun-temurun. Menurut Munif, dulunya setiap hari Datuk selalu salat Duha di atas laut yang berada di ujung Kampung Arab.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar