Featured Video

Senin, 13 Agustus 2012

Pantun Balega Penghangat Udara Malam




Arif Rizki 
Ka kabun kito ka kabun
Bakabun di kampuang sasak
Bapantun kito bapantun
Pantun didanga urang banyak
Ujar Cik Indun dan Mak Ipin memancing pendengar Radio Sushi 99,1 FM. Tepat pukul 22.00 WIB, Mak Ipin dan Cik Indun mengudara dengan bahasa Minang yang kental dan jenaka. Pancingan itu mengena, tak lama setelah itu telepon berdering di studio. Banyak yang ingin ikut berpantun. 

Pantun Balega. Ya, itulah program Sushi 99,1 FM setiap Senin hingga Jumat. Radio orang Padang ini sudah sejak 2007 lalu tanpa henti menyiarkan acara berbalas pantun yang unik, kreatif, jenaka dan mengandung kearifan lokal khas Minang. Adalah Cik Indun (Jawahir) dan Mak Ipin (Syafril Novel) yang menjadi pemandu dan ikon program ini. Duet maut dua orang ini membuat udara malam Kota Padang selalu ramai. Jika Anda di jalan, rumah atau di kafe, putarlah radio ke frequensi 99,1 FM, Anda akan
senyum-senyum sendiri dibuatnya.
“Baa du dek bitu kak,” Cik Indun bakucikak.
Cik Indun dan Mak Ipin memang ahli dalam memandu balas-balasan pantun ini. Selalu ada istilah dan kalimat unik yang keluar dari mulut mereka setiap sampiran dan isi pantun usai diucapkan peserta yang menelepon. Seperti gayung bersambut, bersahut-sahutan dan berdaram-daram, Mak Ipin dan Cik Indun akan saling mengisi. Tak jarang setelah pantun usai diucapkan, Mak Ipin, Cik Indun dan pendengar tertawa membahana.
Cik Indun sendiri sengaja menggunakan bahasa Minang dengan logat Solok agar terdengar unik. Kebetulan, Cik Indun memang berasal dari daerah itu.
“Kok mandasia juo radio ko, galatiak jo aie saketek Mak. Bia ilang samuiknyo,” ujar Mak Ipin jika pendengar mengeluhkan suara radio yang terkadang kurang jelas.
Tidak hanya melawak, terkadang ada juga yang curhat melalui pantun.
“Alah baliak dari Padang, madok sabanta ka ombilin. Dima nasib indak ka malang, kasiah diambiak urang lain,” ujar salah satu pendengar membuka curhat dengan pantun.
Jika sudah begitu, Mak Ipin akan membalas dengan pantun juga. “Di batang kayu ado binalu. Dicampakkan masuak sumua. Usahlah sanak bahati ragu. Bungo ndak satangkai, kumbang indak saikua,” ujar Mak Ipin.
Berkat acara Pantun Balega, istilah-istilah Minang yang lama sudah tak terpakai akan terdengar lagi, misalnya ‘badakok-dakok’ atau ‘segeh’.
Seperti itulah durasi selama dua jam diisi oleh pantun. Terkadang ada pendengar yang saking menikmati, sulit untuk diputuskan teleponnya. “Tunggu sabanta, Mak. Ado nan ka manggaleh lalu,” ujar Mak Ipin mengisyaratkan iklan.
Sejak mengudara bersama rekannya, Mak Tilul tahun 2007 lalu, nama Cik Indun akrab di telinga pecinta pantun Minang. Karena, tukang pantun Minang dengan jenis kelamin perempuan jarang terdengar. Terlebih lagi, Cik Indun bisa memainkan perannya dengan memukau. Untuk urusan trik berpantun, Cik Indun memiliki jaminan mutu. Ia adalah sarjana Sastra Minangkabau Universitas Andalas. Dia memiliki segudang ilmu dan trik jitu dalam berpantun. Selalu ada-ada saja yang ingin ia sebutkan.
Sementara itu, Mak Ipin mengaku memiliki bakat berpantun sejak remaja. Ia tidak belajar dari siapapun, namun tempaan pengalaman memberikannya kelihaian dalam mengolah kata. “Tahun 2003 saya merantau ke Padang dari Payakumbuh. Tingal di masjid dan bekerja apa saja. Jadi berpantun inilah yang mengiringi suka duka hidup saya,” ujar Mak Ipin.
Kini, setelah bertahun-tahun mengudara, Cik Indun masih setia menghibur pendengarnya. Terkadang ia mengaku lelah karena harus membesarkan lima anaknya. Namun baginya berpantun bukan sekadar pekerjaan, tapi lebih kepada panggilan kebudayaan. Di saat-saat jenuh, ia pernah mencoba mencari pengganti tapi tak ada yang bisa menyamai bakatnya dan menjangkau hati pendengar. “Saat ini jarang ada yang mau melestarikan budaya kita ini,” ujarnya.
Hal itu juga dikatakan pemantun dari RRI Padang, Tuanku Lareh. Rekan seprofesi Cik Indun ini sudah lebih dulu bergelut di bidang pantun tersebut. “Di Negeri Sembilan, Malaysia, orang-orang menjadikan pantun bahasa sehari-hari. Sementara kita mulai melupakannya, padahal kita marah jika budaya kita diklaim Malaysia,” ujar Tuanku Lareh.
Menaikkan rating
Kelihaian kedua penyiar inilah yang membuat rating Pantun Balega menjadi program bereting tinggi di Sushi 99,1 FM. Produser Program Sushi FM, Novri Susika mengatakan, acara itu mendapat respon positif dari pendengar setianya sejak awal mengudara tahun 2007 lalu.
“Setiap hari kadang lebih dari 20 penelpon yang ingin ikut berpantun balega. Durasi selama dua jam kadang tidak cukup,” ujarnya.
Tingginya rating acara ini bahkan melahirkan komunitas pecinta pantun balega. Acara ini sudah memiliki pendengar loyal yang tergabung dalam komunitas Rakyat Pantun Balega yang memiliki struktur Wali dan Wakil Walikota. “Setiap Jumat malam, ada acara balanse di studio Sushi. Ini menjadi momentum kopi darat semua rakyat pantun balega,” ujar Novri.
Ke depan, katanya, acara ini akan terus mengudara seiring semakin baiknya respon pendengar. Bahkan, inovasi-inovasi baru pun akan dimunculkan karena radio kompetitor juga mulai membuat program serupa.
Rami urang di pasa Andaleh. Rami di anak manjua kue bolu, di jua di muko-muko. Karano alah jam duo baleh, kito saok pantun balega daulu. Kito ikuti acara sasudah iko. Iyo, layoklah… Pupuah!” ujar Mak Ipin menutup Pantun Balega. 

sumber


Tidak ada komentar:

Posting Komentar