telkomsel
Ilustrasi
PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) telah mengajukan kasasi, Jumat (21/9/2012), atas gugatan pailit oleh PT Prima Jaya Informatika di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Permohonan kasasi Telkomsel ini, setidaknya akan diputuskan oleh Mahkamah Agung dalam jangka waktu 74 hari kemudian.
Kuasa Hukum Telkomsel, Ricardo Simanjuntak, merasa keberatan dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menyatakan Telkomsel pailit, karena memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih kepada dua kreditur atau lebih.
Menurut Ricardo, majelis hanya melihat perkara pailit yang diajukan Prima Jaya, sehingga mengabaikan fakta persidangan yang dihadirkan Telkomsel.
"Pengadilan tidak mempertimbangkan pelanggaran yang dilakukan Prima Jaya, bahwa Prima Jaya tidak berhasil mencapai target penjualan, sebagaimana tertulis dalam kontrak," katanya.
Kegagalan PT Prima Jaya Informatika
Dalam perjanjian kontrak, Telkomsel menargetkan Prima Jaya dapat menjual 10 juta kartu perdana prabayar Prima dan 120 juta voucher isi ulang edisi Prima, dalam waktu setahun. Kartu perdana dan voucher edisi Prima, diinisiasi oleh Telkomsel dan Yayasan Olahraga Indonesia (YOI). Namun, Telkomsel mempercayakan distribusi kartu Prima ini kepada Prima Jaya.
Telkomsel dan Prima Jaya menyepakati kontrak pada 1 Juni 2012. Kontrak ini berjalan selama 2 tahun, hingga 1 Juni 2013.
Prima Jaya akan memesan pembelian sejumlah kartu perdana dan voucher isi ulang lalu menjualnya kepada komunitas Prima. Komunitas ini dijanjikan akan segera dibentuk, dan anggotanya ditargetkan mencapai 10 juta atlet.
Setahun berlalu, Telkomsel menilai Prima Jaya tidak dapat mencapai target penjualan. "PT Prima Jaya Informatika dinilai melakukan wan prestasi, karena tidak dapat menjual 10 juta kartu perdana dan 120 juta kartu voucher isi ulang," tegas Ricardo.
Ketika Prima Jaya hendak mengajukan pemesanan pembelian kartu perdana dan voucher pada 20 dan 21 Juni 2012, pihak Telkomsel menolaknya.
Pihak Prima Jaya mengatakan, anak perusahaan Telkom itu telah menghentikan kerjasama secara sepihak dan menyebabkan kerugian sebesar Rp 5,260 miliar. Pengadilan pun menilai bahwa langkah Telkomsel ini adalah sepihak.
"Pengadilan tidak membahas bahwa langkah yang diambil Telkomsel ini berdasarkan perjanjian kerjasama," ujar Ricardo.
Ia menambahkan, Pasal 6 Ayat 4 kontrak tersebut, menyebut bahwa Telkomsel memiliki hak melakukan pembatasan atau bahkan menghentikan kontrak.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar