Featured Video

Senin, 28 Januari 2013

“Indah, Dimana Kau, Nak…”

MENCARI KORBAN



“Indah… di ma kau, nak..” Tak ada sahutan.  “Amak…, Ayah…,” juga tak ada sahutan. Satu persatu nama kakak serta keponakannya ia panggil, tapi suara itu tak pernah dibalas.


Nursiah (26) yang sedang hamil tua itu, menggigil. Sepanjang usianya, ia tak pernah melihat peristiwa setragis itu. Dalam sekejap mata puluhan rumah, tertimbun longsor. Lututnya terasa goyah. Ia meraung, sebuah raungan panjang. Ia dekap erat suaminya yang juga gundah gulana.
“Saya masih tertidur, hari masih gelap, tiba-tiba terdengar bunyi keras dan disusul getaran, saya kira gempa” kata Nursiah mengenang awal kejadian.
Ia kemudian keluar rumah. Ada pemandangan yang belum pernah dia lihat sepanjang usianya. Sekumpulan rumah sanak saudaranya hilang ditelan bumi.
Wanita ini gemetar. Ia tak bisa berkata apapun. Lututnya terasa goyah. Langit masih muram dan hujan masih turun. Ia memanggil-manggil sejumlah nama. Tidak ada sahutan. Sebentar kemudian ia sadar, longsor telah terjadi.
Nursiah kemudian meraung. Ia mencoba memanggil lagi. Hanya bunyi hujan dan angin yang mendesau.
“Indah…Indah….,” juga tak ada sahutan.
“Ayah….” masih saja hening.
“Ibu…, kakak,” tetap tak ada sahutan.
Bumi seperti berputar. Nursiah kembali meraung. Suaranya sebentar saja parau, dihisap oleh kesedihan yang luar biasa.
Sembilan orang keluarganya yang dilanyau longsor yakni ayahnya Asril (70) ibunya Rosda (68), kakaknya Julianti (33), Erni (36) dan Padri (38). Kemudian Sugianto (36) suami Julianti. Anak-anak kakanya Aldi (9) dan Fatmal (1,6). Satu lagi korban adalah anak kandung Nursiah, Indah (5).
Indah, nama yang indah. Nursiah teramat sayang pada anak satu-satunyanya itu. Indah adalah cucu kesayangan nenek dan kakek. Namun ia ditumbun longsor. Jantung Nursiah seperti direnggutkan.
Ia memandang ke sekitar, penduduk kampung semua ke luar rumah, namun mereka belum bisa berbuat apa-apa. Pagi masih kelam.
Nursiah tentu sangat berharap seluruh anggota keluarganya ditemukan.
Menjelang siang, Nursiah yang sedang hamil tua berusaha untuk tabah dan ia berhasil.
“Tak ada tanda apa pun sebelum ini. Saya tidak menyangka akan begini. Tak pernah ada longsor di kampung kami ini. Saya pasrah,” ujarnya.
Wanita ini mengaku walau Indah tidurnya selalu di rumah neneknya, tapi kasih sayang antara anak dan ibu tak pernah sumbing.
“Sejak pandai bermain, Indah selalu bersama neneknya, tidur di sana, makan di sana dan main-main sama neneknya. Indah ke rumah ketika mau pergi dan pulang sekolah saja,” tuturnya.
Beberapa jam kemudian, Nursiah masih pucat pasi. Ia sesekali mengusap perutnya. Matanya terus tertuju ke lereng bukit yang longsor. Wanita tabah ini, telah kehilangan anak satu-satunya, ayah, ibu, kakak, kakak ipar, kemenakan, dalam sekali sentakan longsor.
Minggu (27/1) menjelang pagi, Dadok, Nagari Sungai Batang di tepian Danau Maninjau masih tidur. Dingin. Hujan turun dengan lebatnya. Warga tidur dalam gelumun selimut. Menjelang pagi, tebing di belakang rumah penduduk lunak, lalu longsor. Pergerakan ribuan atau bahkan jutaan kubik tanah itu, menimbun 12 rumah sekaligus 25 orang penghuninya.
Nursiah tidak pernah membayangkan akan kehilangan 9 anggota keluarganya. Apalagi kepergian orang-orang yang dicintainya itu teramat tiba-tiba, membuat wanita ini seolah tak percaya.
Ditemui di rumah tetangganya yang luput dari bencana, Nursiah tak putus-putusnya memandang ke lokasi longsoran. “Ayah, kakak dan anak sudah ditemukan, namun saya belum sempat melihat mayatnya” kata Nursiah. 


s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar