Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan pemberian hadiah atau gratifikasi kepada pegawai negeri dan penyelenggara negara bukan hanya berupa uang ataupun barang, tetapi juga ada kebutuhan seks. "Ada kemungkinan seperti itu," kata Direktur Gratifikasi KPK, Giri Suprapdiono, di Jakarta.
Hingga kini, kata Giri, tak ada pegawai ataupun penyelenggara negara yang melaporkan gratifikasi seks tersebut. Padahal, undang-undang tentang gratifikasi sudah mengatur bahwa pemberian bukan hanya berupa uang tunai, tetapi juga bisa berupa diskon dan kesenangan.
Giri menambahkan, gratifikasi seks dapat menjadi bahan penelusuran KPK. Pembuktiannya tidak harus ada laporan. Namun, untuk mengembangkan kasusnya, KPK mesti punya bukti. "Gratifikasi jangan dinilai tarifnya berapa, tetapi apakah itu mempengaruhi jabatan," katanya. (Baca juga:Demokrat Kembalikan Gratifikasi Rp 700 Juta)
Adapun Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengakui ada kelemahan aturan untuk menjerat kasus gratifikasi seks. Ia menyatakan lembaganya sedang menyempurnakan aturan-aturan supaya para pelaku bisa dijerat. "Saat ini yang diatur masih batasan-batasan rupiahnya," ujar dia.
Adnan mengakui kesadaran pegawai dan penyelenggara negara yang melaporkan penerimaan gratifikasi cukup rendah. Sejak 2004, jumlah laporan soal gratifikasi terus meningkat hingga 2011. Namun angkanya sempat turun pada 2012. Untuk 2010 ada 349 laporan, 2011 sebanyak 1.373 laporan, dan 2.012 sebanyak 1.158 laporan. Kementerian Keuangan memegang rekor tertinggi untuk lembaga yang paling banyak mengembalikan gratifikasi
KPK menyebutkan, selama tahun lalu Kementerian Keuangan melaporkan 15 penerimaan gratifikasi, terbanyak untuk kategori kementerian. Untuk kategori badan usaha milik negara, yang terbanyak menyetorkan penerimaan gratifikasi adalah Bank Jabar-Banten dengan 36 laporan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan laporan soal gratifikasi kepada KPK menjadi momentum bagi pihaknya untuk memajukan integritas dan kualitas organisasi. “Kami ingin terus membangun institusi yang bebas dari korupsi," ucapnya, Selasa, 8 Januari 2012.
s
Hingga kini, kata Giri, tak ada pegawai ataupun penyelenggara negara yang melaporkan gratifikasi seks tersebut. Padahal, undang-undang tentang gratifikasi sudah mengatur bahwa pemberian bukan hanya berupa uang tunai, tetapi juga bisa berupa diskon dan kesenangan.
Giri menambahkan, gratifikasi seks dapat menjadi bahan penelusuran KPK. Pembuktiannya tidak harus ada laporan. Namun, untuk mengembangkan kasusnya, KPK mesti punya bukti. "Gratifikasi jangan dinilai tarifnya berapa, tetapi apakah itu mempengaruhi jabatan," katanya. (Baca juga:Demokrat Kembalikan Gratifikasi Rp 700 Juta)
Adapun Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengakui ada kelemahan aturan untuk menjerat kasus gratifikasi seks. Ia menyatakan lembaganya sedang menyempurnakan aturan-aturan supaya para pelaku bisa dijerat. "Saat ini yang diatur masih batasan-batasan rupiahnya," ujar dia.
Adnan mengakui kesadaran pegawai dan penyelenggara negara yang melaporkan penerimaan gratifikasi cukup rendah. Sejak 2004, jumlah laporan soal gratifikasi terus meningkat hingga 2011. Namun angkanya sempat turun pada 2012. Untuk 2010 ada 349 laporan, 2011 sebanyak 1.373 laporan, dan 2.012 sebanyak 1.158 laporan. Kementerian Keuangan memegang rekor tertinggi untuk lembaga yang paling banyak mengembalikan gratifikasi
KPK menyebutkan, selama tahun lalu Kementerian Keuangan melaporkan 15 penerimaan gratifikasi, terbanyak untuk kategori kementerian. Untuk kategori badan usaha milik negara, yang terbanyak menyetorkan penerimaan gratifikasi adalah Bank Jabar-Banten dengan 36 laporan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan laporan soal gratifikasi kepada KPK menjadi momentum bagi pihaknya untuk memajukan integritas dan kualitas organisasi. “Kami ingin terus membangun institusi yang bebas dari korupsi," ucapnya, Selasa, 8 Januari 2012.
s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar