Featured Video

Jumat, 08 Februari 2013

MENYIGI LAMPION (TENG LONG)




Hari Raya Imlek akan jatuh pada hari Minggu, 10 Februari 2013 lusa. Berbagai pernak-pernik Imlek pun mulai terlihat di sekitar Kelurahan Kampung Pondok dan  Kelurahan Berok Nipah, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang. Suasana Imlek lebih terasa lagi di sekitar Pasar Tanah Kongsi.

Pernak-pernik Imlek yang paling mendominasi di kawasan pecinan Kota Padang ini adalah lampion. Lampion tampak menggelantung di rumah, toko, kantor, bank, jalan, gerbang, kelenteng dan lainnya. Karena didominasi warna merah menyala, suasana pun jadi marak meriah.  Oleh masyarakat Tionghoa lampion disebut juga lentera merah. Dalam Bahasa  Cina teng long.
Petrus Hendra Tjuatja, aktivis Him­punan Tjinta Teman (HTT) me­ngatakan, asal-usul lampion berasal dari sebuah tragedi zaman dulu di daratan Cina pada masa akhir dinasti Ming. Ketika itu ada pemim­pin pemberontak namanya Li Zicheng. Ia bersama tentara pemberontaknya sedang mem­persiapkan diri untuk menguasai Kota Kaifeng di Provinsi Henan, Cina.
“Demi mendapatkan informasi yang akurat, Li menyamar sebagai penjual beras dan masuk ke Kaifeng. Setelah mendapat gambaran yang jelass Li menyebarkan berita untuk kalangan rakyat jelata bahwa tentara pemberontak tidak akan mengganggu setiap rumah yang menggantung lentera merah di pintu depan rumah­nya,” kata Petrus bercerita.
Sekembalinya Li ke markas, dia membuat rencana penyerangan. Para penjaga Kota Kaifeng yang mendapat serangan gencar dari tentara Li dan merasa kewalahan, bahkan sampai tak berdaya. Karena terdesak akhirnya pasukan penjaga Kota kaifeng mengambil jalan pintas membuka bendungan dengan harapan tentara Li tersapu banjir dan menjadi hancur lebur.
Saat terjadi banjir orang-orang berusaha menyelamatkan diri naik ke atap rumah. Rakyat jelata, umumnya hanya membawa lentera merah, sedangkan kaum bangsawan dan pejabat berusaha menyela­matkan harta benda kekayaan mereka.
Banjir terus meninggi dan membuat orang-orang  Kota Kaifeng putus asa. Tersentuh hatinya melihat penderitaan rakyat jelata,  Li pun memerintahkan anak buah­nya agar menyelamatkan rakyat dengan rakit-rakit dan perahu, khususnya rakyat yang membawa lentera merah.
Seiring berkembangnya waktu dan peradaban, warga Kota Kaifeng pun memperingati kebaikan hati Li dalam menyelamatkan rakyat jelata. Sehingga akhirnya bangsa Tionghoa menetapkan lampion sebagai kebudayaan untuk diwa­riskan secara turun-temurun pada setiap perayaan-perayaan penting. “Khususnya perayaan tahun baru Imlek,” ujarnya.
Pemilik Glory Tour Wisata ini menambahkan, lampion dibuat dari kertas yang sudah diminyaki dan terpasang pada bingkai bambu. Di dalamnya terpasang lilin kecil atau sel bahan bakar lilin. Ketika menyala, api memanaskan udara di dalam lentera, sehingga menu­runkan kepadatan dan menye­babkan lentera naik ke udara. Lampion-lampion yang indah tersebut biasa­nya digunakan sebagai simbol mengi­rimkan harapan dan doa ke langit. 

s


Tidak ada komentar:

Posting Komentar