Featured Video

Jumat, 16 September 2011

Rendang Linda Sentosa Mengalir Sampai Jauh


                                                              RENDANG          


Waitlem

Pengantar—Berita Singgalang 7 September tentang rendang paling enak di dunia, menyentakkan industri kuliner di Ranah Minang. CNN menempatkan rendang atau randang nomor 1 dan nasi goreng nomor 2. Lalu sate nomor 14. Sate itupun tak lain sate padang.
Karena itu, secara acak, suratkabar ini menurunkan kisah tentang randang nan lamak bana sangaik itu:
SETELAH CNN SURVEI KULINER (4)

Entah karena menyadari rendang akan menjadi kuliner dunia, entah karena sadar akan keinginan untuk melestarikan masakan tradisional ini, Linda Medya merintis usaha rendang sejak 12 tahun lalu.
Sejak diakuinya masakan khas Ranah Minang itu di dunia internasional, permintaan rendang pun meningkat. Jika biasanya hanya 25 kilogram/minggu, kini bisa memasak rendang dua, tiga bahkan empat kali lipat.
“Minimal setiap kali masak 25 kg daging,” ujar Rosma, perempuan yang bertugas menjaga cita rasa Rendang Linda Sentosa, kepada Singgalang, Rabu (14/9) di Cupak.
Rendang Linda Sentosa yang sudah dirintis sejak 12 tahun lalu, tetap bertahan di Cupak, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, hanya sekitar 100 meter dari jalan By Pass Cupak.
Sekalipun dirintis dan tetap bertahan menjadi industri rumah tangga, tetapi rendang ini sudah mengalir begitu jauh. Bukan hanya mengalir sampai ke Jakarta dan daerah lainnya di Indonesia, rendang tersebut juga ada yang dibawa ke luar negeri sebagai oleh-oleh.
Begitu juga jemaah haji yang akan menunaikan ibadah haji, ada juga yang memesan rendang kepada usaha Rendang Linda Sentosa.
Sekalipun permintaan meningkat, ujar Rosma, ia tetap menjaga cita rasa agar tetap bertahan. Apalagi beberapa pelanggan benar-benar memperhatikan daging yang dimasak.
Sebagai pemasak rendang, ia tidak ingin mengecewakan pelanggan. Karena itulah semua proses pembuatan rendang tetap dilakukan secara tradisional.
“Kami tetap memasak rendang dengan bahan bakar kayu,” ujar Rosma, orangtua Linda Medya, pemilik usaha Rendang Linda Sentosa. Sekalipun ada tawaran untuk menggunakan kompor gas dan kompor listrik, hingga sekarang tawaran itu ditampiknya karena saat memanfaatkan bahan bakar bukan kayu api, terasa ada rasa yang hilang.
Karena itulah hingga sekarang, ia tetap memanfaatkan kayu bakar tersebut. Sekalipun disadarinya biaya yang dihabiskan lebih besar daripada menggunakan kompor gas atau kompor listrik.
Untuk memasak 25 kilogram rendang, jelas Rosma, dibutuhkan waktu sekitar empat jam. Setelah itu tendang harus didinginkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam kotak atau sebelum dikemas. Pendinginan ini kadang menghabiskan waktu sampai dua jam. Karena itulah, ia sengaja membatasi produksi, selain untuk menjaga cita rasa, juga karena lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membuat rendang.
Disinggung masalah keuntungan, Rosma mengaku tidaklah terlalu besar. Sebab saat ini ia harus membeli daging segar dan renyah tersebut sekitar Rp80.000/kilogram, ditambah empat sampai enam butir kelapa, lalu cabai sekitar 1,5 kilogram, bumbu.
Di samping itu, ia juga harus mengeluarkan biaya pembelian kayu api sekitar Rp250.000/truk. Belum lagi biaya untuk karyawan yang bekerja sejak awal sampai rendang bisa dipasarkan. “Kita tetap bersyukur karena rendang semakin diminati,” ujarnya.
Rosma ikut gembira ketika rendang menjadi kuliner terlezat di dunia versi CNN. Ia tahu makanan khas ini menjadi pembicaraan dari media massa, baik media cetak maupun televisi.
Ia berharap makanan tersebut bisa bertahan sebagai makanan terlezat di dunia dalam waktu lama. Namun, ketika sudah banyak diburu, ia berharap cita rasa rendang asli tidak hilang, tetapi tetap mempertahankan cita rasa rendang asli tersebut. “Saya mendapatkan keterampilan membuat rendang dari nenek dan orangtua,” ujar Rosma.
Ia gembira, anaknya Linda Medya mau mengelola usaha rendang ini, dan membuka usaha Rendang Linda Sentosa ini. Apalagi sejak berdiri 12 tahun lalu, hingga sekarang tetap eksis.
Sekalipun peningkatannya tidak terlalu mencolok, tetapi juga tidak bisa dikatakan turun. Jika tidak ada pesanan khusus dari luar daerah, ia tetap membuat rendang untuk dipasarkan melalui usaha Mahkota, Sherly atau Cristine Hakim dan mitra lainnya.
Biasanya, jelas Rosma, jika ada pesanan, jarang yang membeli satu atau dua kilo gram, tetapi pesanan biasanya di atas 10 kg. Ia mencontohkan ada pelanggan dari Dharmasraya yang biasanya memesan 15 kilogram, baru-baru ini Mendagri Gamawan Fauzi juga memesan di atas 10 kilogram, belum lagi pesanan dari pihak lain.
Jika ada pesanan seperti itu, ia tidak memasak banyak sekaligus, tetapi dibuat 25 kilogram daging sekali buat. Hal ini dilakukan untuk menjaga cita rasa tidak hilang, sehingga rendang sebagai makanan terlezat di dunia tetap bertahan. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar