Featured Video

Senin, 10 Oktober 2011

DALAM HAL MENANAMKAN KECINTAAN MEMBACA BUKU Indonesia Ternyata Tertinggal Jauh


Indonesia, ternyata tertinggal jauh dalam hal menanamkan kecintaan membaca buku dan kemampuan anak didik menulis karangan. Bahkan, ketertinggalan kita itu telah berlangsung 61 tahun.
Bukittinggi-Singgalang Jika di negara-negara maju para siswanya membaca 30 judul buku, di Indonesia siswa selama di SMA membaca nol buku. Hebatnya lagi, menurut sastrawan Taufik Ismail, pendidikan SMA di zaman penjajahan Belanda yang dikenal dengan nama sekolah AMS A, para siswa membaca 25 judul buku (1939-1942), sedangkan AMS B membaca 15 judul buku (1929-1932).
Taufik Ismail yang juga alumni SMPN 1 Bukittinggi ini, pada talkshow dalam bagian Roadshow Perpustakaan Nasional 2011 di Perpustakaan Proklamator Bung Hatta (PPBH) Bukittinggi, Sabtu (8/10) memaparkan hasil wawancaranya dengan siswa dari 13 negara.
Ia bertanya tentang kewajiban membaca buku, tersedianya buku wajib di perpustakaan sekolah, bimbingan menulis dan pengajaran sastra di tempat mereka.
Kriteria buku-buku yang dibaca di SMA selama 3-4 tahun antara lain tercantum di kurikulum, tersedia di perpustakaan sekolah, dibaca tamat, siswa menulisnya dan diuji.
Pada periode 1986-1991 anak SMA di Thailand sudah membaca lima judul buku.
SMA di Malaysia membaca enam buku (1976-1980), sedangkan Singapura dengan jumlah judul sama pada periode 1982-1983.
Lalu, anak SMA di Jepang periode 1969-1972 membaca 15 judul buku.
Jerman, Perancis dan Belanda pada periode 1966-1975 anak-anak SMAnya telah membaca 22 hingga 32 judul buku. Di negara kita anak SMA pada periode 1950-1997 membaca nol buku. “Sampai 2011 ini angka nol buku itu masih belum berubah,” ungkap Taufik Ismail.
Selain itu, siswa AMS wajib menulis satu karangan seminggu. Karangan disetor, diperiksa guru dan diberi angka. Minggu-minggu berikutnya satu karangan lagi. Panjang karangan satu hingga dua halaman.
Dengan begitu siswa menulis 18 karangan dalam satu semester, 36 karangan setahun, atau 108 karangan selama belajar SMA tiga tahun.
Dari hasil observasinya di beberapa SMA di tanah air, lanjut Taufik, kewajiban mengarang hanya 3-5 kali setahun. Banyak sekolah menugaskan siswa mengarang hanya sekali setahun ketika akan naik kelas, jadi mirip tugas melaksanakan Shalat Idul Fitri saja.
Taufik menawarkan solusi perbaikan kurikulum bahasa dan sastra di sekolah. Kurikulum yang dipakai di SMA kita saat ini moderen untuk abad 19, yakni bertumpu pada dominasi tatabahasa 70 persen. Kondisi itu sangat bertolak belakang dengan Amerika Serikat yang pengajaran tatabahasanya hanya sepuluh persen.
Ke depan, menurut Taufik Ismail, menjawab wartawan di sela-sela acara tersebut, tatabahasa tidak diajarkan lagi, tapi dicek penggunaannya dalam karangan siswa. Mengajar tatabahasa cukup di SD dan SMP saja. Selain itu ditetapkan buku sastra wajib di SD enam judul, SMP sembilan judul dan SMA 15 judul.
Perpustakaan sekolah harus dilengkapi, sehingga masing-masing siswa bisa
membaca satu buku. Seiring itu, guru dipersiapkan menguasai seluruh buku sastra dan membimbing siswa agar mampu menulis karangan dengan baik. “Guru kita latih agar sering menulis di koran lokal,” Taufik menambahkan.
Senada dengan Taufik, Wawako Bukittinggi Harma Zaldi memandang perpustakaan sebagai wahana mendukung terwujudnya minat dan budaya baca di kalangan siswa. Pertpustakaan Proklamator Bung Hatta yang berdiri megah di Bukik Gulai Bancah hendaklah dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat di Ranah Minang ini. Ia merujuk UU 43/2007 tentang perpustakaan yang jelas-jelas menggariskan fungsi perpustakaan sebagai wahana pembelajaran sepanjang hayat dan wahana rekreasi ilmiah.
Talkshow diikuti pustakawan daerah di Sumbar, aparat pemerintahan, mahasiswa, pelajar dan umum. Selain Taufik Ismail dan Wawako Harma Zaldi, narasumber dari Perpusnas dan Tjahyo Suprayogo dari IPDN Regional Bukittinggi. Acara dimeriahkan penampilan Rini Idol.
Roadshow perpustakaan nasional 2011, seperti diungkapkan Sekretaris Utama
Perpustakaan Nasional Dedi Junaidi, dimaksudkan meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya pemberdayaan perpustakaan sebagai upaya meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Selain itu memotivasi masyarakat memanfaatkan perpustakaan dalam menumbuhkembangkan budaya gemar membaca. Selain PPBH Bukittinggi, roadshow diselenggarakan Kota Makasar 2 Oktober lalu, Kabupaten Bandung, Jabar 16 Oktober dan Balik Papan, Kaltim 22 Oktober mendatang.
Di PPBH Bukittinggi menurut Kakan Perpustakaan, Dokumentasi dan Arsip H. Yolis Andri kepada Singgalang, selain talkshow juga digelar lomba menggambar, mewarnai, penulisan sinopsis filem independen, mendongeng, pentas seni pelajar dan bazar buku. (507)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar