Featured Video

Jumat, 30 Maret 2012

BBM, PANAS DI LAPANGAN MAIN CATUR DI PARLEMEN


Makin jelas, bahwa permainan adu runcing sedang berlangsung di parlemen untum memutuskan apakah usulan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi diterima atau ditolak.
Diterima, berarti akan dianggap pro-pemerintah. Dan dalam konstelasi koalisi itu baik-baik saja para anggota koalisi berada di belakang pemerintah. Tetapi yang tidak masuk koalisi, lalu ikut juga mendukung kenaikan harga BBM maka akan jatuhlah cap: manut ke penguasa.

Tidak diterima, maka akan ada dua dampak. Pertama penolakan ini akan bermuara pada tindakan populis yang dapat mengatrol citra partai di mata publik. Kedua, dengan sadar partai penolak akan menerima konsekwensi apabila kelak memang APBN jebol sebagaimana yang dijadikan tesis oleh tim ekonomi pemerintah SBY. Kalau APBN benar-benar jebol kelak, berarti para penolak pengurangan subsidi BBM mesti bertanggungjawab secara politis.
Tetapi, sesungguhnya yang membuat kita jadi miris adalah dipermain-mainkannya nasib rakyat oleh sekelumpulan politisi di parlemen itu.
Partai PKS yang terlebih dulu menyatakan berseberangan dengan rekan koalisinya sudah memutuskan menolak kenaikan BBM. Partai ini menyatakan siap menerima segala konsekwensinya, termasuk dicopotnya menteri dari partai tersebut dari Kabinet Indonesia Bersatu II.
Lalu, kemarin Partai Golkar yang sudah terlanjur disebut partai paling berpengalaman mendampingi pmerintah, juga menyatakan menolak kenaikan harga BBM. Golkar adalah salah satu anggota koalisi yang sudah berbaiat bersama anggota koalisi lain untuk saling seiya sekata mendukung pemerintah.
Sekalipun kemudian pernyataan Ketua FPD di DPR itu ‘diluruskan’ oleh Ketua Umum PD Anas Urbaningrum bahwa Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) tak pernah mengusulkan kenaikan harga BBM kepada Presiden SBY Rp 2.000 per liter, tetapi niat Partai Golkar untuk ikut menolak usul kenaikan harga BBM .
Walhasil, yang tercermin ke permukaan adalah betapa para mahasiswa dan LSM sudah habis-habisan di seluruh tanah air untuk menentang kenaikan harga BBM bahkan sampai jatuh korban baik korban manusia maupun material. Tapi Partai politiklah yang menangguk popularitas. Kalaupun tidak menangguk, tentu sedang berusaha membangun citranya dengan cara mengambil momentum penolakan ini pada saat-saat kritis.
Anggota DPR berjumlah 560 orang. Terdiri dari anggota DPR dari Fraksi PD berjumlah 148 orang, disusul anggota Fraksi PG 106 orang, anggota Fraksi PDIP 94 orang, anggota FPKS 57 orang, anggota Fraksi PAN 46 orang, anggota Fraksi PPP 38 orang, anggota Fraksi PKB 28 orang, anggota Fraksi Gerindra 26 orang, dan anggota Fraksi Hanura 17 orang.
Sedangkan anggota koalisi pendukung pemerintah adalah Partai Demokrat, Partai Golkar, PAN, PKS, PKB dan PPP. Jika ditotal jumlah kursi anggota koalisi itu seluruhnya berjumlah 423 kursi. Koalisi hanya menyisa 137 kursi untuk kelompok yang tidak mendukung pemerintah.
Apabila seluruh anggota koalisi menyatakan dengan suara bulat mendukung usul pemerintah menaikkan harga BBM, maka dalam votting pun mereka akan menang. Artinya, sulit memberi alasan untuk menyatakan bahwa BBM batal dinaikkan harganya.
Tetapi bagaimana dengan keluarnya PKS dan PG?
Kedua partai ini jika bergabung akan memiliki suara sebanyak 163 suara. Jumlah itu apabila keluar dari koalisi akan menggerogoti kekuatan koalisi. Jika kedua partai itu memang menolak, praktis koalisi hanya akan memiliki 260 suara.
BBM diprediksi akan tetap naik walau dengan voting. Karena biasanya anggota koalisi yang menolak satu kebijakan koalisi, hanya sampai pada tahap abstain saja apabila sampai ke voting. Golkar dan PKS tentu akan mengambil langkah ini untuk menghindari ‘benturan’ yang lebih keras dengan anggota koalisi lainnya. Dengan demikian voting berakhir dengan 260 lawan 137 (163 abstain) untuk pengusul kenaikan harga BBM.
Keputusan abstain oleh PKS dan PG itu menyelamatkan perseteruan internal koalisi untuk tidak meruncing. Sekaligus juga mengatrol citra PKS dan PG di mata publik menjelang Pemilu 2014. Sebab mereka bisa mengampanyekan diri sebagai partai yang tidak ikut menaikkan harga BBM atau dalam bahasa politiknya partai yang tidak menyengsarakan rakyat.
Tetapi apabila PKS dan PG memberikan suaranya kepada kelompok penentang kenaikan harga BBM (PDIP, Gerindra, Hanura) maka perolehan suara penentang dalam voting bisa menjadi 163 + 137 = 300 suara. Skor akhir voting itu bisa 300 lawan 260 untuk penolakan atas usul pemerintah. Dengan demikian harga BBM tidak naik. Citra PG dan PKS makin membaik di mata publik. Sebaliknya PD dan kawan-kawan bisa dianggap menyengsarakan rakyat.
Itulah, percaturan yang besar kemungkinan bakal terjadi di parlemen. Sebuah percaturan cantik, di sela-sela riuh rendah teriakan para mahasiswa dan aktifis berdemonstrasi di luar gedung parlemen.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar