Featured Video

Jumat, 30 Maret 2012

Tak Satu Pun Partai Koalisi Dukung Bulat Demokrat


KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZESPresiden Susilo Bambang Yudhoyono (tengah) memberikan keterangan pers, didampingi Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaq, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali, Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, Wakil Presiden Boediono, Ketua Umum PAN Hatta Radjasa, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (kiri ke kanan) di kediaman presiden di Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (13/10/2011). Presiden mengundang semua pemimpin parpol koalisi ke Cikeas untuk membahas tentang reshuffle atau perombakan kabinet.


 Tak ada satu pun fraksi partai koalisi yang mendukung bulat sikap Fraksi Partai Demokrat yang meminta pencabutan Pasal 7 ayat 6 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012. Pencabutan itu memberi ruang bagi pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Semua fraksi koalisi yaitu PKS, Golkar, PAN, PKB, dan PPP berpendapat, kenaikan harga BBM bisa dilakukan jika harga minyak mentah dunia naik di atas level tertentu dari asumsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2012.
Demikian terungkap dalam pandangan fraksi-fraksi DPR yang disampaikan dalam pembahasan tingkat II opsi kenaikan harga BBM di sidang paripurna DPR RI, di gedung DPR, Jakarta, Jumat (30/3/2012).
Sikap Fraksi PAN, sebagaimana dibacakan Ketua Fraksi Tjatur Sapto Edi, menolak kenaikan harga BBM dan mengajukan usulan bahwa pemerintah baru bisa menaikkan harga BBM hanya jika harga minyak dunia naik atau turun lebih dari 15 persen dari asumsi harga minyak dunia 105 dolar per barel seperti yang tercantum di RUU APBN-P 2012.
Fraksi PPP juga menolak kenaikan harga BBM dan mengajukan usulan kenaikan baru hanya bisa dilakukan jika harga minyak dunia mengalami perubahan sebesar 10 persen.
Sementara, juru bicara PKB M Toha juga berpendapat bahwa pemerintah tak harus menaikkan harga BBM dalam kondisi saat ini. PKB menolak penghapusan pasal 7 ayat 6 UU No.22 Tahun 2011 tentang APBN 2012 yang melarangan pemerintah menaikkan harga BBM.
"Pada saat ini kami melihat apa yang terjadi di lapangan, setelah kesepakatan dengan fraksi kami dan masukan masyarakat, pasal 6a seharusnya berbunyi, dalam harga hal minyak mentah rata-rata Indonesia mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 17,5 persen dari harga minyak dunia, pemerintah bisa melakukan penyesuaian. Artinya kami meminta kepada pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM," kata Toha.
Fraksi PKS juga menolak kenaikan harga BBM saat ini. Namun mengajukan syarat bahwa harga BBM bisa naik dengan syarat kenaikan harga minyak mentah sebesar 20 persen. "Perubahan pasal 6a dimungkinkan apabila kenaikan harga minyak dunia di atas 20 persen," kata Sekretaris Fraksi PKS, Abdul Hakim.
Juru bicara Golkar Ahmadi Nursupit mengatakan bahwa mereka setuju dengan perubahan pasal dengan syarat harga minyak sebesar 15 persen.
Partai Demokrat yang jelas-jelas mendukung kenaikan harga BBM tetap bertahan di persyaratan cukup 5 persen.
Sementara itu, PDI-P, Gerindra dan Hanura dengan tegas menolak kenaikan harga BBM maupun perubahan pasal tersebut. Menurut Sekretaris Fraksi Gerindra Ahmad Muzani, fraksi meminta tambahan subsidi Rp 178 triliun, listrik 60 triliun dan cadangan fiskal Rp 20 triliun. "Oleh karena itu, terhadap upaya ini, Gerindra tetap pertahankan keberadaan pasal 7 ayat 6 UU APBN dan tidak terima usulan pasal 6 a (kewenangan bagi pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM). Dalam pandangan kami, keberadaan pasal 6 a itu bertentangan dengan pasal 33 ayat 3 UUD 45," ungkapnya.
TERKAIT:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar