Ilmu pengetahuan adalah modal utama dalam membaca dan mengungkapkan semua ciptaan Allah. Karena ilmu pengetahuanlah sebab utama para malaikat diinstruksikan Allah sujud hormat kepada moyang kita Adam as. Kelebihan ini tidak dimiliki makhluk lain termasuk para malaikat sendiri. Atas kelebihan inilah Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Karena itu, pada dasarnya, semua yang ada di bumi ini diperuntukkan Allah untuk manusia. Allah ciptakan bumi untuk manusia secara gratis, Allah ciptakan matahari dan udara untuk manusia secara gratis.
Dikatakan gratis, karena manusia tidak pernah ikut membangun bumi Allah ini dan juga manusia tidak pernah membayar matahari, udara, air dan tanah Allah. Karena itu, manusia harus mengabdi atau tunduk dan patuh kepada Allah. Salah satu bentuk pengabdian itu ialah, manusia berusaha mendapatkan ilmu pengetahuan, walau di ujung dunia dan di langit sekalipun, yang kemudian dikembangkannya untuk memakmurkan bumi ini. Manusia dalam mendapatkan ilmu pengetahuan, tidak perlu membedakan agama dan suku bangsa. Silahkan bekerja sama dengan siapa pun. Manusia yang diinginkan Alquran, bukanlah manusia yang bodoh, tetapi manusia pintar, manusia yang sanggup menjaring langit, manusia yang bisa menaklukkan alam semesta, manusia yang kepalanya penuh dengan ilmu pengetahuan, akan tetapi hatinya selalu tunduk dan patuh atas aturan Allah.
Buah dari Ramadan, sesuai dengan salah satu artinya, mengasah, hati kita menjadi terasah dan bersih. Hal ini disebabkan kita sungguh-sungguh melakukan ibadah-ibadah selama satu bulan. Dengan arti cahaya atau nur Ramadan telah memberikan cahaya pada hati kita. Di sinilah letak perbedaan nilai antara manusia dengan hewan. Hamka dalam buku Lembaga Budi mengatakan: 5 ekor sapi sama tingginya, sama beratnya, pasti sama harganya. Karena harga hewan terletak pada daging. Sedangkan 5 orang manusia sama tingginya, sama beratnya, berbeda harganya, karena harga manusia tidak terletak pada daging, melainkan pada pribadi, arti lain dari kebersihan hati.
Kebersihan hatilah yang menentukan buruk baiknya seseorang. Apabila dalam dirinya terdapat hati yang bersih, maka akan lahir di sana akhlak yang baik. Sebaliknya bila dalam diri seseorang tersimpan hati yang kotor, maka akan lahir di sana akhlak yang kotor dan bejat. Nabi lewat hadisnya juga mengingatkan: SesungguhnyaAllah tidak akan melihat kepada bentuk, rupa dan tubuhmu, tetapi Allah akan melihat kepada bersih tidaknya hatimu.
Dengan hati yang bersih ini kita dapat mengoreksi diri. Dan dengan hati yang bening kita dapat mengendalikan diri. Orang yang berhati bersih tidak mungkin melakukan kejahatan, seperti pembunuhan, perjudian, penjarahan, pemerkosaan, KKN, memfitnah, narkoba, provokasi dan lainnya. Hati yang masih sakit atau hati yang telah mati saja, yang masih mampu mempermainkan hukum, mencuri uang rakyat dan mempermainkannya dengan bermacam alasan. Hati kerasukan setan saja, yang mau melakukan pura-pura menegakkan hukum, padahal ialah yang perongrong hukum. Hati yang buta saja yang masih tega mengambil keuntungan disaat rakyat dalam keadaan ditimpa kesulitan. Allah mengingatkan dalam surat al-Hajj ayat 466:
(Maka sesungguhnya tidaklah mata kepalanya yang buta, tetapi yang buta ialah mata hatinya terdapat dalam dada).
Terjadinya semua yang digambarkan tersebut, disebabkan hatinya kosong dari ajaran agama. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan bangsa ini, ialah kembali kepada ajaran agama (fitrah), dan kembali membersihkan rohani atau hati. Allah Yang Maha Suci tidak mungkin dekat atau memberikan nur-Nya kepada hati orang yang tidak suci. Alquran kitab suci, diturunkan Allah Yang Maha Suci, pada bulan yang suci maka ia akan memberikan hidayah kepada orang yang hatinya suci. Alquran tidak pernah mampir kepada orang yang hatinya tidak suci, walaupun Alquran hafal olehnya.
Dalam Alquran telah dicontohkan Allah tentang hati-hati manusia yang telah mati, yang tidak mungkin lagi berubah menjadi sehat. Satu-satunya solusi ialah dimusnahkan Allah. Fir’aun pejabat Negara, Raja diraja yang sudah mati hatinya ditenggelamkan oleh Allah di Laut Merah, Qarun konglomerat yang terkaya di bumi Allah ini telah mati hatinya, ia, rumah dan kekayaannya ditelan bumi, rakyat Nabi Nuh as. yang telah mati hatinya, dimusnahkan Allah dengan banjir besar dan lain-lainnya. Orang-orang sekarang apabila hatinya sudah mati, maka juga akan dimusnahkan Allah dengan berbagai macam bencana, namun yang paling kita takutkan bencana itu tidak hanya menimpa mereka saja, tetapi juga orang-orang yang baik-baik.
Karena itu, kita tidak bosan-bosannya menghimbau kepada orang-orang yang selama ini suka melakukan kesalahan dan dosa, apakah ia sebagai elit politik, elit ekonomi, provokator dan lain-lainnya, segeralah melakukan taubat nasuha dan berjanji tidak lagi bertualang dalam lumpur dosa dan maksiat.
Dengan kesadaran rohani juga kita menghimbau kepada semua pihak, mari kita jadikan energi Ramadan untuk bangkit ke depan baik sebagai bangsa, masyarakat dan pribadi. Kita tidak perlu hanyut dengan kondisi ini, kita tidak perlu memaki-maki siapa-siapa, mari kita tunjukkan kepada Allah, kepada dunia, bahwa Islam dan umatnya masih umat yang terbaik, mari kita jalankan kehidupan yang sejujurnya dan semaksimalnya, insyaallah Yang Maha Kuasa menunjukkan jalan yang terbaik.
Sejalan dengan pelaksanaan Salat Idul Fitri, sebagai tatanan hubungan manusia dengan Tuhannya, kita bina pula silaturrahmi antara sesama manusia dengan menunaikan zakat fitrah dan zakat-zakat lainnya. Zakat fitrah, sebagai zakat jiwa, ia berfungsi sebagai penyempurna ibadah puasa. Dan juga berfungsi sebagai satu sarana untuk memberi kesempatan kepada golongan fuqara’, dhu’afa’ dan masakin, agar mereka ikut serta merayakan hari raya yang penuh bahagia ini. Dengan kata lain, hari ini tidak boleh ada satu orang pun yang lapar, bahkan lebih jauh dari itu, tidak boleh ada seorang pun yang teraniaya. Bila tidak demikian, berarti kita belumlah menunjukkan hati yang bersih.
Hari raya, bagi umat Islam, bukanlah hari pamer kemewahan, bukan pula hari pamer kemubaziran. Hari raya bukan pula berarti bahwa pada hari ini kita menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah. Hari lebaran bukan berarti melebarkan mulut, agar kue-kue dan makanan leluasa masuk perut. Hari raya bukanlah hari mencari peluang untuk mengirimkan bingkisan, parcel atau kue-kue yang hanya lebih banyak ditujukan kepada atasan ketimbang kepada para bawahan, yang memang sangat membutuhkan. Bingkisan tersebut diiringi dengan pesan-pesan terselubung dalam bentuk unjuk diri untuk memudahkan bisnis, naik pangkat, mutasi dan lain-lainnya. Jika ini dilakukan, hari raya bukan lagi hari kemenangan, tetapi merupakan hari kekalahan. Hari raya hanya semata-mata bertujuan menyampaikan rasa syukur kepada Allah atas keberhasilan usahanya sendiri dalam penataran kerohanian selama satu bulan.
Karena itu, kita menghimbau kepada semua umat Islam, dengan kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan ini, mari kita rayakan Idul Fitri tahun ini dengan sesederhana mungkin, jangan berlebih-lebihan, karena Allah tidak suka kepada orang yang melampaui batas. Mari kita amalkan makna (hakikat) hari raya Idul Fitri dengan ucapanminal ‘A-idin wal fa-izin, yakni kembali kepada fitrah, dalam arti kembali kepada kesucian (bersih dari dosa), kembali kepada “asal kejadian”, yakni beriman kepada Allah dan kembali kepada “agama yang benar”, yakni keserasian antara manusia, lingkungan dan alam. Sedangkan al-fa-izin mengandung makna do’a dan harapan, semoga kita termasuk orang-orang yang memperoleh ampunan dan ridha Allah SWT. Sehingga semua kita mendapatkan kenikmatan surga-Nya. Atas dasar itulah, Idul Fitri bagi umat Islam, adalah dengan menonjolkan kebesaran jiwa dan kebersihan hati serta ketaatan yang bertambah: Tidaklah dinamakan hari raya bagi orang yang memakai serba baru, tetapi hari raya ialah ketaatan yang bertambah kepada Allah SWT.
Kita berterima kasih kepada pemerintah yang telah menciptakan kembali ke surau, kembali kepada ABS-SBK, pesantren Ramadan, wirid remaja, subuh mubarakah, SD Plus bebas buta huruf Alquran dan program-program lainnya. Mari kita dukung bersama program pemerintah ini sebagai salah satu usaha dalam membentengi masyarakat dari pengaruh-pengaruh asing seperti yang telah dikemukakan.
Takbir telah kita kumandangkan, salat telah kita kerjakan dan zakat fitrah telah kita tunaikan, maka selanjutnya marilah kita mengulurkan tangan saling memaafkan. Rasulullah SAW. pernah berdo’a yang diaminkan oleh malaikat Jibril, bunyinya: “Ya Allah, janganlah diterima puasa seorang isteri, jika ia tidak saling memaafkan dengan suaminya. Ya Allah, janganlah diterima puasa seorang anak, jika ia tidak meminta maaf kepada orang tuanya. Ya Allah, janganlah diterima puasa seseorang bila ia tidak saling memaafkan dengan tetangganya. Maafkanlah segala kesalahan saudara kita sebelum ia minta maaf. Orang yang meminta maaf adalah orang yang berjiwa besar dan orang yang pemaaf adalah orang yang berjiwa lebih besar. Bahkan pahala yang akan ia terima jauh lebih besar dari orang tidak mau memaafkan kesalahan orang lain. Tiada lagi dendam, sebab bibit permusuhan telah dikubur dalam-dalam. Semua hati telah cerah, sebab semua jiwa telah pasrah kepada Allah.
Mari kita kepakkan sayap Idul Fitri yang indah ini. Rasanya semangat Idul Fitri yang mampu menyatukan hati kita semuanya pada hari ini, tidak akan mungkin bisa diciptakan oleh peradaban manusia mana pun di dunia ini, jika tidak dikomandoi oleh kekuatan-kekuatan Allah. Karena kuatnya kebersatuan hati kita pada Idul Fitri, kita juga tidak tega membiarkan saudara kita seiman dan seagama masuk neraka karena tersangkut maaf dari kita yang kebetulan pernah menjahati kita. Mari kita teladani sifat pemaaf Rasulullah SAW, ketika diminta mengecam dan mengutuk satu kaum yang telah menjahatinya, beliau justru menolaknya seraya berkata: “Aku diutus Allah bukanlah sebagai tukang kutuk, tetapi pembawa rahmat untuk seluruh alam semesta. Demikian pula semangat maaf yang diperlihatkan oleh Abu Bakar yang telah bersumpah untuk tidak berhubungan dan memberi bantuan kepada Mistah, seorang anak asuhnya yang turut menyebarkan fitnah menyangkut putrinya, Aisyah, sekaligus istri Rasulullah SAW. Akan tetapi setelah turun ayat 22 surat al-Nur langsung Abu Bakar memaafkan kesalahan anak asuhnya tadi dan memberikan bantuan seperti biasanya.
Akhirnya marilah kita sama-sama menundukkan muka dan hati, kita berdo’a kehadirat Allah, semoga Allah berkenan mengabulkan do’a kita semua.
PROF DR H SALMADANIS, MA
(Guru Besar IAIN Imam Bonjol Padang)
(Guru Besar IAIN Imam Bonjol Padang)
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar