Featured Video

Rabu, 14 November 2012

Se orang Wanita di Kurung di Kandang Domba


Sering "Ngamuk", Arni Dikurung di Kandang DombaTRIBUN JABAR/M ZEZEN ZAINAL MArni Suryani yang mengalami gangguan jiwa dikurung keluarganya di kandang domba karena sering mengamuk

 Kondisi badan serta pakaiannya tampak lusuh dan tak terurus. Rambutnya pun terlihat berantakan. Sesekali wanita berusia 25 tahun itu berbicara sendiri sambil duduk dan tertunduk. Namun beberapa saat kemudian, tak tampak lagi kondisi tenang yang semula ia tunjukkan. Ia terlihat marah-marah sambil memukul-mukul jajaran bambu yang mengelilinginya.

Dia lah Arni Suryani. Warga RT 03/RW 07, Kampung Cikatomas, Desa Citatah, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB) itu, sudah lebih dari tiga pekan dikurung oleh keluarganya dalam satu bangunan bambu bekas kandang domba yang terletak di samping rumahnya.
Ibu kandungnya, Wiwin (40), terpaksa mengurung anaknya karena Arni sering mengamuk dan merusak barang-barang yang berada di dalam rumah setelah sejak tiga bulan lalu mengalami depresi berat.
Tak hanya itu, meski badannya tergolong kecil dan lemah, Arni mampu merusak tembok hanya dengan menggunakan jari-jari tangannya. Caranya dengan mencakar serta menguliti tembok yang sebelumnya sudah koyak. Akibatnya, tembok rumah Wiwin pun terlihat bolong dan berlubang di sana sini.
"Saya bingung harus bagaimana. Awalnya dia tinggal bersama di rumah, tapi sering ngamuk dan merusak. Padahal awalnya dia baik-baik saja. Akhirnya saya terpaksa mengurungnya di luar," kata Wiwin, saat ditemui di rumahnya, Selasa (13/11/2012).

Kini, Arni hanya menghabiskan hari-harinya dengan berada di kandang berukuran 2x4 meter di samping rumah orangtuanya. Makan, minum, tidur, hingga buang air, semuanya dilakukan Arni di tempat tersebut. Secara rutin, Wiwin pun memberi makan sebanyak tiga kali sehari kepada anak pertamanya itu.

Ditinggal suami

Arni diduga mengalami depresi berat setelah ditinggalkan suaminya tahun lalu. Sejak itu, Arni terlihat lebih sering melamun dan menyendiri. Apalagi, tiga tahun sebelumnya, ibu kandungnya, Wiwin, bercerai dengan ayahnya yang memilih menikah lagi dengan wanita lain dan menetap di Bengkulu. Mulai saat itu, pikiran maupun jiwanya seakan tergoncang.

Perubahan perilaku yang ditunjukkan Arni diketahui ibunya pada tiga bulan lalu atau beberapa hari setelah perayaan Hari Raya Idul Fitri. Ketika warga lainnya tampak bersuka cita merayakan Lebaran, Arni terlihat murung. Puncaknya, ketika ibunya tengah tidur, Arni tetap terjaga sambil sesekali berteriak-teriak.
"Ketika saya bangun, ternyata barang-barang di dalam rumah sudah berantakan. Dia juga berteriak-teriak dan marah," ujar Wiwin.
Saat itu, Wiwin pun tak terlalu mempedulikan ulah Arni tersebut. Pasalnya, keesokan harinya Arni terlihat kembali normal. Namun, tanpa diduga, Arni sesekali kembali melakukan kebiasaannya berteriak-teriak serta merusak barang-barang yang berada di dalam rumah seperti pintu bahkan tembok.
Kondisi seperti itu berlangsung selama lebih dari dua bulan. Selama itu pula, Wiwin mencoba bersabar dengan hanya mengurung Arni di dalam kamarnya. Namun, upaya itu rupanya tak membuahkan hasil. Arni justru semakin sering merusak barang yang ia temui. Bantal, kasur dan yang lainnya yang berada di dalam kamar pun turut dirusaknya.
"Dengan sangat terpaksa akhirnya kami menempatkan Arni di luar. Ini bekas kandang domba, tapi sudah kosong dan dibersihkan. Kami lakukan ini terpaksa, karena bingung harus gimana lagi," kata dia.
Karena tidak tega menempatkan Arni dalam bangunan bekas kandang domba, Wiwin sempat memberikan sebuah kasur dan bantal untuk anaknya tidur. Selain itu, tak lupa, satu selimut sebagai pelindung dari udara dingin pada malam hari turut ia berikan untuk Arni. Wiwin pun secara rutin membersihkan  kandang dan memandikan Arni sekali sehari.

"Tapi kasur dan bantal sering dirusak. Kasur sudah habis dua. Sekarang kasur sudah habis. Ia terpaksa tidur seadanya," tambahnya sambil terisak.

Minim biaya

Wiwin mengatakan, Arni pernah dibawa ke dokter untuk menjalani pengobatan. Namun, usaha itu sama sekali tak membuahkan hasil. Padahal, ia mengaku sudah menghabiskan uang lebih dari Rp 1,5 juta yang merupakan hasil pinjaman dari beberapa orang.

"Saya sudah habis uang banyak tapi anak saya belum sembuh. Bahkan, hingga sekarang saya belum bisa bayar uang pengobatan itu," ucap Wiwin sambil menangis.
Langkahnya untuk menyembuhkan Arni tak berhanti sampai di situ. Dengan uang hasil sumbangan para tetangga dan kerabatnya, wanita yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh serabutan itu, sempat membawa Arni ke sejumlah tempat pengobatan alternatif. Tetapi, belum juga terlihat hasilnya.
Ketua RT setempat, Imas, mengatakan, sebenarnya pengurus RT dan warga sudah berupaya untuk membawa Arni ke rumah sakit jiwa agar mendapat pendampingan guna memulihkan mentalnya seperti sedia kala. Terlebih, sebelumnya kondisi mental Arni sama sekali tidak terganggu.
"Waktu itu kami sudah mau bawa ke rumah sakit, tapi dilarang oleh ayahnya. Katanya ayahnya sendiri yang mau bawa berobat. Tapi ternyata sampai sekarang tidak ada," kata Imas.
Saat ini, cita-cita Wiwin hanya satu yakni mengobati anaknya hingga sembuh dan kembali beraktivitas seperti biasa. Hanya saja cita-citanya itu terbentur dengan ketiadaan biaya. Wiwin yang bekerja di tempat peternakan ayam hanya memperoleh upah sebesar Rp 12 ribu per hari. Dengan upah sebesar itu, kata dia, sangat sulit untuk menyisihkan uang guna mengobati Arni.
"Untuk makan saja enggak cukup. Padahal saya ingin sekali mengobati anak saya hingga sembuh," harapnya.


Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar