Masjid Asyafaah di Singapura.
Desain kontemporer dirasa paling pas bagi masjid yang berada di kawasan multibudaya dan agama ini.
Singapura terkenal dengan keragaman budaya, etnis, dan agama. Negara berlambang kepala singa ini adalah rumah bagi bangsa Melayu, Cina, India, dan Eurasia.
Berbagai agama dan kepercayaan hidup di sini, mulai dari Islam, Kristen, Taoisme, Buddha, Sikh, Hindu, dan Baha'i.
Keberagaman tersebut juga tecermin pada Masjid Assyafaah. Pertama kali melihat masjid ini, mungkin banyak orang merasa heran.
Ya, karena bangunan ini tak tampak seperti masjid pada umumnya. Desain Masjid Assyafaah mencoba menyatu dengan lingkungannya di Sembawang Estate, bagian utara Singapura.
Berada di tengah masyarakat yang multietnis, desain masjid ini pun diselaraskan dengan keragaman tersebut. Sengaja tak menghadirkan arsitektur Melayu ataupun Timur Tengah, masjid ini memilih hadir dengan gaya kontemporer.
Tan Kok Hiang, sang perancang, mengatakan, desain masjid ini memang dilandasi konteks budaya yang beragam.
"Kami melihat arsitektur harus mampu mengakomodasi masyarakat luas. Desain bangunan Melayu tidak akan membuat warga Cina merasa di rumah. Sedangkan, nuansa Timur Tengah terlalu asing bagi budaya di sini," katanya.
Menurut dia, desain bangunan harus pas bagi berbagai ras yang hidup di negara multiagama ini. Namun, bangunan juga harus menyiratkan komunitas Muslim bahwa ia adalah rumah Allah.
"Saya ingin seni dan pahatan menjadi bagian dari masjid ini. Dan yang paling mendasar dari semua, saya ingin masjid ini menyentuh orang-orang yang berkumpul di sana pada tingkat spiritual yang mendalam yang akan melampaui perbedaan," ujarnya.
Peletakan batu pertama masjid ini dilakukan pada 6 April 2002. Pembangunan tuntas dua tahun kemudian. Bangunan masjid terdiri dari ruang shalat utama, tempat wudhu, ruang kelas, ruang administrasi, ruang serbaguna, tempat shalat yang bisa diperluas, dan area parkir basement.
Masjid yang pernah dipamerkan di Paviliun Singapura dalam pameran Venice Biennale 2004 ini memiliki luas bangunan 3.350 meter persegi dan mampu menampung hingga 4.000 jamaah.
Masjid empat lantai ini awalnya merupakan dua masjid, yaitu Masjid Naval Base dan Masjid Jumah Sembawang. Kedua masjid itu kemudian dihancurkan dan dibangun masjid baru yang lebih luas dan modern.
Masjid Asyafaah di Singapura.
Sebagai bangunan yang mencoba selaras dengan lingkungan, budaya, dan zaman, elemen-elemen modern sangat menonjol.
Dominasi material beton pada struktur utama dikombinasikan dengan penggunaan aluminium, baja, dan kaca pada detail-detail arsitektur lainnya.
Pola-pola Arabesk pun muncul dengan cara baru. Pola-pola ini muncul dengan pengulangan bentuk geometris, baik pada kulit bangunan maupun detail interior.
Menuju ke ruang shalat, jamaah akan disambut dengan lengkungan kurva tiga dimensi yang mengarah ke tengah mihrab. Lengkungan ini menyisakan ruang bebas seluas 20 meter persegi sebagai ruang shalat utama.
Lengkungan berbahan dasar plastik dan baja ini juga memiliki fungsi menahan beban tiga lantai di atasnya. Di salah satu dinding, tergantung rak Alquran yang didesain khusus.
Rak menggunakan kaca horizontal. Alquran dipisahkan dengan pelat baja antikarat vertikal. Sinar matahari dimanfaatkan dengan baik sehingga kilatan rak dapat dilihat dari jauh.
Dinding mihrab terbuat dari marmer dan dihiasi oleh tulisan Arab berbunyi: ''Dan sesungguhnya, masjid adalah untuk Allah. Janganlah menyembah selain pada-Nya.'' Pada siang hari, cahaya matahari dari celah langit-langit menerangi dinding ini.
Mimbar berada di sebelah kanan mihrab. Ukiran 99 asma Allah setinggi 100 meter menghiasi area ini. Kaligrafi tersebut diciptakan oleh Imam Yahiya dari Xian, Cina, dan diatur dengan komputer.
Menara yang Menjulang
Bagian yang juga menarik untuk diamati dari masjid ini adalah menara. Menjulang setinggi 33 meter, menara terbuat dari baja. Struktur menara dibuat ramping dengan tinggi rasio dasar tak lebih dari 16:1.
Seperti masjid pada umumnya, di bagian atas menara terdapat lambang bulan sabit dan bintang. Menara ini sengaja dicat dengan polyeurethane tanpa warna untuk menampilkan warna karat. Sebelum cat diaplikasikan sebanyak empat lapis, badan menara diampelas menggunakan ampelas berkualitas tinggi.
Banyak orang terlibat dalam pembangunan Masjid Assyafaah. Sama seperti gagasan awal, mereka yang terlibat di sini juga berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Tim arsitek, misalnya, tak semuanya orang Singapura. Di dalamnya ada orang Indonesia, India, Kanada, Malaysia, Iran, Inggris, dan Cina.
Dominasi material beton pada struktur utama dikombinasikan dengan penggunaan aluminium, baja, dan kaca pada detail-detail arsitektur lainnya.
Pola-pola Arabesk pun muncul dengan cara baru. Pola-pola ini muncul dengan pengulangan bentuk geometris, baik pada kulit bangunan maupun detail interior.
Menuju ke ruang shalat, jamaah akan disambut dengan lengkungan kurva tiga dimensi yang mengarah ke tengah mihrab. Lengkungan ini menyisakan ruang bebas seluas 20 meter persegi sebagai ruang shalat utama.
Lengkungan berbahan dasar plastik dan baja ini juga memiliki fungsi menahan beban tiga lantai di atasnya. Di salah satu dinding, tergantung rak Alquran yang didesain khusus.
Rak menggunakan kaca horizontal. Alquran dipisahkan dengan pelat baja antikarat vertikal. Sinar matahari dimanfaatkan dengan baik sehingga kilatan rak dapat dilihat dari jauh.
Dinding mihrab terbuat dari marmer dan dihiasi oleh tulisan Arab berbunyi: ''Dan sesungguhnya, masjid adalah untuk Allah. Janganlah menyembah selain pada-Nya.'' Pada siang hari, cahaya matahari dari celah langit-langit menerangi dinding ini.
Mimbar berada di sebelah kanan mihrab. Ukiran 99 asma Allah setinggi 100 meter menghiasi area ini. Kaligrafi tersebut diciptakan oleh Imam Yahiya dari Xian, Cina, dan diatur dengan komputer.
Menara yang Menjulang
Bagian yang juga menarik untuk diamati dari masjid ini adalah menara. Menjulang setinggi 33 meter, menara terbuat dari baja. Struktur menara dibuat ramping dengan tinggi rasio dasar tak lebih dari 16:1.
Seperti masjid pada umumnya, di bagian atas menara terdapat lambang bulan sabit dan bintang. Menara ini sengaja dicat dengan polyeurethane tanpa warna untuk menampilkan warna karat. Sebelum cat diaplikasikan sebanyak empat lapis, badan menara diampelas menggunakan ampelas berkualitas tinggi.
Banyak orang terlibat dalam pembangunan Masjid Assyafaah. Sama seperti gagasan awal, mereka yang terlibat di sini juga berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Tim arsitek, misalnya, tak semuanya orang Singapura. Di dalamnya ada orang Indonesia, India, Kanada, Malaysia, Iran, Inggris, dan Cina.
Dikunjungi Non-MuslimGaya arsitektur masjid terus berevolusi. Tak melulu tampil dengan gaya khas Timur Tengah, tempat ibadah umat Islam ini ternyata bisa dibangun dengan beragam gaya arsitektur.
Tak terkecuali gaya arsitektur kontemporer. Arsitektur kontemporer diartikan sebagai karya arsitektur yang inovatif, baru, khas dan berbeda, baik dari segi desain visual, corak, atau motif yang dimiliki.
Gaya yang berkembang mulai tahun 1940-an ini juga diterjemahkan dengan istilah arsitektur modern.
Meski sebagian orang masih memandang aneh, gaya modern kontemporer pada masjid diperkirakan bakal menjadi tren. Diyakini, meski bergaya kontemporer, masjid tak lantas kehilangan nuansa spiritualnya.
Artinya, dengan desain kontemporer pun, masjid tetap mampu menghadirkan suasana yang kondusif untuk beribadah.
Saat ini, masjid yang mengaplikasikan desain kontemporer mulai bermunculan di berbagai penjuru dunia. Salah satunya Masjid Assyafaah di Singapura.
Islam sejatinya tidak pernah menunjuk pada sebuah kebudayaan tertentu. Maka, arsitektur bangunan Islam pun tak pernah menunjuk pada satu langgam arsitektur tertentu.
Nilai-nilai Islam yang bersifat universal pun pastinya dapat diaplikasikan pada semua budaya, wilayah, dan zaman, asalkan sesuai dengan syariat Islam. Hal inilah yang coba diangkat oleh para desainer Masjid Assyafaah.
Desain arsitektur masjid ini yang kontemporer dan modern telah menciptakan keterbukaan dan persepsi baru di kalangan masyarakat setempat mengenai tempat ibadah umat Islam. Hal ini mengundang ketertarikan warga non-Muslim untuk melihat masjid secara lebih dekat. Maka, jangan heran jika ada non-Muslim yang mengunjungi Masjid Assyafaah.
Sebelumnya, sangat aneh bagi non-Muslim untuk memasuki masjid, bahkan di negara multirasial seperti Singapura. Namun di Assyafaah, non-Muslim tak sungkan untuk datang meski sekadar melihat-lihat.
Tak terkecuali gaya arsitektur kontemporer. Arsitektur kontemporer diartikan sebagai karya arsitektur yang inovatif, baru, khas dan berbeda, baik dari segi desain visual, corak, atau motif yang dimiliki.
Gaya yang berkembang mulai tahun 1940-an ini juga diterjemahkan dengan istilah arsitektur modern.
Meski sebagian orang masih memandang aneh, gaya modern kontemporer pada masjid diperkirakan bakal menjadi tren. Diyakini, meski bergaya kontemporer, masjid tak lantas kehilangan nuansa spiritualnya.
Artinya, dengan desain kontemporer pun, masjid tetap mampu menghadirkan suasana yang kondusif untuk beribadah.
Saat ini, masjid yang mengaplikasikan desain kontemporer mulai bermunculan di berbagai penjuru dunia. Salah satunya Masjid Assyafaah di Singapura.
Islam sejatinya tidak pernah menunjuk pada sebuah kebudayaan tertentu. Maka, arsitektur bangunan Islam pun tak pernah menunjuk pada satu langgam arsitektur tertentu.
Nilai-nilai Islam yang bersifat universal pun pastinya dapat diaplikasikan pada semua budaya, wilayah, dan zaman, asalkan sesuai dengan syariat Islam. Hal inilah yang coba diangkat oleh para desainer Masjid Assyafaah.
Desain arsitektur masjid ini yang kontemporer dan modern telah menciptakan keterbukaan dan persepsi baru di kalangan masyarakat setempat mengenai tempat ibadah umat Islam. Hal ini mengundang ketertarikan warga non-Muslim untuk melihat masjid secara lebih dekat. Maka, jangan heran jika ada non-Muslim yang mengunjungi Masjid Assyafaah.
Sebelumnya, sangat aneh bagi non-Muslim untuk memasuki masjid, bahkan di negara multirasial seperti Singapura. Namun di Assyafaah, non-Muslim tak sungkan untuk datang meski sekadar melihat-lihat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar