SOPIR TRAVEL AKUI MENGANTUK
Hasmar Palungan (20), tampak lelap di ruang High Care Unit (HCU) Instalasi Bedah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M Djamil Padang. Selang infus bergantungan di kiri kanan pergelangannya. Dengan selimut kain batik warna kuning bercorak cokelat, ia seakan sudah tak bernyawa. Tapi gerakan pelan naik turun dadanya disertai hembusan nafas kecil di hidung menandakan ia akan baik-baik saja.
“Baru tidur setelah diberi obat penenang tadi,” kata perawat kepada rombongan wartawan yang silih berganti mengunjungi ruangan itu.
Bercak darah yang mengering masih memenuhi kening dan sebagian wajahnya yang lusuh. Beberapa bagian tubuhnya tempak membengkak tak utuh. Ia dirawat di ruangan itu bersama korban lainnya, Arianto (20) mahasiswa Universitas Andalas (Unand) asal Padang Sidempuan.
Hasmar adalah sopir travel bernomol polisi BB 1130 FP yang bertabrakan dengan angdes jurusan Batas Kota-Lubuk Alung di Pasa Usang Selasa (15/1) lalu. Kecelakaan tersebut menyebabkan delapan orang meninggal dunia.
Pasca kecelakaan, Hasmar bersama 15 korban lainnya dilarikan ke RSUP M Djamil Padang dan mendapat perawatan khusus. Ia mengalami patah tibia (tulang kering) di kaki kanan, dan lecet di kening serta tangan hingga mesti menjalani perawatan bedah.
Sebelumnya, kepada wartawan yang mengunjungi, ia mengaku bersalah. “Saya mengantuk,” katanya pelan. Tetapi karena harus mengejar setoran, ia paksakan berangkat dari Padang Sidempuan tujuan Padang dengan membawa delapan penumpang.
Hasmar hanyalah sopir tembak yang tidak memiliki trayek tetap. Jika ada penumpang ia berangkat. Kebetulan Senin (14/1) lalu, Unand mulai melaksanakan proses belajar mengajar (PBM) untuk semester genap. Jadilah delapan mahasiswa Unand asal Padang Sidempuan berangkat ke Padang malam itu.
Mereka berangkat sekitar pukul 20.00 WIB. Sama sekali tak ada firasat buruk, karena niat ke Padang ikhlas untuk menuntut ilmu. “Saya berangkat seperti biasa, tak ada tanda apa-apa, juga firasat buruk,” kata Ahmad Sanusi, salah satu penumpang travel.
Namun ia mengaku melihat sopir seperti tengah mengantuk. Beberapa kali penumpang mengingatkan sopir untuk pelan-pelan saja, agar tidak celaka di perjalanan. Tetapi Hasmar mesti kejar setoran, harus mengejar target pukul 7.00 pagi sudah sampai di Padang. Apalagi jarak tempuh Padang Sidempuan-Padang menghabiskan waktu 11 hingga 12 jam.
Ia sadar itu, antara cepat sampai pada tujuan dan menjaga keselamatan penumpang. Nyawa kedelapan mahasiswa itu ada di tangannya. Untuk menghilangkan rasa kantuk, Hasmar sampai berhenti empat kali di perjalanan. Menghirup udara segar, hingga berolahraga kecil menghangatkan tubuh.
Terakhir mereka berhenti di Bukittinggi. Pria asal Medan ini sampai membeli sebotol air mineral untuk membasuh muka dan kepala menghilangkan kantuk yang kian mendera. Subuh sudah tiba, penumpang terlelap tidur di dalam mobilnya. Dengan sisa semangat dan tenaga Hasmar memacu L300 minibus yang diawakinya menuju Padang.
Tetapi daya tahan manusia ada batasnya, beberapa menit menjelang tiba di Padang, konsentrasi Hasmar menurun drastis. Kendaraan yang ditungganginya melaju kencang memotong deretan lima mobil di depannya. Tak disangka, dari arah berlawanan sebuah angdes penuh sesak juga sedang memotong laju sepeda motor.
Braaakkkkk
Keduanya “balago kambiang” di Jorong Talang Jala, Pasa Usang, Kabupaten Padang Pariaman, sekitar pukul 7.15 WIB. Semuanya kaget dan tak sempat menghindar. Hasmar tak sempat menekan pedal rem, bahkan ia baru sadar terjadi tabrakan hebat setelah kaki kanannya terjepit.
Kecelakaan tersebut menyebabkan lima orang tewas di tempat. Semuanya adalah siswa SMP dan SMA yang berniat mulia menuju sekolah. Dua korban lain meninggal di RSUP M Djamil, dan satu lagi menghembuskan nafas di RS Siti Rahmah.
Hasmar tampak menyesali kejadian itu, tetapi nasi telah menjadi bubur. Kesalahan harus dipertanggungjawabkan. “Saya bersalah, saya mengemudi dalam keadaan mengantuk,” katanya. Sampai kemarin, belum satu pun anggota keluarga Hasmar datang menjenguknya ke rumah sakit.
Hasil olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Padang Pariaman menemukan travel tidak memiliki buku keur dan berplat hitam yang artinya angkutan ilegal.
Ketika ditanya soal Surat Izin Mengemudi (SIM), Hasmar mengaku sudah tak memiliki lagi. “Sudah hilang beberapa bulan lalu, dan belum diurus,” katanya. Ia berangkat ke Padang dengan mengandalkan kenekatan saja. Kini ia hanya bisa pasrah, menunggu hukuman apa yang akan ditimpakan kepadanya.
Ruangan tempat Hasmar dirawat dijaga pihak kepolisian resort Padang Pariaman. “Bukan khawatir sopirnya melarikan diri. Kami berjaga-jaga mengantisipasi kemungkinan adanya keluarga korban meninggal datang mengamuk,” kata polisi yang bertugas di situ enggan namanya ditulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar