Featured Video

Selasa, 04 Oktober 2011

BENNY: KPK TERORIS BARU


BUSYRO: SILAKAN BUBARKAN KPK
Rapat Konsultasi DPR dengan KPK, Kapolri dan Jaksa Agung berubah menjadi arena perang terbuka anggota DPR dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Bahkan, Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman, menyebut KPK sebagai ‘terorisme baru’.

JAKARTA, HALUAN — Rapat konsultasi antara DPR, KPK, Polri dan Kejaksaan Agung, Senin (3/10/2011) kemarin berakhir tak berketentuan. Bahkan yang terjadi selama rapat konsultasi adalah aksi serangan bertubi-tubi para politisi DPR terhadap para pimpinan KPK.
Substansi rapat yang seharusnya membahas soal penyamaan persepsi terkait pemeriksaan pimpinan Badan Anggaran DPR oleh KPK, kemudian berubah menjadi perang mulut. Ketua Komisi III DPR Benny K. Harman mengkritik cara-cara pe­me­rik­saan oleh KPK menimbulkan kegaduhan sehingga ia menyebut komisi itu sebagai ‘terorisme baru’.
Sedangkan Wakil Ketua Komisi Hukum DPR, Fahri Hamzah, melon­tarkan gagasannya untuk mem­bubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasannya, menurut dia, praktik KPK sebagai lembaga super telah mencederai prinsip demokrasi. “Karena dalam de­mokrasi tidak ada yang namanya lembaga super,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Menurut Fahri, dengan predikat sebagai lembaga super, KPK cende­rung tidak mau diawasi. “Padahal dalam demokrasi prinsipnya adalah keterbukaan.” Fahri menambahkan, dengan adanya lembaga super yang mengurusi korupsi juga membuat lembaga penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan jadi enggan mengungkap kasus-kasus korupsi. “Karena mereka pikir sudah ada lembaga lain yang mengurusinya,” ujarnya. “Lebih baik KPK di­bubarkan, karena saya tidak percaya institusi superbody dalam demokrasi. Tidak boleh ada institusi superbody dalam demokrasi,” kata Fahri politisi dari Fraksi PKS.
Fahri menilai, biasanya lembaga yang superbody itu tidak mau diawasi. Dan kondisi itu terjadi di KPK. “Ini yang terjadi di KPK, karena sistemnya tertutup jadi begini,” katanya.
Fahri mensinyalir, tertutupnya proses penegakan hukum bisa menimbulkan kongkalikong antara KPK dan mereka yang diperiksa. “Ketertutupan proses penegakan hukum yang menyebabkan hanky-panky (kongkalikong),” kata Fahri.
Ketua KPK: Silakan Dibubarkan
Menanggapi serangan-serangan Fahri ini, Ketua KPK Busyro Muqoddas menjawab dengan tenang. Menurutnya, ia dan pimpinan KPK lainnya tidak keberatan jika KPK memang dibubarkan kembali oleh DPR, karena KPK pun dilahirkan oleh Dewan. “Apa boleh buat kalau memang mau dibubarkan. Kami juga hanya menjalankan amanat undang-undang. Tidak ada masalah buat kami,” kata dia dalam rapat tersebut.
Busyro juga mempersilakan Fahri dan partainya, Partai Keadilan Sejahtera, mengajukan pembubaran KPK secara hukum. Ia mengaku tak merasa terganggu dengan pernyataan Fahri di berbagai media yang mengu­sulkan pembubaran KPK. “Kalau itu misalnya serius Pak Fahri mempunyai agenda pembubaran KPK, silahkan saja lewat Fraksi PKS, dan seterusnya lewat jalur hukum,” ujarnya.
Namun Busyro menegaskan, selama KPK masih berdiri, dia dan pimpinan KPK lainnya tak akan berhenti bekerja. Ia juga mengatakan KPK tak akan mau diintervensi oleh partai politik manapun. “Karena ini lembaga politik (DPR), mohon dipahami kami tidak punya agenda politik apapun dan mohon dipahami bahwa kami tidak mungkin bisa diintervensi oleh partai politik besar, sedang, kecil atau apapun juga.”
KPK Teroris Baru
Bukan hanya Fahri, semua pimpi­nan Komisi III DPR dan peserta rapat menyoroti KPK. Ketua Komisi III, Benny K. Harman, bahkan menyebut gaya pemanggilan saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai terorisme baru. “Apa yang dilakukan KPK adalah mencip­takan ketakutan publik, ini terorisme baru,” kata Benny politisi Partai Demokrat tersebut.
Menurut Benny, sebagaimana teror yang menimbulkan ketakutan, anggota Dewan juga ketakutan dengan gaya KPK itu. “Dewan merasa ketakutan yang sangat mendalam, meskipun itu tidak rasional karena kalau tidak salah kenapa takut,” ujarnya.
Menurut Benny, pola peme­riksaan saksi oleh KPK membi­ngungkan. Dia menilai, hasil pe­merik­­saan terhadap sejumlah pejabat publik yang ditengarai menjadi saksi, acapkali dipolitisasi dan tidak produktif bagi pembe­rantasan KKN. “Oleh sebab itu pimpinan komisi mendukung  kesungguhan KPK selama ini mela­kukan pemberantasan KKN. Namun, kami meminta upaya kesan politisasi tidak dilakukan,” kata Benny.
Dia menambahkan, kalaupun bukan pimpinan KPK yang mempo­litisasi, mengapa BAP orang yang diperiksa KPK beredar di publik. “Apakah manajemen pemeriksaan KPK begitu? Setiap ada pemeriksaan, setiap kali juga BAP nya beredar di publik. Apakah itu sesuai dengan SOP dan apakah itu sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujarnya.
Benny mempertanyakan, apakah  pimpinan KPK melakukan memo­bilisasi publik dengan cara membuka hasil BAP itu kepada publik. “Kalau itu yang dilakukan, kenapa tidak sekalian, proses penyidikan terbuka untuk umum. Ini ada dipolitisasi kesengajaan membuka informasi tertentu yang bagi kelompok tertentu menguntungkan dan bagi kelompok lain merugikan,” ujarnya.
Meskipun dihujat kiri-kanan, Ketua KPK, Busyro Muqoddas, menanggapi dingin lontaran mengge­bu dari sejumlah legislator itu menurut Busyro, ketika ada anggota Dewan diperiksa sebagai saksi, tidak perlu ada kekhawatiran yang berle­bihan. Sebab, kalau memang tidak cukup alat buktinya, tidak akan dipaksakan menjadi tersangka.
“Tentang pemberitaan media mengenai BAP itu, setiap wartawan memenuhi tugasnya di KPK, sampai ada yang bermalam-malam di sana. Siapa yang bisa melarang mereka?  Sebab untuk kepentingan publik juga. Begitu diperiksa itu pasti dicegat wartawan, belum diperiksa ditanya, abis diperiksa ditanya dan dicecar,” ujar Busyro.
Tanpa kesimpulan jelas
Setelah berlangsung hangat dan tegang selama lebih dua jam, rapat konsultasi antara anggota DPR dengan pimpinan KPK, Kapolri, dan Jaksa Agung berakhir tanpa kesim­pulan jelas.
Dalam pembukaan rapat, Ketua DPR Marzuki Alie menyampaikan bahwa rapat bertujuan menyamakan pemahaman tugas setiap lembaga negara terkait dampak pemanggilan pimpinan Badan Anggaran dalam kasus korupsi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Selasa dua pekan lalu. Ia memastikan tidak ada keinginan pimpinan Dewan membela anggotanya yang terlibat kasus korupsi.
“Itu sangat konkret dan clear. Jangan dipersepsikan bahwa rapat konsultasi ini untuk memberi penggalangan kepada anggota DPR yang terkena kasus,” kata Marzuki. Sesuai dengan permintaan pimpinan KPK, rapat tak dihadiri pimpinan ataupun anggota Badan Anggaran.
Rapat konsultasi hari ini sebenar­nya tindak lanjut rapat serupa pada hari Kamis pekan lalu yang tidak dihadiri pimpinan KPK. Rapat dihadiri oleh seluruh pimpinan DPR, empat komisioner KPK kecuali Bibit Samad Rianto, Kepala Polri Jenderal Pol Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, seluruh pimpinan Komisi Hukum DPR, serta pim­pinan dan perwakilan fraksi-fraksi yang ada di DPR.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie menyatakan bahwa perselisihan yang masih muncul pasca rapat konsultasi soal peman­g­gilan pimpinan Badan Anggaran DPR oleh KPK diselesaikan secara internal di Komisi Hukum. Pimpinan DPR memastikan tidak akan lagi menggelar rapat konsultasi serupa seperti hari ini.
“Kita sudah jelaskan dan rapat konsultasi hari ini sudah selesai. Apapun yang mengganjal bisa diselesaikan langsung antara Komisi III dan DPR dalam RDP (rapat dengar pendapat), ini tidak diambil kesimpulan,” kata Marzuki di akhir rapat konsultasi di ruang rapat pimpinan DPR. (h/hc/sal/ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar