Featured Video

Senin, 02 Januari 2012

MENIMBANG-NIMBANG PARIWISATA SUMBAR


“Batu besar sulit membuat orang jatuh, tapi orang bisa tersandung oleh kerikil kecil”.
Ungkapan itu terlontar dari mulut Wakil Ketua Asosiasi Biro Perjalanan Indonesia (Asita) Sumatera Barat, Ian Hanafiah.
Menurut dia, sesuatu yang kecil sering terabaikan dan terkadang sengaja dilupakan dalam kehidupan banyak orang, karena dipandang bukan menjadi penghalang.

Begitu pula halnya dalam sektor pariwisata, banyak aspek kecil yang selama ini dianggap tidak bernilai dan tidak mem­berikan kontribusi.
“Sesuatu yang dinilai kecil dapat merusak citra sebuah daerah tujuan wisata kalau selalu diabaikan. Sektor pariwisata bukan saja hal yang besar-besar, seperti kehadiran hotel ber­bintang dengan pelayanan yang ramah, atau objek wisata dengan alam yang indah mem­pesona,” katanya.
Mendongkrak sektor pa­riwisata juga bukan hanya mampu menggelar even berskala besar seperti Tour de Singkarak, ajang paralayang atau pekan budaya. “Membangun pari­wisata berarti juga harus mem­per­hatikan infrastruktur transpor­tasi dan fasilitas umum memadai di kawasan wisata. Jangan lupa, banyak aspek yang kecil mem­beri nilai untuk mendatangkan banyak wisatawan asing dan ini pula yang sering terabaikan,” katanya.
Contohnya pengelolaan parkir, kebersihan toilet, penataan pedagang kaki lima (PKL), serta sampah yang berserakan di daerah tujuan wisata. Jadi pembangunan pariwisata tidak semudah mengungkapnya de­ngan kata-kata. Banyak aspek yang harus diperhatian dan dikelola secara serius. Namun bukan berarti tak bisa di­kembangkan dan dikemas menjadi ikon daerah untuk mengundang banyak pengun­jung dari berbagai belahan.
Penataan sektor pariwisata harus dimulai dari hal-hal kecil agar membuat pengunjung merasa aman dan nyaman.
Membangun dan mencip­takan kesan positif bagi wisa­tawan adalah hal utama dan bernilai tinggi dalam pengem­bangan kepariwisataan suatu daerah. Di tengah ketatnya per­saingan sektor pariwisata baik di tingkat regional maupun internasional tidak cukup hanya dengan berbangga diri menjual keindahan alam dan peninggalan sejarah yang dimiliki.
Segencar apa pun promosi ke berbagai belahan dunia, tapi ketika wisatawan yang datang menemukan banyak kesan negatif, maka akan jadi dilema dalam membangun sektor pari­wisata itu sendiri.
Sudah saatnya Sumbar, mulai menata sistem perparkiran yang profesional bagi daerah-daerah tujuan utama wisata.
Jika pemerintah daerah di daerah tujuan wisata merasa belum mampu, bisa di­ker­jasama­kan dengan pihak swasta. Manajemen parkir yang baik dinilai ikut pengaruhi kunjungan wisatawan.
“Pengunjung atau wisatawan yang dilihatnya bukan pada nilai nominal yang harus mereka keluarkan, misal­nya saat mem­bayar parkir atau masuk ke toilet. Akan tetapi ba­gai­mana sikap, tin­dakan dan perilaku serta keterbukaan pe­tugas saat mem­beri pelayanan. Begitu pula keamanan kendaraan mereka selama di­titip­kan,” kata Ian.
Namun kenya­taan­nya, wisa­tawan ketika berkunjung ke sebuah daerah tujuan wisata, misalnya ke Bukittinggi, masih mengeluhkan masalah per­parkiran yang tanpa karcis. Hal yang tidak jauh ber­beda juga terjadi di Padang.
Begitu juga halnya dengan kebersihan toilet, masih menjadi keluhan wisatawan, termasuk kurang tersedia air bersih.
“Apa yang kemudian terjadi, akan muncul penilaian negatif terhadap sebuah objek wisata. Akankah kita biarkan hal kecil ini menjadi kerikil dalam pengem­bangan sektor pariwisata di daerah ini,” tanyanya.
Penataan Kuliner
Sebuah pepatah Minang mengatakan, “condong mato ka nan rancak, condong salero ka nan lamak” (kecenderungan mata pada hal-hal yang cantik, kecenderungan selera pada yang enak-enak).
Kuliner merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan saat mengunjungi sebuah daerah tujuan wisata. Pedagang kaki lima (PKL) adalah penyedianya.
Tak lengkap pula bagi wisa­tawan kalau tidak mendapatkan asesoris unik atau oleh-oleh dari perjalanan liburan mereka.
Guna memenuhi harapan dan keinginan wisatawan itu, tentu tak hanya sekedar tersedianya kuliner dan souvenir yang dijajakan pedagang kecil.
Perlu penataan dan ling­kungan yang bersih untuk membangun kesan positif bagi wisatawan. Apabila dibiarkan semrawut, lagi-lagi hanya me­nambah masalah.
PKL baik penyedia kuliner atau souvenir bisa ditata secara baik, bersih dan higienis. Menu disajikan akan menjadi ikon tersendiri untuk mendatang banyak orang.
Pengalaman sehubungan dengan itu dapat mencontoh negara tetangga, Malaysia dan Singapura. Kenapa kita tak belajar, padahal sudah be­rulangkali kepala daerah di Ranah Minang mengunjungi dua negara itu?
Semua itu membutuhkan pikiran yang jernih dan kreatif. Makanya perlu duduk bersama. Hadirkan praktisi, akademisi, dan kapan perlu bayar orang yang ahli. Keinginan untuk menata secara baik sama sekali belum terlihat, kemungkinan karena sumber daya manusia yang terbatas dan kemauan politik yang belum ada sehingga sulit fokus.
Pembenahan Aspek ke­ber­sihan lingkungan dan keramahan masyarakat dalam memberi pelayanan, baik di objek wisata atau di tempat penjualan sou­venir menjadi hal penting untuk diperhatikan.
Menurut Ketua DPC Him­punan Paramuwisata Indonesia (HPI) Kota Bukittinggi Budiman, masih banyak keluhan dan masukan dari wisatawan terkait masalah kebersihan.
Ke depan pengembangan sektor pariwisata Sumbar, menurut dia, mesti fokus dan memberi perhatian serius ter­hadap masalah kebersihan.
“Aspek kebersihan harus jadi perhatian, sehinggga tak lagi ditemukan sampah ber­serakan di ruas jalan utama menuju objek wisata seperti di ruas jalan dari arah Padang-Bukittinggi-Payakumbuh dan Bukittinggi-Tanah Datar,” ka­tanya.
Kemudian, di kawasan objek wisata juga masih ditemukan sampah berserakan dan belum tersedianya bak-bak sampah yang memadai.
Instansi terkait di kabupaten/kota juga harus memberikan perhatian serius, karena ber­pengaruh pada wisatawan dan berdampak negatif terhadap citra pariwisata daerah.
Perilaku masyarakat yang sadar wisata juga belum ter­bangun dengan baik. Pengem­bangan dan pengelolaan pari­wisata daerah juga masih bertolak belakang antara ke­bijakan pemerintah daerah dengan kenyataan di lapangan.
“Pemerintah daerah mesti tegas dalam menegakkan aturan dan membangun kesadaran masyarakat di lingkungan objek wisata, agar pengelolaan pari­wisata benar-benar profesional,” katanya.
Ke depan, katanya, juga perlu fokus dalam pengem­bangan sektor pariwisata sesuai dengan peran masing-masing, supaya memberi dampak ter­hadap perekonomian daerah.
Semakin positif citra pari­wisata Sumbar di mata wisatawan asing, tentunya akan membuat mereka semakin sering datang dengan membawa lebih banyak orang setiap tahun.
Data HPI menunjukkan, kunjungan wisatawan asal Malaysia ke Sumbar sekitar 10.000 orang per tahun melalui berbagai biro perjalanan.

SIRI ANTONONI
(LKBN Antara)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar