Featured Video

Jumat, 15 Juni 2012

KASUS PENODAAN AGAMA-Alexander Aan Dipenjara 30 Bulan

Setelah menjalani proses sidang yang melelahkan, akhirnya Alexander Aan divonis 30 bulan dengan dakwaan penodaan agama Islam. Vonis itu lebih rendah setahun dari tuntutan jaksa.




Terdakwa kasus penodaan agama, Alexander An panggilan Aan, akhirnya dijatuhi hukuman penjara 2 tahun dan 6 bulan atau setara dengan 30 bulan serta denda sebesar Rp100 juta. Bila denda tersebut tidak bisa dibayar, maka jumlah tersebut diakumulasikan menjadi tambahan kurungan penjara selama 3 bulan.
Keputusan tersebut dibacakan Hakim Ketua Eka Prasetya Budi Dharma dalam sidang di Penga­dilan Negeri Muaro di Sijunjung, Kamis (14/6).  Usai mendengar putusan hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung menyatakan banding terhadap keputusan tersebut.
Setelah mendengarkan kepu­tusan yang dibacakan hakim, Aan melalui penasihat hukumnya Deddy Alfarisi meminta waktu untuk memikirkan keputusan itu, dan meminta waktu selama sepekan untuk menentukan sikap. Namun, JPU menyatakan banding karena hukuman yang dijatuhkan kepada Aan dinilai terlalu ringan. Sebelum­nya JPU meminta kepada majelis hakim agar Aan dihukum selama 3 tahun 6 bulan kurungan penjara.
Sidang pembacaan tuntutan yang berlangsung selama 1 jam 45 menit di Pengadilan Negeri Muaro tersebut tidak diwarnai dengan aksi tangisan dan gejolak emosional dari terdakwa maupun keluarganya.
Di luar persidangan, saat diwa­wancarai, Aan malah sempat menyatakan berniat jadi wartawan. “Saya berniat jadi wartawan saja setelah ini. Wartawan itu kan bisa bebas mau apa saja dan kemana saja. Sebab banyak pertanyaan yang harus saya jawab langsung. Pemba­caan putusan ini saja saya tidak terima. Tapi bagaimana lagi? Ini kan proses hukum,” ujarnya sebelum dikembalikan ke penitipan tahanan.
Aan yang semenjak Februari 2012 sudah ditahan di Polres Dharmasraya dan kemudian dititip­kan sesudahnya di Lembaga Pema­syarakatan Muaro Sijunjung.
Menurut saksi ahli dari UIN Jakarta yang dihadirkan penasihat hukumnya, Aan sedang dalam masa kegalauan teologis.
“Sebenarnya kami tetap pada pendapat Pak Syukron kemarin, saksi ahli dari kita. Aan itu dalam masa kegalauan teologis, mencari kepastian dan kebenaran suatu ilmu. Jadi seharusnya Aan ini dibina dan bukan dipidanakan,” terang Deddy.
Terkait amar putusan hakim bahwa di luar tuntutan JPU, dimana hakim ketua menambah putusannya dengan denda Rp100 juta, Deddy tidak banyak komentar.
“Tentang tambahan tuntutan itu kan haknya hakim. Ada pertim­bangan di baliknya. Di sinilah kita akan memperjuangkan Aan agar Aan tidak terlalu dirampas hak-haknya. Dan kita lihat nantilah, apa JPU atau kita yang akan masukkan banding ke panitera nanti,” jelasnya senada dengan JPU yang menyatakan kalau ingin informasi pastinya nanti terkait banding bisa di tanyakan langsung kepada panitera.
Menodai Agama Islam
Alexander Aan didakwa karena melecehkan agama Islam di dunia maya. Alexander merupakan calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kabu­pa­ten Dharmasraya, Ia nyaris diamuk massa. Untung saja dirinya diamankan di Markas Polisi Sektor (Mapolsek) Pulau Punjung, Rabu (18/1) lalu.  Pasalnya ia menge­luarkan pernyataan  di dunia maya bahwa tidak ada Tuhan (ateis). Pernyataan itu berawal, ketika Alexsander Aan, yang sehari-hari bertugas di Kantor Bappeda Dhar­mas­raya menulis statusnya di Facebook, jejaring sosial yang paling banyak penggunanya di jagat maya ini. Di dunia maya ia menga­ku Tuhan itu tidak ada. Alasannya karena ia melihat masih banyaknya kesengsaraan di dunia dan ba­nyaknya kesenjangan hidup.
Dengan adanya pernyataannya di dunia maya itu, sekelompok pemuda Sungai Kambuik Pulau Punjung yang dipimpin Ketua Pemudanya Os, mendatangi Kantor Bupati Dharmasraya. Aleksander Aan bersikeras bahwa apa yang ia sampaikan itu benar menurutnya dan karena itu merupakan pen­dapat pribadinya.
“Hal itu sudah ia pikirkan semenjak SD dulu. Ia juga sudah mempelajari berbagai agama dan ia menyimpulkan bahwa Tuhan itu tidak ada. Jika ada Tuhan, menga­pa masih banyak  orang yang menderita dan kejahatan-kejahatan. Jika Tuhan itu ada, maka tidak akan ada kesenjangan terjadi di dunia ini,” kata Alexsander bera­lasan mengapa ia ateis.
Kepada Haluan beberapa waktu lalu, Nuraina ibu Alexander menga­takan, sehari setelah ditahan di kantor polisi, Alexander Aan, sudah kembali beribadah salat. Kepada ibundanya ia juga meminta untuk kembali disyahadatkan.
“Udah, mama jangan nangis. Aan ga apa-apa. Biar Aan tanggung ini semua. Mulai saat ini kemanapun Aan pergi, Aan akan tetap memeluk Islam sebagai agama yang diterima masyarakat. Sekarang Aan ingin disyahadatkan lagi Ma,” kata Nuraina menirukan ucapan Aan.
Dukungan di Facebook
Sementara itu, ketika proses hukum terhadap Alexander Aan berlangsung, di jejaring sosial Facebook dibentuk penggalangan opini publik untuk mendukung pembebasan Alexander Aan dari tuntutan hukum. Nama grup ini menyebut dirinya: Iam Indonesian and I am Atheist Indonesia is Not an Islamic Country Free Alex Aan dengan admin yang anonim.
Ketika Haluan berkunjung ke akun ini, tercatat 971 orang menyukai. Dalam pesan statusnya, ditulis, “Kami di sini sekedar membentuk dukungan untuk pembe­basan kawan kami Alex Aan karena telah mendapatkan perlakuan diskriminasi dinilai telah melanggar UUD & Pancasila karena memper­juangkan hak asasinya.”
Salah seorang bernama Muham­mad Ateis menuliskan, Pancasila sedang diuji materi oleh penilaian masyarakat international apakah melanggar HAM atau tidak? Tergan­tung putusan pengadilan memvonis Alexander Aan.
Ada lagi yang menulis kesannya saat bertemu dengan Alexander Aan di tahanan.”Bang Alex orang yang ramah. Ketika dia dipanggil dan kami berkenalan, yang pertama kali dia tanyain adalah ‘Kamu ke sini ngebahayain diri kamu sendiri?’ Tentu dengan bahasa Minangkabau (Padang). Saya sebenarnya bisa bahasa Minang, tapi karena saya bilang saya dari Bandung makanya saya pakai Bahasa Indonesia dengan logat Sunda. Ketika saya tanya tentang masalah pengania­yaan yang dialami, dia jawab: ‘Saya gak mau mikirin itu, saya memak­lumi tindakan masyarakat kok’. Berkali-kali dia memberi saya saran buat keselamatan saya, dan juga meminta saya untuk menyam­paikan kepada teman-teman ang­gota ateis yang lain untuk berhati-hati. Dia tidak ingin ada lagi yang bernasib seperti dia. Ketika saya pamit pergi pun dia langsung menyelipkan uang ke celana saya dan pergi. Sempat saya tolak tapi dia bersikeras memberi saya uang. Saya yang sebenarnya sudah keha­bisan bensin dan uang juga gak bisa nolak. Walau menderita tapi masih perduli sama orang lain, ngingetin agar hati-hati jangan ngikutin dia. Bebaskan uda Alex.”
Kini, putra pertama dari empat bersaudara pasangan Armas dan Nuraina, telah divonis. Perjalanan hidupnya dilalui di dalam tahanan selama 30 bulan atau dua setengah tahun. (h/cw-eep)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar