Featured Video

Kamis, 25 Oktober 2012

Polisi Dilibatkan dalam Menagih Pajak, Seberapa Efektif?


Ditjen Pajak gandeng Polri-Kejaksaan atasi pengemplang pajak.
Ditjen Pajak gandeng Polri-Kejaksaan atasi pengemplang pajak. 

Banyak pengemplang, bahkan melibatkan preman menghadapi petugas pajak.

Kementerian Keuangan terus melakukan reformasi. Sudah banyak yang dilakukan. Mereformasi birokrasi. Bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi demi mencegah korupsi. Dua upaya itu tampaknya mulai berhasil. Kini kementerian itu melakukan reformasi dalam upaya menarik pajak dari masyarakat.

Salah satu caranya adalah dengan melibatkan kepolisian dan kejaksaan dalam memungut pajak.  Hal itu disampaikan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmany, di Jakarta 24 Oktober 2012.  Kerjasama dengan dua institusi itu terutama dalam operasional penarikan dana dari para wajib pajak.
Kerjasama itu sudah dikuatkan dengan penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara tiga lembaga ini. Dalam nota kesepahaman itu disebutkan bahwa tujuan dari kerjasama ini adalah meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Kepolisian dan kejaksaan diperlukan terutama untuk menghadapi para pengemplang.
Dengan cara itu, kata Fuad, Ditjen Pajak bisa lebih tegas dalam mengamankan penerimaan negara dari pajak. Ketegasan itu sangat diperlukan untuk menghadapi wajib pajak yang bandel, yang tidak menyelesaikan kewajiban. "Nanti mungkin, polisi yang akan mendampingi. Bahkan, ikut menggedor pintu supaya mereka bayar pajak. Jadi, makna dari kerja sama atau MOU kami adalah itu," kata Fuad.
Fuad menambahkan bahwa prosedur mengedor pintu itu tampaknya harus ditempuh, sebab cara-cara yang dipakai selama ini -- seperti mengimbau dan lain-lain- sudah tidak mempan lagi. Sejumlah wajib pajak tetap saja membandel. Meski melibatkan polisi, Fuad berjanji bahwa cara yang dipakai tetap ramah. Tindakan pemaksaan semaksimal mungkin akan dihindari.
"Kami tidak akan langsung memaksa. Tidaklah. Kami tetap akan melakukan upaya-upaya yang lebih bersahabat. Mengimbau tapi lebih tegas,"kata Fuad.
Alasan lain, mengapa kerjasama dengan kepolisian itu menjadi penting, adalah situasi di lapangan. Para petugas penarik pajak kadang menerima tindakan premanisme.  Ancaman itu kadang terjadi di daerah-daerah tertentu seperti kawasan atau daerah pertambangan.  Ancaman premanisme itu jelas mengancam penerimaan negara. Meski ada oknum yang merusak reputasi pegawai pajak, kata Fuad, publik harus tahu bahwa banyak juga petugas pajak yang berdedikasi tinggi, termasuk menghadapi ancaman itu.
Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch, Firdaus Ilyas, menyambut positif kerjasama ini, mengingat outstanding (nilai total) pajak per Desember 2011 mencapai Rp80 triliun. "Itu, termasuk sengketa-sengketa pajak yang piutang pajaknya tidak bisa ditagih," kata Firdaus kepada VIVAnews
Dalam proses penagihan pajak, katanya, banyak sekali kesulitannya. Di antaranya adalah wajib pajak yang susah ditagih.  Yang susah ditagih itu biasanya perusahaan-perusahaan besar. "Mereka itu punya preman yang galaknya lebih dari preman. Jadi, kerjasama dengan polisi itu sangat masuk akal, demi penerimaan negara," katanya.
Kerjasama itu diharapkan bisa mendongkrak penerimaan negara dan bisa menagih pajak yang belum dibayar. Bila tidak segera ditagih, maka uang itu akan hilang. " Sebab jika 10 tahun tidak dibayar, maka tagihan itu akan masuk masa kedaluarsa." kata Firdaus.
Keuntungan lain dari kerjasama ini adalah kasus pidana pajak bisa diproses dengan cepat dan tidak berhenti di kepolisian. Dengan diikat dalam nota kesepahaman, kata Firdaus, diharapkan polisi bisa konsisten. Intinya adalah kerjasama Ditjen Pajak, kepolisian dan kejaksaan ini patut didukung, sebab bisa mendongkrak pendapatan negara.
"Coba bayangkan, kalau yang menagih pegawai sipil, kemudian yang dihadapinya preman. Bukan itu saja, barangkali mereka juga ikut dibela aparat. Ini yang jadi masalah, yang menyebabkan penagihan pajak tidak berjalan. Nah, kerja sama ini diharapkan bisa mengatasi persoalan itu," kata Firdaus. 
Polri Siap
Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri, Komisaris Jenderal Imam Sudjarwo, mengaku gembira dengan kerjasama itu. Diharapkan dengan kerjasama ini penerimaan negara dari sektor pajak bisa meningkat. Apalagi pajak adalah sumber pendapatan negara terbesar selama ini.  "Jumlah penerimaan dari pajak itu mencapai Rp1.013 triliun," kata Imam di Gedung Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu, 24 Oktober 2012.
Imam berjanji bahwa kepolisian akan melakukan penegakan hukum dengan lebih tegas dalam soal penerimaan negara ini. Polisi akan tegas, adil, proporsional, dan tidak pandang bulu.
Dalam pengamanan pajak, katanya, aspek pengawasan dan pencegahan tidak boleh dilupakan, meskipun aspek penindakan tidak kalah penting. Keberhasilan penerimaan pajak juga menjadi kebanggan bagi kepolisian. "Kebanggaan kami adalah bagaimana menarik pajak sebesar-besarnya,' kata Imam.
Kesepakatan kerjasama dengan kepolisian itu sesungguhnya sudah ditandatangani pada 8 Maret 2012 lalu. Tiga unit kepolisian yang terlibat dalam kerjasama itu adalah Badan Reserse Kriminal, Badan Pemelihara Keamanan dan Badan Intelijen Keamanan Polri.
Sedangkan kerjasama dengan kejaksaan ditandatangani pada 5 April 2012. Dari kejaksaan yang ikut dalam kerjasama ini adalah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Jaksa Agung Muda Bidang Perdata, dan Tata Usaha Negara, dan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen.
Kesepakatan bersama antara Polri dengan Ditjen Pajak itu mengatur mengenai kerjasama dalam penyidikan perpajakan, pengamanan kegiatan, dan pelaksanaan tugas Ditjen Pajak seperti sensus perpajakan, pemanfaatan data, dan informasi. 
Sedangkan, kesepakatan Kejaksaan dengan Ditjen Pajak mengatur tentang kerjasama dalam proses penuntutan perkara tindak pidana perpajakan, kerja sama dan dukungan dalam pelaksanaan tugas di bidang perdata dan tata usaha negara seperti pemberian bantuan hukum, pertimbangan hukum, dan tindakan hukum lainnya.
Banyak Toko di Mal Tak Bayar Pajak
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmany mengungkapkan bahwa selama ini masih banyak pengusaha ritel di pusat-pusat perbelanjaan belum membayar pajak. 
Mereka berkedok Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang saat ini belum dikenakan pajak. "Mereka berlindung dalam istilah UKM, padahal omzet mereka sudah miliaran," ujar Fuad di kantornya di Jakarta, Rabu 24 Oktober 2012.
Praktik tersebut masih banyak dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan. Petugas pajak kesulitan mendata, karena hanya dihadapkan pegawai toko, sedangkan pemilik tokonya sulit ditemui. "Di sebuah mall di Mangga Dua, banyak yang belum bayar pajak. Itu toko-toko kecil, kami tidak tahu omzetnya," katanya.
Pendapatan pajak ini sangat penting bagi penerimaan negara. Terutama untuk membiyai subsidi yang diberikan pemerintah. Pertengahan tahun ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan dua kebijakan untuk menahan membengkaknya anggaran subsidi, menyusul batalnya rencana kenaikan bahan bakar minyak.
Kedua kebijakan itu adalah mencegah naiknya defisit dengan menaikkan pendapatan pajak dan mengoptimalisasi belanja negara, serta mengurangi subsidi dengan penghematan. "Agar penerimaan pajak meningkat tanpa menaikkan tarif, pemerintah akan meningkatkan jumlah wajib pajak dan meningkatkan tingkat kepatuhan," kata Presiden saat itu.

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar