Sudah banyak ragam cerita memukau tentang Maninjau. Hamparan danau biru berpagar bukit-bukit hijau ini, menggenang di cekungan indah sebentuk kawah.
Dengan posisi danau yang dikelilingi lekuk-lekuk Bukit Barisan ranah Agam, membuat danau yang terkenal dengan legenda Bujang Sambilan ini, terlihat cantik dan menarik luar biasa.
Bukan semata menjadi inceran mata para penggemar dunia fotografi saja, tapi siapapun yang memandang ,pasti berdecak kagum akan pesona yang ditawarkannya. Dari pojok manapun dilepas pandang, Maninjau menyuguhkan sensasi dan eksotisme tersendiri.
Dengan jarak 140 Km ke Utara kota Padang, atau 36 Km dari kota Wisata Bukittinggi, danau Maninjau di Kecamatan Tanjung Raya ini memang tak begitu sulit untuk dijangkau wisatawan.
Begitu sudah menjadi buah muncung sampai ke mancanegara, sampai banyak orang berkata; Belumlah lengkap ke Ranah Minang bila belum menjenguk ke hamparan indah danau biru seluas 99,5 km persegi ini.
Banyak cara dan sudut pandang untuk menikmati roman cantik danau Maninjau. Dari pilar-pilar Bukit Pinus di Puncak Lawang yang ada sarana outbond dan aktifitas Paralayang misalnya, atau dari sahdunya tiupan angin di Lawang Park yang ada fasilitas penginapannya, atau dari kelok-kelok bukit Pinus Ambun Tanai yang tersedia palanta panoramanya., seperti juga panorama Ambun Pagi yang sudah lama menjadi cerita.
Dan yang paling menarik, tentunya menikmati pesona Maninjau dari dahsyatnya tikungan kelok 44.
Kelok 44, adalah seruas jalan penuh liku meliuk-liuk mengukir di pinggang Bukit Barisan terbentang dari Ambun Pagi sampai ke Maninjau. Kelok-kelok yang sudah mendunia karena juga dipakai untuk kejuaran balap sepeda TDS beberapa kali.
Meluncur di sepanjang jalanan unik ini dengan kendaraan roda atau roda empat, memang butuh kemahiran khusus juga mental sang pengendara.
Konsentrasi dan kehati-hatian jelas penting, karena hamparan danau di bawah sana sering menggoda mata untuk larak-lirik begitu menggiurkannya keindahan yang disuguhkannya.
Bila memulai pejalanan dari bukit Ambun Pagi, kita akan melihat penulisan angka terakhir 44 di sudut tikungan pertama karena penghitungan memang dimulai dari bawah. Jumlah tikungan sesungguhnya jauh lebih banyak, dan jumlah 44 adalah penghitungan untuk tikungan-tikungan yg betul –betul membelok patah. Di kelok 3 dan 5 dinamai juga ‘Kelok Batambuah’ karena tikungan ganda yg sangat rawan kecelakaan karena harus dilewati bergantian oleh kendaraan yang datang berlawanan.
Bagi pengunjung yang dari semula memang sengaja ingin menikmati pesona danau Maninjau dari Kelok 44 ini, tak ada salahnya untuk sengaja memperlambat jalan kendaraan dan berhentilah di tiap ruang terbuka yang banyak tersedia di semua tikungan. Masing-masing tikungan punya sensasi tersendiri dalam menyuguhkan keindahan danau. Dari jendela warung dan palanta-palanta yang banyak berdiri di pinggiran jalan, kita bisa mampir mengopi sambil sejenak berteman kabut gunung yg sesekali melintas menutupi birunya danau. Pagi hari adalah saat yang menarik untuk menikmati suasana danau nan biru bila cuaca kebetulan cerah, meski pesona matahari terbenam di balik bukit barisan tentu juga tak kalah indah.
Bila matahari bersinar terang dan langit jernih tersingkap biru, kita juga akan disuguhi landscape luar biasa, yang mana diujung danau akan terlihat lapis biru Samudara Indonesia dan pantai Kab. Padang Pariaman yg sangat indah.
Bunga Dahlia, Euphorbia dan Bougenville serta aneka kembang lainnya juga mempermanis –tikungan tikungan maut ini. Sawah-sawah berjenjang dengan aktifitas petani yang beragam di sisi jalan makin menambah suasana eksotik Ranah Minang yang makin mendalam saat kita melintasinya.
Rasanya tak kan sudah-sudah bila kita merentang sejuta ragam cerita indah dari ruas jalan penuh tikungan indah ini. Mungin ada baiknya, luangkan saja waktu…. Liburan yang akan datang kita memacu adrenalin.. Sambil menikmati sahdunya hijau biru danau Maninjau nan memukau..!
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar