Ponsel. Ilustrasi.
PYONGYANG -- Korea Utara dikenal ketat dalam urusan komunikasi, utamanya penggunaan ponsel. Negara komunis itu memberlakukan aturan dimana ponsel wisatawan atau pebisnis disita selama kunjungan dan akan dikembalikan ketika meninggalkan negeri tersebut.
Ketua Eksekutif Google, Eric Schimidt yang sempat berkunjung ke negara tersebut merasakan ketidaknyamanan itu. Beruntung, ia meninggalkan ponselnya di Beijing sebelum terbang ke Pyongyang.
Hal itu, bisa jadi dilakukan pebisnis lainnya yang enggan mengambil resiko."Saya pikir keputusan Korea Utara untuk membatasi komunikasi membuat mereka terisolasi. Itu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dan membuat mereka sulit mengejar ketertinggalan," kata Eric, dalam blog pribadinya.
Menurut dia, keputusan itu memang hak Korea Utara, namun kebijakan itu tidak lagi layak untuk kepentingan masyarakat yang menginginkan kehidupan yang lebih baik.
Kini, Korea Utara sedikit mengendurkan aturan tersebut. Mereka memperbolehkan pembelian SIM card untuk digunakan di Korea Utara. Untuk pirantinya, para wisatawan atau pebisnis dipersilahkan menyewa.
Namun, menurut penyedia layanan jaringan seluler, Koryolink, kendati memiliki ponsel berikut sim card, penggunannya tetap saja dibatasi. "Mereka bisa menelpon ke Jepang dan Amerika Serikat tapi tidak dengan Korea Selatan," kata Koryolink, seperti dikutip ABC News, Senin (21/1).
Penggunaan ponsel mulai umum digunakan masyarakat Korea Utara sejak perusahaan telekomunikasi Mesir, Orascom membangun jaringan 3G empat tahun lalu. Lebih dari satu juta orang menggunakan ponsel. Jaringan ini memungkinkan masyarakat Korea Utara mengakses laman surat kabar negara tetapi tidak dengan akses internet global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar