Featured Video

Senin, 07 Januari 2013

Panas di Facebook Soal Matrilinial


Tensi di jejaring sosial Facebook (FB) hari-hari ini naik tinggi. Ada postingan soal sistem matrilinial di Minangkabau yang disebut sama dengan pengelompokan anak haram (pacandaian).
Sejumlah tokoh dan pemikir gerah karena dinilai sudah menghina etnis. Bahkan segera dilaporkan ke polisi. Yang akan mereka laporkan tak lain, Afnorizal Abukasim Dt. Majo Indo.

“Kita akan lapor ke polisi,” kata Emeraldi Catra pakar ilmu sosial budaya dari Universitas Andalas, Jumat (4/1).
“Kami sedang mengumpulkan bahan untuk melaporkan, mungkin Selasa kami lapor ke Polda,” kata Tedy Arlan seorang warga di Bukittinggi.
Datuak Majo Indo tak mau kalah. “Saya juga akan melaporkan mereka ke polisi karena sudah menghina saya,” katanya kepada Singgalang, tadi malam.
Jalan ceritanya
Adalah dunia maya FB yang digandrungi banyak orang. Suatu ketika muncul postingan Dt. Majo Indo yang menyatakan; “Apa karena tidak ada nama Bapak dalam ranji, kita bisa disebut anak zina? Jawab ya jika kita taat pada ABS SBK dan tidak, tapi mau mengelompokkan diri pada anak zina, karena kedunguan.”
Menurut dia, yang ia tulis: “Jangan katakan kami sebagai anak zina.” Baru kemudian muncul pertanyaan semacam itu dan sama-sekali bukan tuduhan, tapi pertanyaan.
Maka kemudian saling serang berpendar di FB, bersileweran hingga ke mana-mana, sehingga berujung berniat saling lapor. Para tokoh dan pemerhati budaya menilai postingan itu penghinaan. Sementara Dt. Majo Indo menyatakan, ia mengajak diskusi.
“Saya ini datuk, kompetensi saya di sana, saya orang Minang tulen, masa saya anak zina, saya mengajak semua pihak berdiskusi,” kata dia.
Suryadi, urang awak yang jadi dosen di Leiden Belanda, menyebut, sudah lebih setahun, tuduhan berbau SARA bergema di dunia maya yang dipuji Afnorizal Abukasim Dt. Majo Indo.
Menurut Suryadi, di grup tersebut, admin Dt. Majo Indo menyebut seluruh orang Minangkabau adalah ‘anak pacandaian’ atau anak yang berasal dari hubungan perzinaan. Ia mengatakan hal itu karena sistem matrilineal yang dianut masyarakat Minangkabau.
Sistem tersebut, kata dia, menyebabkan garis pewarisan jatuh kepada keturunan ibu. Berbeda dengan ajaran Islam yang patrilineal.
Banyak reaksi dari orang Minangkabau telah bermunculan di dunia maya terhadap pernyataan Afnorizal cs yang dianggap sudah memasuki wilayah SARA.
“Saya kira perlu secepatnya diambil tindakan hukum dan tindakan adat terhadap Afnorizal Abukasim cs. Saya, sebagaimana banyak orang Minang lainnya di dunia maya, mendesak MUI, LKAAM, Bundo Kanduang, Pemda Sumbar, para bupati dan walikota se-Sumatra Barat, untuk segera mengeluarkan pernyataan bersama mengutuk sikap dan tindakan biadab Afnorizal Abukasim cs,” kata Suryadi.
Pusaka tinggi
Sementara Emeraldi Catra yang dihubungi terpisah menyatakan, hukum waris di Minangkabau sebenarnya tidak menyalahi hukum agama. Sebab harta pusaka tinggi tak bisa dibagi karena memang sudah tidak jelas lagi siapa yang punya.
“Tak bisa dibagi dan tak boleh dijual,” kata dia.
Sementara harta pusaka rendah, pencarian suami istri, tetap dibagi sesuai aturan agama, sejak dulu sampai sekarang memang begitu. Jadi tidak ada adat Minang yang menyalahi aturan agama,” kata dia.
Akan halnya FB Dt. Majo Indo menilai tidak pada tempatnya, dangkal dan menyesatkan. Ini menurut dia upaya mendegradasi pemahaman adat Minang bagi generasi muda.
Jangan salah sangka
“Saya ini datuk, ninik mamak, agama Islam, asli Minang, bukan anak zina,” kata Afnorizal Abukasim Dt Majo Indo kepada Singgalang tadi malam.
Menurut pemangku adat dari Padang Tarok, Baso ini, postingannya ditanggapi salah dan kemudian ia dihina dan dinistakan beramai-ramai.
“Soal adat itu kompetensi ambo sebagai pemangku adat, ambo berdiskusi kok diajak bacakak,” kata dia.
Ia mempersoalkan sebab musabab orang Minang menganut sistem kekerabatan matrilineal, bukan sebaliknya. Karena itu ia meninjau dari perspektif Islam yang difatwakan ulama. Menurut fatwa itu, katanya, anak-anak dinisbatkan kepada bapaknya.
“Jangan katakan kami ini anak zina,” itu penekanan saya di FB, sebab katanya, bapak mandeh kita menikah secara sah dan pakai baralek pula.
“Saya difitnah di FB, karena itu saya akan lapor ke polisi,” katanya.
Ia ingin agar orang Minang patriakat. Jika tak bisa tak soal. “Tapi janganlah bapak kita lenyap tak berbekas saja di ranji,” sebut dia.
Ia memberi dua solusi. Pertama masukkan nama bapak dalam ranji, bedakan warnanya. Kedua, buat satu lagi ranji menurut garis bapak. “Jadi kita punya dua, satu garis ibu, satu garis bapak, ini tujuannya agar di masa depan, anak cucu kita tahu garis keturunannya sampai ke puncak,” tambah dia.
“Tolong tuliskan besar-besar saya tidak pernah mengatakan orang Minang anak zina, namun kalau berpegang pada fatwa ulama kenapa kita matrilinial, kenapa bukan patrilinial?”
“Ini hanya diskusi, tapi ditanggapi dengan marah-marah, kalau saya dikadukan, saya akan mengadu balik. Ini tak lebih dari dialektika Minangkabau saja, jangan marah-marah, apalagi kita memang bukan anak zina, ha ha ha,” kata dia. (*)

s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar