Wali Kota, LKAAM, MUI Minta Pemutaran Film Distop
Kontroversi seputar film drama Indonesia berjudul ”Cinta Tapi Beda” nampaknya belum berakhir. Mesti sutradara film tersebut, Hanung Bramantyo, 37, sejak Sabtu (5/1) lalu, sudah menarik film yang dibintangi Agni Pratistha, Reza Nangin, Choky Sitohang, Ratu Felisha dan Jajang C Noer itu dari peredaran, namun kecaman terhadap film yang sudah ditonton 120 ribu masyarakat, tetap mengalir dengan derasnya.
Bahkan, Wali Kota Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat, Riza Falepi Datuak Rajo Ka Ampek Suku, terang-terangan melarang film "Cinta Tapi Beda" diputar ataupun ditayangkan di kotanya, karena diyakini bisa menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. "Kami akan keluarkan edaran, kepingan CD Film Cinta Tapi Beda, tidak boleh beredar di Payakumbuh,” tegas Riza Falepi kepada wartawan, Minggu (6/1) siang.
Riza menyebut, film "Cinta Tapi Beda" yang soundtrack-nya diambil dari 3 buah lagu, yakni lagu Melebur Beda (The Finest Tree), lagu Syahadat Cinta (Chandra Malik feat: Hendri Lamiri, John paul Ivan, Dik Doang), dan lagu Perbedaan (Hendra Abeth), sangat mengusik perasaan masyarakat Minangkabau di manapun berada, khususnya masyarakat Minangkabau di Kota Payakumbuh.
”Film Cinta Tapi Beda itu diduga kuat menyimpang dari falsafah hidup Minangkabau, memutarbalikkan fakta dan memojokkan masyarakat Minangkabau yang kental dengan Islam. Jika dibiarkan beredar atau diputar pada bioskop-bioskop, akan membuat hati masyarakat Minang terluka. Karena, cerita yang dibuat sutradaranya, tidak sesuai dengan budaya Minang,” kata Riza Falepi.
Disebutkan Riza Falepi, dalam film ”Cinta Tapi Beda” dengan produser Raam Punjabi, diangkat kisah cinta sepasang anak muda berbeda keyakinan, bernama Cahyo dan Diana. Adapun Cahyo, dikisahkan sebagai cowok ganteng asal Yogya, bekerja sebagai chef di Jakarta. Ia anak pasangan Fadholi dan Munawaroh, keluarga muslim yang taat beribadah.
Sedangkan Diana, dikisahkan sebagai gadis asal Padang
Perempuan berparas sangat Indonesia, mahasiswa jurusan seni tari. Ia tinggal bersama om dan tantenya di Jakarta. Keluarga Diana penganut Katolik taat. Cahyo dan Diana bertemu di pertunjukan tari kontemporer di Jakarta. Mereka memutuskan berpacaran walaupun berbeda keyakinan. Mereka bahkan serius melanjutkan hubungan hingga jenjang pernikahan.
Diana was-was ketika Cahyo mengajaknya menemui orangtuanya. Ibu Cahyo bisa memahami cinta anaknya, tapi tidak Pak Fadholi. Sampai kapan pun Pak Fadholi tidak akan merestui Cahyo. Bila Cahyo memaksa, Pak Fadholi memilih memutus ikatan tali keluarga. Ternyata tidak mudah bagi Cahyo dan Diana menjalani cinta beda keyakinan.
Ibu Diana juga keberatan dengan pilihan putrinya. Kakak-kakak Diana, termasuk om dan tantenya, telah meninggalkan keyakinan mereka. Ibu Diana memaksa Diana mengikuti kehendaknya. Itu sebabnya, Diana akhirnya memilih kembali ke Padang dan menerima perjodohan dengan dokter Oka, lelaki pilihan ibunya dan seiman. Ia coba tutup hatinya untuk Cahyo.
”Dari sinopsis film Cinta Tapi Beda tersebut, ada satu hal yang sangat tidak masuk akal. Sutradara atau penulis skenario, mengisahkan Diana, gadis Padang, beragama Katolik. Manalah ada, orang Minang yang tidak beragama Islam. Kita sungguh pingin tahu, dari mana sutradara film mendapatkan ide cerita seperti itu,” kata Wali Kota Payakumbuh Riza Falepi.
Senada dengan Riza Falepi, Ketua Umum Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kota Payakumbuh Indra Zahur Datuak Rajo Simarajo dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Payakumbuh Haji Mismardi, juga terang-terangan, meminta film ”Cinta Tapi Beda”, benar-benar ditarik dari peredaran. ”Jangan sampai ada yang beredar atau diputar lagi, apalagi di Payakumbuh,” kata mereka.
Menurut Indra Zahur dan Mismardi, film Cinta Tapi Beda, sangat tidak sesuai dengan ajaran adat Minang. ”Sejak leluhur kita mengajarkan nilai-nilai kehidupan, beragama, berkorong berkampung, nilai-nilai Islam tetap melekat dalam ajaran adat Minang. Artinya, orang Minang itu adalah kaum muslim dan muslimah, pemeluk Islam.
”Kalau ia tak beragama Islam, itu bukan orang Minang. Kami takut, film ini akan merusak sendi-sendi adat dan budaya masyarakat Minang dalam berkehidupan sehari-hari yang sangat menjaga hubungan antar sesama. Kami mencurigai, ada keinginan terselubung dari orang-orang yang ikut mendukung film tersebut ditayangkan. Misalnya, ingin menghancurkan adat dan budaya masyarakat Minang," kata Indra Zahur dan Buya Mismardi. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar