Featured Video

Rabu, 28 September 2011

KOPERASI, PELUANG DAN TANTANGAN


Bermacam produk impor makin menguasai pasar sejalan dengan globalisasi ekonomi, pertumbuhan ekonomi lambat dan tidak mengalami peru­bahan struktur, tingkat ke­miskinan penduduk sulit di­turun­kan, investasi semakin didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar, nilai tukar petani dan nelayan berkembang lambat dan tingkat pengang­guran bergeser  ke pengang­guran terdidik yang semakin tinggi. Inilah fenomena kehi­dupan saat ini yang tentu saja sangat memprihatinkan kita semua

Yang membuat kita miris, Indonesia negara agraris yang subur yang dikelilingi lautan yang amat luas dengan potensi laut yang nilainya tak terkira, tetapi ketergantungan masya­rakat terhadap produk impor masih sangat tinggi. Bahkan produk pangan seperti buah-buahan, jagung, kedelai, kacang tanah,  begitu sangat leluasa menerobos hingga ke pasar-pasar tradisional, tak terkecuali di Sumatra Barat.
Begitu pula halnya dengan barang-barang elektronik, peralatan rumah tangga, papan, sampai alas kaki, begitu menye­bar hingga ke pelosok negeri dengan harga bersaing.
Fenomena kehidupan itu, disebabkan beberapa faktor  utama,antara lain sistem eko­nomi semakin terbuka dan liberal, kurangnya keseriusan dalam membangun ekonomi kerakyatan, pengembangan koperasi diabaikan dan semakin kabur dan politik semakin tidak jelas arahnya mau ke­mana.
Lantas, di mana peranan koperasi, yang selama se­nantiasa didengungkan sebagai sokoguru ekonomi  yang mam­pu mensejahterakan masya­rakat, terutama anggotanya? Bagaimana kekuatan koperasi untuk menghadang arus glo­balisasi yang semakin deras?
Tuntutan terhadap koperasi sangat besar—mensejahterakan masyarakat—tetapi perhatian pemerintah terhadap koperasi masih sangat kurang. In­dika­tornya, anggaran untuk  kope­rasi melalui Dinas Koperindag Sumbar misalnya,  sangat kecil, maksimal hanya 1,5 persen dari APBD Sumbar, itupun ter­masuk gaji PNS.
Berbagai program peme­rintah yang berpihak pada rakyat jelata, terkesan hanya berupa hembusan angin surga. Janji tinggal janji. Sementara koperasi makin diabaikan.
Sebagai gambaran, dari total 3.475 koperasi  di Sumbar (data  akhir 2009)  terdapat 1.063 koperasi tidak aktif atau meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2008 hanya 962 koperasi.  Jumlah anggota justru bertambah dari 540.418 orang pada 2008 menjadi 560.521 orang akhir 2009.
Begitu pula halnya dengan modal sendiri yang dimiliki koperasi di Sumbar hingga akhir 2009 mencapai Rp1,134 triliun atau meningkat dari 2008 hanya Rp978 miliar lebih. Modal luar naik dari Rp532 miliar lebih pada 2008 jadi Rp767 miliar pada akhir 2009. Volume usaha naik tajam dari Rp1,27 triliun pada 2008 menjadi Rp2,178 triliun pada 2009. Peningkatan volume usaha dan modal juga diikuti oleh SHU dari Rp75 miliar lebih pada 2008 jadi Rp91,1 miliar pada 2009.
Perkuat Kelembagaan
\Karena itu, ada dua hal pokok yang harus dilakukan untuk memperkuat dan mema­jukan koperasi agar koperasi mampu  berperan lebih mak­simal dalam membangun eko­nomi rakyat. Pertama ada­lah perkuatan kelembagaan secara internal dan secara eksternal.  Ada tiga pilar untuk per­kuatan kelembagaan internal koperasi, yaitu membenahi organisasinya, sumber daya manusia (SDM), dan bisnis koperasi.
Pembenahan di bidang organisasi, meliputi perluasan kanggotaan, nilai-nilai koperasi, tugas dan fungsi pokok serta struktur dan tanggung jawab. Nilai koperasi adalah kese­tiakawanan dan solidaritas. Itulah yang merosot saat ini. Nah iniulah yang harus di­bangkitkan kembali.
Sejalan dengan itu,  perlu mendata kembali  atau me­ngklasifikansikan koperasi sesuai dengan kualitasnya. Misalnya  menetapkan ko­perasi-koperasi unggulan de­ngan berbagai kriteria yang ditetapkan, antara lain tentang bidang usaha, anggota, volume usaha serta penyelenggaraan rapat anggota tahunan (RAT).
Kemudian, pembinaan le­bih difokuskan pada koperasi-koperasi unggulan tersebut, dengan harapan koperasi-koperasi unggulan tersebut dapat mendatangkan inpirasi atau tempat berdiskusi bagi koperasi yang masih lemah dalam upaya mengantisipasi berbagai kekurangan yang harus dibenahi. Artinya, ko­perasi unggulan mampu mem­berikan kontribusi pe­mikiran dan kiat serta ide-ide cmerlang bagi koperasi dilingkungannya.
Kemudian di bidang SDM, personal kepengurusan harus yang punya keterampilan manajerial, karyawan yang berkualitas serta mutu keang­gotaan yang tinggi.
Bila pengurus belum mem­punyai kemampuan, se­baiknya pengelolaan koperasi diserah­kan kepada seorang manager profesional dengan penggajian sistem bagi hasil. Dengan istem bagi hasil,  sang manager akan merasa tertantang, dan berusaha mengembangkan usaha yang dapat memberikan kontribusi maksimal yang pada gilirannya sang manager akan mem­peroleh penghasilan lu­mayan.
Berkarier di Koperasi
Apa salahnya manager dibayar mahal, kalau dia memang mampu men­da­tang­kan keuntungan yang besar bagi koperasi. Bukan manager sekedar numpang hidup di koperasi. Dengan demikian, koperasi akan jadi menarik bagi generasi muda, karena koperasi akan bisa dijadikan harapan masa depan.Realita sekarang, betapa banyak anak muda terdidik yang jadi pengguran yang jumlahnya kian tahun makin meningkat. Sungguh memprihatinkan.
Sementara anggota harus paham benar dengan hak dan kewajibannya. Selama ini, terkesan sebagian besar anggota hanya tahu dengan hak, tetapi lalai dengan kewajiban, bahkan diundang  RAT tidak hadir. Maunya meminjam di koperasi, tetapi simpanan wajib me­nunggak. Inilah salah satu penyebab terjadi tunggakan di koperasi.
Karena itu, sosialisasi koperasi harus lebih difokuskan pada hak dan kewajiwan ang­gota terhadap koperasi. Harus seimbang antara hak dan kewa­jiban. Selama ini terkesan, yang disampaikan yang muluk-muluk dan yang indah saja. Misalnya, ko­perasi mampu men­se­jah­terakan anggota, koperasi soko guru ekonomi.
Hal itu harus diubah. Ko­perasi bukan murahan, karena itu kemampuan anggota harus ditingkatkan. Dan sebaliknya, koperasi harus melayani ang­gotanya. Kalau tidak buat apa jadi anggota koperasi, akhirnya kabur atau mengehnti jadi anggota koperasi. Jadi, harus ada jalinan yang kuat antara pengurus dengan anggota.
Kemudian, bisnis koperasi, harus mempunyai daya pikat, fokus dalam bidang usaha. Kalau manajeman lemah,  unit usaha banyak,  Koperasi seperti itu tak akan bertahan lama.
Yang lebih penting lagi adalah, usaha harus disesuaikan dengan kemampuan sehingga tak larut dalam mimpi-mimpi. Dan usaha yang  berkelanjutan, bukan usaha sesaat atau insi­dentil. Makanya, usaha yang ideal adalah usaha yang ada ketergantungan anggota  pada koperasi atau ada kerkaitan dengan kebutuhan anggota.
Yang terjadi di Sumbar kini ada musang berbulu ayam. Tampilannya koperasi, tetapi prakteknya rentenir. Praktem semacam itu harus ditertibkan, karena  merusak citra koperasi. (Sesuai dengan Pasal 18 ayat 1, PP No. 9 Tahun 1995, kegiatan usaha simpan pinjam dilaksanakan dari dan untuk anggota, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan anggotanya. Kenyataan di lapangan, masih ada ko­perasi yang memberikan pe­layanan kepada bukan ang­gotanya).
Bila ketiga pilar tersebut dapat dijalankan dengan baik, akan memberikan dampak terhadap pihak terkait, anggota merasa terlindungi dari berbagai ancaman, adanya jaminan ketersediaan barang dan jasa  kebutuhan anggota dengan mutu dan harga menarik. Kemudian promosi anggota dan pengurus dalam kehidupan kemasyarakatan yang juga memberikan perbaikan ke­hidupan pengelola dan pe­kerja.
Sebaliknya, bila ketiga pilar tersebut tidak bersinergi, an­camannya adalah,  mun­culnya suara-suara sum­bang yang me­rugi­kan, anggota men­jadi apatis dan kemudian berpaling lalu keluar dari keanggotaan. “Itu tentu akan merugikan koperasi, sekaligus memun­culkan citra buruk pada ko­perasi”.
Koperasi Unggulan
Tanpa mengenyampingkan 1.063 koperasi tidak aktif di Sumbar, 2.412 koperasi yang aktif saja perlu instrosfeksi dan mengevaluasi diri: apakah potensi yang dimiliki koperasi sudah dapat digarap secara maksimal untuk men­sejah­terakan anggotanya?
Kita mengakui, dari sekian banyak koperasi, tak sedikit pula yang telah mem­berikan kontribusi ter­hadap masya­rakat terutama ang­gotanya, baik di sektor eko­nomi, pendidikan, penye­rapan tenaga kerja dan kegiatan sosial,  baik KP-RI (Koperasi Pegawai Republik Indonesia), Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Serba Usaha (KSU), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Ko­perasi Pedagang Pasar (Kop­pas),
Koperasi Industri Kerajinan Rakyat (Kopinkra)  dan ber­bagai jenis koperasi lainnya.
Karena itu, pendataan kem­bali koperasi  sesuai de­ngan mutunya sangatlah pen­ting. Misalnya, meng­klasi­fikasikan koperasi unggulan sesuai de­ngan kriterianya,
Pembinaan lebih difo­kus­kan pada koperasi-koperasi unggulan tersebut, dengan harapan koperasi-koperasi unggulan tersebut dapat men­datangkan inpirasi atau tempat berdiskusi bagi koperasi yang masih lemah dalam upaya mengan­tisipasi berbagai ke­kurangan yang harus dibenahi. Artinya, koperasi unggulan mampu memberikan kontribusi pemikiran dan kiat serta ide-ide cemerlang bagi koperasi dilingkungannya.
Pengamatan saya, di antara koperasi yang pantas dimasuk­kan dalam kategori unggulan adalah: (1Koppas AIPT Padang Panjang misalnya, yang diketuai oleh H. Mawardi. Meski ketuanya tamat SMEA, tetapi mampu mengembangkan koperasi yang dipimpinnya. Melalui berbagai unit usaha, termasuk unit simpan pinjam, Mawardi sangat dipercaya anggotanya yang akhir 2009 mencapai 341 orang, sebagian besar pedagang.  Volume usaha mencapai Rp18 Miliar.
(2) KSU As Sa’adah Jorong Surau Lauik Kenagarian Pa­nam­puang, Kecamatan Am­pek Angkek, Agam. Pin­jaman yang diberikan kepada ang­gotanya tahun 2009 men­capai Rp1,2 miliar lebih, tetapi tak ada tunggakan.
(3) KUN Tujuh Koto Tala­go II. Bila koperasi dikelola dengan baik, masyarakat pun merasa rugi kalau tak ‘sato sakaki’. Paling tidak, inilah yang dibuktikan oleh Koperasi Unit Nagari Tujuah Koto Talago Duo, Kecamatan Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota.
(4)Koperasi Industri Ke­rajinan Rakyat (Kopinkra) Silungkang Kota Sawahlunto yang sempat  ‘mati suri’ ber­tahun-tahun, lalu bangkit dan terus mengalami kemajuan, setelah pengurus dirombak melalui rapat anggota pada November tahun 2000. Lima  tahun kemudian, koperasi diketuai oleh H. Fidal Kasim, 67 tahun, mampu mengimpor sutera alam dari Cina dan benang mercerizet dari Singa­pura untuk memenuhi ke­butuhan anggotanya yang se­bagian besar bergerak di bidang usaha pertenunan.
(5) KSP Gunung Jantan yang berkantor Kenagaraian Pulut-pulut Kecamatan IV Nagari Bayang Utara, sekitar 30 kilometer dari Painan, ibukota Pesisir Selatan. Berang­gotakan 250 orang, sebagian besar petani.
(6) Koperasi Angkutan Barang Pelabuhan (Ko­pan­bapel) Teluk Bayur Padang. Diketuai oleh Syafrizal alias Bujang, yang juga tak tamat SD. Tetapi, koperasi berang­gotakan pengusaha dan sopir truk pelabuhan itu mam­pu me­ngangkat sopir jadi pe­ngusaha. Hebatnya,  sejak koperasi ini dibentuk Januari 1992, berang­gotakan 60 orang dengan mengerahkan hanya 70 armada truk,  hingga kini belum pernah menerima bantuan permodalan dari pemerintah, tetapi asetnya terus bergerak naik, hingga akhir 2008 men­capai Rp1,8 miliar lebih dan sisa hasil usaha  (SHU) Rp342 juta lebih atau meningkat dari tahun 2007 hanya Rp339 juta lebih. Ar­mada yang dio­perasikan lebih dari  400 unit truk—sekitar 30 persen be­rusia tua. Kini anggotanya lebih 400 orang.

RUSDI BAIS
(Wartawan/ Pemerhati Koperasi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar