Featured Video

Jumat, 04 November 2011

AZWAR ANAS: USUT DALANGNYA


PENYEROBOTAN PT KAI KE BMP
PADANG, HALUAN — Mantan Menteri Perhubungan Ir Az­war Anas meminta aparat penegak hukum di Sumatera Barat mengusut tuntas dan menghukum dalang kasus penyerobotan yang dilakukan PT Kereta Api Indonesia (KAI) terhadap lahan berser­tifikat milik PT Basko Mi­nang Plaza (BMP).

“Bapak prihatin sekali. Ibo hati ambo mendengar keja­dian itu. Bisa jadi ini ada skenario besar untuk merusak Sumatera Ba­rat. Makanya, Bapak minta agar dalangnya diusut tuntas dan dihukum sesuai aturan ber­laku,” kata Azwar Anas yang dihubungi Haluan via telepon, Kamis (3/11).
Sesepuh masyarakat Minang, ini merasa prihatin dan sedih karena kasus yang sudah tersiar secara nasional ini, bisa merusak nama daerah. Bila ini terjadi, yang rugi pasti Sumatera Barat.
“Kita sudah susah payah memba­ngun Sumbar. Dengan ribut-ribut begini, imej Sumbar bisa semakin terpuruk. Orang luar akan malas dan berpikir ulang berusaha di daerah ini,” kata mantan Gubernur Sumbar dua periode ini.
Bila memang ada persoalan seperti yang diklaim PT KAI itu, penyelesaiannya bukan dengan cara mengerahkan ratusan karyawan, lalu main pancang seenaknya.
“Kan ada pengadilan, tempuh upaya hukum. Jangan main serobot saja. Bila terjadi insiden, yang jadi korban kan anak-kemenakan kita juga,” kata Azwar.
Mantan Menteri Perhubungan yang pernah membawahi perusahaan kereta api ini, mengaku merasa aneh, jika ada klaim areal enam sampai sembilan meter kiri-kanan rel adalah milik PT KAI.
“Dimana aturannya itu? Kalau memang ada, PT KAI seharusnya memagar dan memancang semua rel kereta api mulai dari Padang sampai ke Payakumbuh, Solok dan Paria­man, termasuk wilayah arah ke jalan raya,” kata Azwar sambil tertawa.
Kenapa PT KAI hanya menertib­kan kawasan di Basko Hotel dan Mall saja? Kalau memang mau menertibkan, mengapa baru seka­rang? Kenapa tidak sejak hotel dan mall dibangun dan dioperasionalkan?
“Menurut Bapak, tindakan ini agak aneh. Makanya, Bapak berpikir jangan-jangan ini ada skenario besar, tidak hanya merusak Basko dan iklim investasi, tapi merusak Suma­tera Barat,” ujar Azwar.
Khusus untuk Basrizal Koto, kata tetua masyarakat Minang ini, dia termasuk salah seorang yang memin­ta agar putra daerah yang berkiprah di rantau itu, investasi di kampung halaman. Tujuannya jelas, untuk mendorong pembangunan di Sum­b­ar. Lapangan kerja terbuka, pereko­nomian pun berputar.
“Bayangkan bila hotel dan mall itu terganggu dan berhenti opera­sionalnya. Katakan karyawan yang bekerja di sana ada 500 orang. Satu karyawan punya rata-rata tiga anggota keluarga. Sebanyak 1.500 jiwa akan terusik kehidupannya,” kata Azwar, menghitung-hitung.
Untuk itu, selain mendesak aparat penegak hukum menuntaskan kasus ini, mantan Menko Kesra ini, juga meminta Pemerintah Daerah men­ciptakan kepastian hukum, terutama untuk dunia investasi.
“Kepada masyarakat, anak keme­nakan dan cucu-cucu di kampung, Bapak minta agar jangan mudah dihasut dan tersulut emosi. Ber­pikirlah sebelum bertindak. Hidup di dunia ini hanya sebentar. Jangan sesama kita berbenturan dan saling merusak,” kata Azwar.
Mantan Dirut Semen Padang yang terkenal dengan pendekatan relegius, itu juga mengingatkan, Allah SWT akan melimpahkan rahmat dan karunia kepada suatu daerah, apabila masyarakatnya beriman dan bertaqwa serta jauh dari maksiat dan silang sengketa. Tapi, bila sebaliknya yang terjadi, tunggulah azab Allah amat pedih. “Semoga Sumbar termasuk yang diberi rahmat dan terhindar dari azab. Amin,” ujar Azwar Anas.
Tindak Pidana
Terkait aksi penyerobotan yang dilakukan PT KAI Sumbar ke areal Basko Hotel dan Mall, Selasa (1/11) lalu, pakar hukum perdata Fakultas Hukum Universitas Andalas Bachtiar Abna, berpendapat, bahwa negara hukum tidak membenarkan klaim sepihak, apalagi main hakim sendiri. Ini termasuk tindak pidana, yaitu menguasai barang orang lain dengan kekerasan.
“Pasal 70 KUHP malah menyebutkan, memasuki pekarangan orang lain saja sudah salah,” katanya. Bila itu dilakukan, sambungnya, dimasukkan kategori main hakim sendiri. Tindakan baru boleh dila­kukan melalui pengadilan.
Menurut Bachtiar, ada dua penyelesaian perkara perdata, mela­lui litigasi atau non litigasi. Non ligitasi prosesnya melalui musyawarah atau mediasi, sementara litigasi melalui jalur pengadilan. Keduanya bisa ditempuh dan diakui secara hukum.
Jika terjadi pertentangan, lanjut­nya, tetap diselesaikan melalui jalur pengadilan. “Hukum tidak membe­narkan mengambil keputusan sepi­hak,” ujarnya.
Bila perkara telah masuk ke pengadilan, secara prosedur kata akademisi dari FH Unand Khairul Fahmi, keputusan dilaksanakan oleh Panitera (juru sita pengadilan) di bawah pimpinan panitera pengadilan.
“Ada kasus, misalnya, ada penggu­gat dan tergugat. Penggugat dime­nangkan. Pihak yang dimenangkan pengadilan, mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan negeri di mana objek itu berada. Kalau tanah, misal di Padang, ke Pengadilan Negeri Padang. Kalau permohonan itu dipenuhi, pengadilan menge­luarkan perintah pelaksanaan ekse­ku­si dengan pengamanan kepo­lisian,” jelasnya.
Menurut Khairul, bila acuan terhadap surat kontrak, juga ada mekanisme yang dilalui. Dibuktikan di pengadilan lagi. Idealnya, kalau memungkinkan, memenuhi sesuai dengan perjanjian yang dibuat. Pada saat tidak memenuhi janji, boleh menempuh upaya hukum bagi pihak yang merasa dirugikan. “Tidak bisa secara sewenang-wenang mengambil hak orang lain, itu melawan hukum,” katanya. (h/adk/ze)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar